Artikel/Opini
Oleh Luna Vidya
Kehadiran Program KINERJA USAID di Papua adalah untuk meningkatkan penanganan isu-isu kesehatan ibu dan anak, serta HIV/AIDS dan tuberkulosis serta untuk merangsang permintaan yang lebih besar untuk layanan publik yang lebih baik.
Dalam perjalanan pelaksanaan Program KINERJA-USAID di Papua (2012-2015) ada beberapa inisitiaf yang lahir sebagai respon KINERJA-USAID Papua terhadap komunikasi yang terbangun terutama dengan Dinas Kesehatan Papua, Multi Stakeholder Forum (MSF) –semacam “Dewan Kesehatan” berbasis Puskesmas dan Bappeda. Beberapa dari inisiatif yang dapat disebut adalah pembuatan Log Book dokter PTT, perluasan sistem layanan penanganan korban kekerasan pada perempuan dan anak berbasis Puskesmas, juga fit and proper test untuk Kepala Puskesmas di Jayawijaya berdasarkan hasil studi kehadiran serta inisiatif pembentukan tim bimbingan teknis terpadu.
Log Book untuk Dokter PTT di Papua
Inisiatif pembuatan log book atau buku log dokter PTT Provinsi Papua berkembang dari keperdulian mengembangkan kualitas manajerial dan kepemimpinan dokter PTT –terutama mereka yang bertugas di pedalaman Papua, sehingga kehadiran mereka bukan sekedar... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Siang itu, sebuah kijang super melaju dengan kecepatan sedang, melintasi jalan aspal berliku di Majene, Sulawesi Barat. Di balik kemudi tampak seorang lelaki jangkung dengan rambut ikal yang mulai memutih. Aziil Anwar, begitulah nama yang diberikan oleh orang tua pria paruh baya itu.
Sambil sesekali bercanda, Aziil mengemudi dengan stabil menuju salah salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Majene. Di sekolah tersebut, pria yang pernah meraih penghargaan pemuda pelopor pada tahun 1993 dari Presiden Soeharto itu langsung disambut dengan beberapa murid-murid yang antusias.
Sudah menjadi kebiasaan Aziil menjemput beberapa anak-anak sekolah untuk diajak mengunjungi tempat restorasi mangrove yang sudah dikelolanya sejak tahun 1990. Dia ingin terus berbagi informasi tentang manfaat mangrove dan tanggung jawab generasi mendatang untuk ikut menjaga benteng alam tersebut.
“Anak-anak sekolah itulah yang nantinya akan menggantikan saya dalam menjaga lingkungan di Desa Binanga,” kata Aziil dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Senin (16/2).
Mangrove memang menjadi hasrat Aziil sejak lama. Pada era 80 hingga 90an, sebagai... read more..
Pangkep, Villagerspost.com – Tangan-tangan anggota kelompok tani Pita Aksi dari Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan tampak cekatan mencabuti tanaman-tanaman gulma pengganggu tanaman padi yang tumbuh liar di sawah. Dalam waktu singkat, petak sawah yang tengah mereka pesiangi itu sudah bebas dari gulma.
Pada prosesnya, tanaman-tanaman gulma penganggu itu, tidak dibuang begitu saja di pematang sawah. Tanaman-tanaman pengganggu itu ternyata masih bisa dimanfaatkan oleh para anggota kelompok Pita Aksi untuk dijadikan pupuk kompos organik untuk memupuk sawah-sawah mereka.
Setelah dicabuti, tanaman-tanaman itu kemudian dibawa oleh para anggota ke tempat pertemuan kelompok yang juga merupakan kediaman Sitti Rahmah dan suaminya Muh Arif yang memimpin kelompok Pita Aksi, untuk dicacah dengan menggunakan mesin pencacah bantuan dari pemerintah kabupaten setempat. “Bantuan mesin ini kami terima tahun 2013 lalu,” kata Arif kepada Villagerspost.com, Sabtu (7/3).
Sejurus kemudian, Arif mulai menyalakan mesin tersebut dan kemudian Rahmah bersama anggota kelompok lainnya, sibuk memasukkan gulma-gulma yang sudah dicabuti tadi ke mesin pencacah... read more..
Pangkep, Villagerspost.com – “Kelompok Usaha Rumput Laut Kalaroang”, demikian tulisan yang terpampang di sebuah rumah panggung berkelir dominan hijau muda. Saat Villagerspost.com berkunjung ke sana, Minggu (8/3) kemarin, di rumah yang juga kediaman sang pimpinan kelompok, Syarifah, tengah dihelat pertemuan antara anggota kelompok tani yang anggotanya kebanyakan adalah perempuan paruh baya yang sebagiannya sudah menjanda.
Mereka berkumpul untuk membicarakan berbagai program kelompok sekaligus bekerja mengikat bibit-bibit rumput laut yang siap untuk ditebar di laut dekat dermaga di Dusun Kekean, Desa Tamarupa, Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Kondisi pantai yang berupa tanah berlumpur sedikit menyulitkan Syarifah dan kelompoknya serta umumnya petani rumput laut di Desa Tamarupa untuk membiakkan rumput laut.
“Kami harus membiakkannya sekitar 50 meter-100 meter dari pantai ke arah sana yang airnya biru,” kata Syarifah kepada Villagerspost.com, sambil menunjuk ke arah barat dari tempat kami berdiri.
Situasi pantai di dekat dermaga Desa Tamarupa memang kurang begitu menggembirakan. Selain berlumpur saat air surut, barisan mangrove yang seharusnya... read more..
Oleh Wahyu Chandra, Makassar
Dulu, Rusman tak peduli dengan kegiatan istrinya di Kelompok Ujung Parappa. Ia kelompok ekonomi masyarakat Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa, Maros, Sulawesi Selatan. Setelah melihat antusiasme anggota–sebagian besar ibu rumah tangga–begitu besar, Rusman tertarik. Mereka yang buta aksara mulai diajar membaca, menulis dan menghitung selama enam bulan. Kelompok ini perlahan menyentuh sektor produksi. Diawali membuat makanan ringan ‘Kacang Sembunyi’. Juga kerupuk kepiting, berbasis potensi lokal desa. Bersama istrinya, Habsiah dan warga lain, Rusman membangun kelompok ini. Kerupuk kepiting sempat jatuh bangun bahkan menurun tajam. Semangat anggota kelompok sempat melemah. Lalu, muncul gagasan usaha pengupasan kepiting.
Tak disangka, usaha ini berkembang pesat di luar dugaan. Pasar terbuka lebar langsung ke nelayan, memutus rantai distribusi. Dulu, lewat pengumpul (ponggawa), ke distributor kecil, distributor besar sebelum ke eksportir. Cerita Rusman ini satu dari 10 kisah inspirasi yang ditulis dalam buku berjudul “Sipadeccengi: Saling Membangun, Saling memperbaiki”, diterbitkan Oxfam melalui program Restoring Coastal Livelihood (RCL) di Sulsel. Pada... read more..
Penulis: Enggar Paramita
Setelah sepakat untuk berkolaborasi dalam bidang agroforestri, program Agroforestry and Forestry in Sulawesi (AgFor Sulawesi) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gorontalo mengukuhkan komitmennya lewat penandatanganan Nota Kesepahaman untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pengelolaan agroforestri (kebun campur) dan kehutanan yang setara dan berkelanjutan.
Penandatanganan berlangsung di Hotel Limboto Indah, Limboto, Gorontalo, 6 November 2014, dan dihadiri oleh Asisten 2 Bupati Gorontalo, Hen Restu serta perwakilan dinas terkait. Dr James M. Roshetko, Senior Project Leader AgFor Sulawesi mengungkapkan bahwa dengan penandatanganan Nota Kesepahaman maka menyelaraskan kerja sama kedua pihak.
Asisten 2 Bupati Gorontalo, Hen Restu dalam pembukaan acara menjelaskan bahwa secara geografis, pertanian adalah salah satu sektor unggulan Kabupaten Gorontalo. “Akan tetapi masih banyak tantangan yang harus harus dicermati dan dicari solusinya, misalnya kualitas produk pertanian yang belum maksimal sehingga belum bisa diekspor, lalu cara-cara pengelolaan lahan pertanian yang selama ini dipraktikkan seringkali belum memperhatikan aspek lestari,... read more..
Oleh Tommy Apriando, Yogyakarta
Masyarakat pesisir, khususnya nelayan biasanya menggunakan pengetahuan tradisional sebagai panduan dalam kegiatan mereka di laut. Dari pengalaman turun temurun mereka telah dapat mempertimbangkan keadaan iklim, arus, migrasi burung-burung untuk menentukan tempat-tempat penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Salah satu contoh pranata sosial dilakukan oleh masyarakat Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura, Papua adalah tiyaitiki.
Tiyaitiki adalah pengetahuan mengatur, mengelola, memanfaatkan dan melestarikan sumber daya laut dan pesisir dalam konteks lokal. Hal tersebut diungkapkan Puguh Sujarta dalam disertasinya berjudul “Sistem Konservasi Titaitiki Dengan Pendekatan Biologi di Perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura”.
”Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan tiyaitiki sebagai kearifan lokal dan kaidah sistem konservasi pada umumnya serta mengkaji peran serta masyarakat sekitar perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura dalam penerapan sistem konservasi tiyaitiki,” kata Puguh dalam ujian terbuka desertasi untuk meraih gelar doktornya di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada Sabtu (28/02/ 2015) di UGM, Yogyakarta.
Puguh... read more..
Oleh Wahyu Chandra
Pagi itu, di halaman gedung berlantai empat, puluhan anak bersemangat memperagakan gerakan silat. Seorang guru memandu mereka. Setiap gerakan diikuti para murid.
Begitulah salah satu aktivitas rutin di Rumah Sekolah Cendekia, terletak di Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ia sekolah alternatif, murid-murid tak wajib berseragam.
Murid leluasa berinteraksi dengan guru dan bisa menanyakan apapun secara terbuka. “Di sekolah ini silat pelajaran wajib,” kata Ratna Juita, pembina sekaligus pendiri Cendekia kepada Mongabay, Jumat (6/2/15).
Di sekolah yang terdiri dari playgroup, TK dan SD ini, para murid mendapatkan pelajaran agar dekat dengan alam. Sebagian besar kegiatan belajar di luar ruang, bermain sambil belajar. Mereka bebas bermain tanah ataupun air. Sekolah khusus menyiapkan fasilitas itu.
“Bagi kami anak-anak tidak boleh lepas dari lingkungan sekitar, harus lebih dini diajarkan hidup harmonis dengan alam. Mereka harus mengenal becek-becek. Ada banyak permainan berkaitan dengan alam sekitar. Ada kebun tempat belajar bercocok tanam. Mereka bertani, memasak, membuat film hingga menjadi jurnalis,” katanya.
Sebagai... read more..
Jayapura, Villagerspost.com – Cokelat bagi Drs. I Made Budi M.Si, peneliti dari Universitas Cendrawasih, Papua, menyimpan kisah tersendiri yang memberikan kesan sangat mendalam dalam hidupnya. Alkisah, suatu ketika Made sedang berkunjung ke salah satu daerah pedalaman Papua. Di tengah perjalanan, mendadak mobilnya dihentikan oleh sekelompok warga berpakaian adat dan bersenjata.
Situasi seketika menjadi tegang, semua orang khawatir akan kesalamatan jiwa masing-masing. Hanya saja secara ajaib suasana mencekam mendadak cair ketika sang pemimpin kelompok warga itu menanyakan namanya. Begitu mendengar nama “Made”, sang pemimpin kelompok serta merta menurunkan senjatanya dan memeluknya.
“Pak Made terima kasih sudah banyak ajarkan warga kami bertanam kakao, warga kami sangat senang bisa diajar Bapak, sekarang kakao-nya lebih bagus,” kata Made menirukan perkataan sang pemimpin kelompok.
“Cokelat menyelamatkan nyawa saya,” kata Made. Keterlibatan Made dalam pengelolaan cokelat di Papua sendiri sebenarnya berawal dari keprihatinan yang sederhana. Dia prihatin karena petani kakao Papua belum pernah makan cokelat hasil kebunnya sendiri.
Salah satu keprihatinan Made adalah karena petani Kakao... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Cekatan, tangan Ambarwati Esti mengulas krim di atas cake warna-warni itu. Cepat, ujung-ujung jarinya bergerak mengambil strawberry dan jeruk ditas cake yang sudah disusun bertumpuk rapi. Dalam sekejap, wanita yang sempat mengenyam pendidikan di jurusan hukum sudah selesai menghias rainbow cake yang dibuat saat itu juga.
Selesai dengan rainbow cake, Ambarwati dan dua orang ibu binaannya beralih pada produk makanan yang lain. Dalam waktu singkat, bakpao isi durian, risoles, cake gulung, sudah siap dihidangkan. Sekilas, tidak ada yang berbeda dari tampilan makanan-makanan itu, rasanya pun cenderung seperti apa adanya. Perbedaan mendasar dari makanan yang dibuat oleh ibu dua anak itu adalah bahan bakunya.
Jika pada umumnya rainbow cake, cake gulung, risoles, atau bakpao menggunakan tepung gandum, maka makanan buatan CV Arum Ayu justru menggunakan tepung dari sumber pangan lokal, seperti singkong, ganyong, garut, sukun atau yang lain. Kreativitas membawa pangan lokal tidak hanya berwujud singkong atau ubi rebus tetapi justru tampil menjadi panganan modern. “Saya memulai ini atas dasar berbagi,” ujar Ambarwati dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.... read more..