Artikel/Opini
"EVEN MORE BEAUTIFUL THAN WHAT BOOKS OR PEOPLE HAVE DESCRIBED"
These are just some of the words used by two current New Zealand ASEAN Scholarships[1] (NZ-AS) Awardees from Eastern Indonesia to describe their first impressions of New Zealand. Jermi Haning, Director of BAPPEDA in Rote Ndao, NTT Province, is currently completing a PhD in Environmental Planning at Massey University, Palmerston North campus. Cornelia Matani, a Lecturer Assistant at the School of Accounting at Cenderawasih University in Jayapura, is currently completing a Masters degree in Business Studies majoring in Accounting at Massey University's Auckland campus. Bhakti interviewed them recently to find out more about their experiences both in applying for a New Zealand ASEAN Scholarship as well living and studying in New Zealand.
Deciding where to study: Each of the Awardees approached this differently. Because Cornelia was planning to do a Masters degree in accounting by research, she first surveyed all the universities in New Zealand that offered this programme and then identified those that offered a masters by research.
"I found that the University of Auckland, Massey University and... read more..
Could you tell us a bit about your background and your work at PEKKA?
I am the head of an NGO called ‘PEKKA’, or ‘Female-headed Household Empowerment’, that aims to empower women in female-headed families. PEKKA was established in 2002. We grew out of the ‘Widows Project’ an initiative kick-started by the National Commission of Violence against Women (KOMNAS Perempuan) to document the lives of widows in conflict zones. We work with about 1300 women’s groups in 19 provinces across Indonesia to strengthen their position as active citizens in society.
Why does PEKKA focus on women-headed families?
Government data shows that there are an increasing number of female-headed families, currently around 14 per cent or about nine million households. However, in our own research, we found that one in four families is a female-headed family. These families tend to be the poorest of the poor, 60 per cent of the families tend to fall into the bottom two quintiles (40 per cent) of household incomes. Of these, 46 per cent of these women are illiterate, 20–60 years old and are responsible for two to seven family members.
So when we compared our data with the government data, we... read more..
oleh Ekawati Liu and Lyla Brown
At the heart of the Millennium Development Goals (MDGs) is poverty reduction and improved welfare for the world’s poorest people, measurable by social statistics. However, it is increasingly clear that progress in basic services aimed at malnutrition, education and income has bypassed persons with disabilities . As a result, world leaders have reaffirmed their commitment for the post-MDG era to leave no one behind , including people with disabilities.
Indonesia’s commitment to ensure that people with disabilities are included in the country’s development is longstanding. The government ratified the Convention on the Right of Persons with Disabilities (CRPD) in 2011. Prior to that, it enacted Law No. 4/1997 on Disabled People and set a one per cent disability quota for companies with more than 100 employees. In 2014, Indonesia passed a law to ensure more humane treatment of people with mental illness and intellectual disabilities, outlawing the common practice of shackling . As of 2015, Indonesia has 17 laws that cite the rights of people with disabilities.
Indonesia has approached disability inclusion as a cross-sectoral issue and enacted laws... read more..
Oleh Wahyu Chandra
Tedong saleko atau kerbau dengan belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh. Harga jenis kerbau ini bisa mencapai Rp1 miliar, tergantung kondisi tanduk, belang dan ekor. Foto: Sharif Jimar
Tedong saleko atau kerbau dengan belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh. Harga jenis kerbau ini bisa mencapai Rp1 miliar, tergantung kondisi tanduk, belang dan ekor. Foto: Sharif Jimar
Bagi masyarakat Tana Toraja di Sulawesi Selatan (Sulsel), meyakini kerbau adalah kendaraan bagi arwah menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Kerbau pun memiliki kedudukan unik bagi masyarakat Toraja. Ia diternakkan dan sebagai alat pembajak sawah, sekaligus dianggap hewan sakral dan simbol status sosial.
Yoshafat, tokoh adat dari Tana Toraja, mengatakan, kerbau dinilai sesembahan tertinggi bagi masyarakat adat Toraja yang meninggal, melalui ritual rambu solo’. Rambu Solo’ ini dilakukan berhari-hari, bahkan ada berminggu-minggu, dan dihadiri ribuan warga. Salah satu ritual penting adalah penyembelihan kerbau.
Dalam kepercayaan Aluk To Dolo, atau agama Toraja kuno, rambu solo’... read more..
Indonesia is estimated to have the largest geothermal potential in the world – 27,000 megawatts, or roughly 40 percent of total global geothermal resources. But currently, only 4 percent of that potential is being used to produce electricity. Even at the current level of development, however, Indonesia is the third largest geothermal producer in the world in terms of installed capacity, following the United States and the Philippines.Many countries around the world are taking a close look once again at geothermal as an energy source that can deliver a “triple win” – clean, reliable, locally sourced – power generation. As previously blogged, a key barrier faced by geothermal developers is raising funds necessary to implement the early, riskier stages of a geothermal project. In addition, countries such as Indonesia have abundant and cheap fossil fuel alternatives such as coal, which can cost less financially if the environmental and other benefits of a clean energy source such as geothermal are not taken into consideration.
The World Bank has been working closely with the Government of Indonesia to help address these barriers and scale up the development of geothermal. The... read more..
Oleh Anton Muhajir, Bali
Tanah Lot, salah satu pusat wisata di Bali. Tiap hari 5.000-6.000 turis mengunjungi kawasan ini. Dengan cuaca pantai relatif panas, es kelapa muda jadi salah satu minuman paling laris.
Tak pelak, per hari, sekitar 1.000 batok kelapa menjadi sampah di sini. Saat sepi turis, batok kelapa minimal 800 butir. Kalau ramai bisa 2.000 butir. Batok-batok itu dari ratusan pedagang dan puluhan restoran di Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Sampah batok kelapa menumpuk. Begitu juga jenis sampah lain. Per hari, sampah mencapai 9-10 kuintal.
Jika sampah lain diangkut petugas DKP Tabanan ke tempat pembuangan akhir, tidak demikian batok kelapa. Semua dibiarkan. Pedagang-pedagang membuang begitu saja batok kelapa itu. Tidak ada yang mengolah.
Melihat sampah menumpuk, warga didukung Yayasan Korpri Universitas Warmadewa, PT Aqua Investama Lestari, dan Pemerintah Tabanan, mengolah batok-batok kelapa itu menjadi bahan bakar briket. Warga tergabung dalam Gemaripah, sebuah komunitas pengelola sampah di Tanah Lot.
“Kita harus berbuat sesuatu menangani sampah. Biar tidak saling menyalahkan,” kata Ketua Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, Ketua... read more..
Oleh Andi Fachrizal
Lahan halaman rumah sempit tak membuat Asriyadi Alexander Mering, warga Kelurahan Tanjung Hulu, Kecamatan Pontianak Timur, Pontianak, ini urung bercocok tanam. “Tak perlu mimpi besar menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi keluarga.” Begitu kata pria yang pernah aktif di dunia jurnalistik ini.
Bagaimana caranya? Mering membuat perkebunan aquaponic di halaman rumah yang sempit. Alhasil, suasana rumah menjadi sejuk, dan hijau. Kebutuhan pangan keluargapn terpenuhi bahkan menghasilkan. “Urusan dapur, amanlah. Sayur yang kita konsumsi pun semua organik. Mau makan lele atau nila, kita sudah budidaya,” katanya Selasa (1/4/14).
Mering menyulap halaman depan dan samping rumah menjadi perkebunan aquaponic skala kecil. Di bagian bawah, ada kolam ikan dari beton. Bagian atas bersusun paralon ukuran empat inchi sebagai wadah menanam aneka sayuran.
Sebenarnya, sistem perkebunan semacam ini sudah lama diadopsi sejumlah negara dengan sumber daya lahan terbatas. Ia semacam teknologi budidaya terpadu antara ikan dan tanaman. Teknologi terapan ini irit lahan dan air, hingga mudah diterapkan di perkotaan dengan lahan sempit.
Banyak keuntungan bisa dipetik dari... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Konsumsi ikan adalah salah satu solusi masalah kurang gizi di Indonesia. Apalagi, berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2002, perairan Indonesia memiliki 8500 jenis ikan atau 45% dari jumlah spesies ikan dunia. Di antara jenis ikan tersebut adalah tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, udang, dan ikan-ikan karang semisal kerapu, baronang, dan lobster yang bernilai ekonomi tinggi.
“Kita perlu menggenjot konsumsi ikan sebagai sumber protein hewani yang gampang diperoleh dan harganya terjangkau oleh masyarakat,” kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P. Hutagalung dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Sabtu (24/1).
Pemerintah sendiri, melalui Keputusan Presiden RI nomor 3 tahun 2014, telah menetapkan tanggal 21 November sebagai Hari Ikan Nasional. Hal ini untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional serta memanfaatkan potensi perikanan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia secara optimal dan lestari. Selain itu pemerintah melalui KKP juga menginisiasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) untuk... read more..
Sungguh mengagumkan melihat bagaimana perempuan di Indonesia mampu menunjukkan peran dalam menjamin keamanan pangan bagi keluarga mereka dan juga masyarakatnya di tengah tantangan akibat perubahan iklim. Jarak yang selama ini mereka tempuh telah membuat pencapaian mereka bahkan lebih menginspirasi lagi.
Contohnya pada kasus Sitti Rahmah (41) dari Desa Pitu Sungu di Pangkep, Sulawesi Selatan. Intrusi air laut membuat wilayah pertanian di sepanjang pantai tempatnya tinggal sangat sulit ditanami, dan hal itu memaksa penduduk mengubah lahan pertanian mereka menjadi tambak udang dan rumput laut.
Setelah menerima pelatihan tentang pertanian oleh Mangrove Action Project, salah satu partner Oxfam, Rahmah menyadari adalah sangat mungkin untuk tetap bercocok tanam padi di air asin. Selain itu, Rahmah, juga menyadari dia juga bisa mengajak kaum perempuan lokal dan meyakinkan mereka untuk berpartisipasi. Ketika tanah mereka menjadi produktif Rahmah dan kaum perempuan setempat mulai untuk menanam sayuran organik yang mereka jual di pasar terdekat.
Ketika cuaca tidak mendukung untuk pertanian, para perempuan itu mengalihkan hasil laut menjadi produk olahan seperti kripik. Cuaca, suplai makanan... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Perjuangan panjang Sitti Rahmah, perempuan asal Pangkep, Sulawesi Selatan dalam memberdayakan kaum perempuan lokal dan menghidupkan lahan tidur di pesisir menjadi lahan penghasil pangan, tak sia-sia. Perjuangan Sitti akhirnya berbuah penghargaan dari negara yaitu Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara yang diserahkan oleh Presiden Joko Widodo, hari ini, Jumat (16/1).
Sitti mendapat penghargaan untuk kategori Pelaku Pembangunan Ketahanan Pangan tahun 2014. Penghargaan ini diterima bersama kelompoknya yang bernama Pita Aksi, dari desa Pitusunggu, Pangkep, Sulsel. Sitti sebelumnya sudah menerima penghargaan tersebut dari tersebut dari menteri Pertanian pada tangal 26 Desember 2014 di Subang.
Selanjutnya Ibu Sitti Rahmah kembali mendapatkan undangan dari Presiden RI untuk mengikuti temu (ramah tamah) di Istana Merdeka hari ini. “Acara ini memang kelanjutan dari penghargaan kemarin, jadi semacam bincang-bincang presiden dengan para penerima penghargaan,” kata Sitti dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com.
Perjuangan Sitti bersama para perempuan di Pita Aksi memang layak diganjar penghargaan bergengsi. Sebab, pekerjaan yang dilakukan... read more..