BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Artikel/Opini

Sebagai tindak lanjut dari Kick Off Meeting dan Positioning Analysis CoE CLEAR yang dilaksanakan minggu lalu, pada tanggal 10 Desember lalu bertempat di Universitas Mataram tengah berlangsung FGD Positioning Analysis dan Penyusunan Roadmap CoE CLEAR oleh Konsorsium PETUAH. FGD ini bertujuan untuk memperoleh masukan dari peserta terkait Universitas Mataram sebagai Center of Excellent (CoE) Climate Resilience Agriculture (CLEAR) di Nusa Tenggara Barat. FGD ini dihadiri oleh beberapa perwakilan akademisi dari Fakultas Pertanian, Peternakan dan BMKG. Sebagai pengantar dari FGD dan untuk membangun pemahaman yang sama, diawali dengan presentasi dari Bapak Bambang Hari Kusumo (Universitas Mataram) mengenai Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Hubungannya dengan Keberlanjutan Pembangunan Pertanian. Beliau mengemukakan bahwa  gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia merupakan penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia... read more..
Indonesia sadar betul sebagai negara kepulauan dimana kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sumber daya alam dan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Untuk itu Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai kontribusi pada penurunan emisi GRK secara global pada tahun 2020 sebesar 26% dengan upaya sendiri jika dibandingkan dengan garis dasar pada kondisi Bisnis Seperti Biasa (BAU baseline) dan sebesar 41% apabila ada dukungan internasional dan target ini kemudian ditambah menjadi 29% untuk upaya sendiri di tahun 2015. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang merupakan pedoman perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi penurunan emisi Gas Rumah Kaca, Perpres ini mengamanatkan kepada provinsi bertanggung jawab dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 bulan sejak ditetapkannya Perpres RAN-GRK yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pedoman Penyusunan RAD-GRK merupakan panduan bagi daerah dalam menyusun rencana aksi daerah dalam upaya mencapai target... read more..
Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar diantaranya; mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energy surya 4,80 kMh/m2/hari, energy angin 3-6 m/det dan energy nuklir 3 GW (Kementerian ESDM, 2015). Potensi ini merupakan kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting untuk mendukung keberlanjutan kegiatan ekonomi. Mengingat peran strategis sumberdaya energi, pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilakukan secara berkeadilan, berkelanjutan, dan optimal agar dapat memberikan nilai tambah yang sebesar besarnya bagi kesejahteraan rakyat.  Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki potensi energi terbarukan yang cukup melimpah, di antaranya energi air, panas bumi, angin, biomassa, biogas dan surya. Khusus untuk pulau Sumbawa, potensi energi hidro mencapai 67,5 Mega Watt, selain itu Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Panas Bumi Dompu sebesar 70 MW dan WKP Sembalun 69 MW. Meskipun memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah namun pemanfaatannya baru dilakukan secara terbatas karena pertimbangan biaya dan teknologi yang terbatas.Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) Makassar... read more..
Universitas Mataram sebagai salah satu mitra konsorsium PETUAH  dalam proyek Hibah Pengetahun Hijau MCA – Indonesia yang memiliki peran sebagai pusat pengetahuan hijau terkait dengan perubahan iklim akan mengembangkan pusat keunggulan (center of excellence/CoEs) untuk Climate Resilience Agriculture (CLEAR) di Nusa Tenggara Barat.  Tantangan tentang perubahan iklim yang terjadi saat ini paling berat khususnya pada bidang pertanian. Petani selalu menggunakan bahan kimia bersifat racun bagi organisme (hama dan pathogen) penggunan pupuk dengan intensitas tinggi, tanpa pasokan unsur mikro, menyebabkan terjadinya pengurasan unsur mikro di dalam tanah, produktivitas lahan menurun (terjadi degradasi lahan), ketidak-imbangan ketersediaan unsur hara berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas produksi pertanian (bahan pangan). Cara itu terbukti tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, bahkan cenderung menimbulkan masalah baru yang lebih sulit diatasi; dan menghasilkan produk yang tidak sehat dikonsumsi (meracuni konsumen), apabila dibiarkan, secara terus menerus dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap kualitas tanah, pencemaran lingkungan dan kualitas dari hasil produksi... read more..
Bio-slurry atau ampas biogas merupakan produk dari hasil pengolahan biogas berbahan kotoran ternak dan air melalui proses tanpa oksigen (anaerobik) di dalam ruang tertutup. Meskipun di sebut dengan ampas namun Bio-slurry memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bahan dasar pembuatan pupuk cair organik, pestisida organik, pengomposan, perlindungan benih, pakan ternak, dan  sebagai campuran media tanam Jamur serta pengembangan belut, lele dan cacing sutra.Banyaknya varian yang bisa dibuat dengan berbahan baku Bio-slurry tentunya menjadi peluang usaha yang sangat potesial. Sebagai gambaran potensi pasar lokal untuk kebutuhan pupuk organik, pada tahun 2013-2014 Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur membutuhkan Pupuk Organik sebanyak 5.000 Ton. Tidak hanya itu, dengan adanya program RPL (Rumah Pangan Lestari) dibutuhkan Pupuk Organik paling sedikit 3,3 Ton per desa, di mana masing-masing desa akan membuat sebanyak 600-700 polybag. Jika petani mampu memproduksi 1 ton dalam satu bulan dan dikalikan dengan harga yang saat ini dipasaran Rp 500/kg maka akan ada pemasukan tambahan sebesar Rp. 500.000/bulan. Namun sayangnya, kebutuhan Pemerintah Daerah yang begitu besar saat ini... read more..
Salah satu komitmen pemerintah Indonesia adalah menurunkan emisi gas rumah kaca di tahun 2020 sebesar 26% hingga 41%. Salah satu keuntungan yang dimiliki Indonesia adalah memiliki lebih dari 17,500 pulau dan 8,100 km garis pantai. Dari angka tersebut menggambarkan bahwa Indonesia memiliki sumberdaya pesisir yang kaya. Dibalik fakta tersebut, ekosistem yang beragam (seperti mangrove, rumput laut, dan terumbu karang) memiliki kandungan biomassa carbon yang tinggi. Bila ekosistem ini rusak, emisi “blue carbon” akan meningkat. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan yang besar untuk pemerintah pusat dan daerah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Belum lagi efek negatif dari efek tersebut kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Oleh karena hal tersebut, Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) pada rencana pembangunan di tingkat nasional dan daerah, khususnya untuk daerah pesisir perlu didukung. Diperlukan kerangka strategis untuk menggambarkan aksi konkrit, Kebijakan, Rencana dan Program Implementasi (KRP) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan yang berpihak pada masyarakat pesisir dalam... read more..
Agroforestry and Forestry (AgFor) Sulawesi, sebuah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui sistem agroforestri dan pengelolaan sumber daya alam, kini memasuki tahap akhir implementasinya. Pada akhir bulan Oktober 2015, di Kabupaten Bulukumba sebuah lokakarya untuk strategi paska proyek AgFor dilaksanakan untuk membahas kesinambungan dampak positif kegiatan proyek AgFor. Dengan didanai oleh Departemen Luar Negeri, Perdagangan dan Pembangunan Kanada, AgFor memulai kegiatannya pada tahun 2011 di empat kabupaten, yaitu Bantaeng dan Bulukumba di provinsi Sulawesi Selatan, serta Kolaka Timur dan Konawe di provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian yang dihasilkan dan keinginan untuk menyebarluaskan dampak positif kegiatan proyek ini membuat bertambahnya wilayah kerja pada awal tahun 2014 di Jeneponto dan Gowa (Sulawesi Selatan), Konawe Selatan dan Kendari (Sulawesi Tenggara) serta kabupaten Gorontalo dan Boalemo (Gorontalo). Memasuki tahun kelima implementasinya, beberapa strategi paska proyek AgFor mulai dilakukan. Salah satunya adalah lokakarya strategi paska proyek bersama pemerintah setempat. Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk membagi hasil capaian (laporan... read more..
NTB Hijau merupakan salah satu program pembangunan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB)  yang tertuang dalam Program Kerja Gubernur. Program tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah NTB dalam menyelamatkan lingkungan dan konservasi hutan yang dilakukan mulai dari bagian hulu hingga hilir. Tidak hanya itu, Program NTB Hijau juga merupakan perwujudan dari Peraturan Gubernur (Pergub) No.51 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Bak gayung bersambut, kehadiran Blue Carbon Consortium (BCC) di NTB melalui Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi mendapatkan sambutan baik dari Pemerintah Daerah Provinsi NTB. BCC diharapkan mampu menjadi mitra dalam mewujudkan cita-cita NTB menuju daerah yang rendah emisi. Proyek yang dilaksanakan oleh BCC mendapatkan dukungan dana dari Milenium Challenge Account yang merupakan kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat. Untuk itu pada tanggal 17-18 November 2015 bertempat di Hotel Santika, Mataram, BCC melaksanakan lokakarya awal dengan tema “Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi”.  Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan... read more..
Blue Carbon Consortium (BCC) melakukan konsultasi publik sebagai bagian dari rangkaian lokakarya yang dilakukan sebelumnya. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 17-18 November 2015 bertempat di Hotel Santika, Mataram. Konsultasi Publik yang dilaksanakan melalui pendekatan Focus Group Discussion (FGD) ini bertujuan untuk menyempurnakan rancangan program yang sebelumnya telah disusun oleh Tim BCC agar segala aktivitas yang dilakukan tepat sasaran dan nyata sebagai kebutuhan daerah dan masyarakat untuk mendatangkan manfaat yang lebih besar. Lebih lanjut dijelaskan oleh BCC yang diwakili oleh Bapak Suyono, SE bahwa kebutuhan yang diidentifikasi melalui konsultasi publik ini merupakan kebutuhan yang menjadi isu bersama untuk semua SKPD di Provinsi maupun Kabupaten lokasi proyek MCA Indonesia. Bila hal ini sudah menjadi isu bersama, akan memudahkan semua pemangku kepentingan untuk membangun komitmen dan dukungan dari semua pihak. Selain itu, merupakan bagian dari tanggungjawab semua pelaku pembangunan untuk melaksanakan Peraturan Gubernur No.51 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Melalui proses ini tim BCC dapat mengetahui potensi dan kekuatan yang... read more..
Kegiatan-kegiatan para lembaga penerima hibah untuk Proyek Pengetahuan Hijau yang dilaksanakan oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia mulai terlihat di Provinsi NTB. Mitra konsorsium penerima hibah yang sudah menjalankan beberapa kegiatan di NTB adalah konsorsium yang terdiri dari Universitas Mataram, Technical Education Development Center (TEDC) dan KM Utama. Konsorsium ini akan melaksanakan kegiatan di 5 lokasi yaitu Kabupaten Lombok Utara, Barat, Tengah, Timur dan Kota Mataram. Peka Sinergi Untuk Lombok Pelatihan dan sertifikasi profesi teknologi energi terbarukan (PEKA SINERGI) untuk mengembangkan standar kompetensi nasional berbagai jenis energi baru terbarukan, memperkuat pelatihan TET baik di Universitas Mataram maupun di TEDC. Selain itu penerima hibah ini akan melakukan pelatihan untuk guru dari 12 SMK yang terpilih diseluruh kawasan Lombok dengan kegiatan sebagai berikut: Memasang peralatan di 9 SMK di Lombok, membentuk lembaga sertifikasi profesi (LSP) keitannya dengan energy terbarukan, dan mendirikan tempat uji kompetensi (TUK) di UNRAM, SMK dan TEDC Melakukan pelatihan asesor untuk kompetensi TET, dan uji coba pelatihan dan sertifikasi di UNRAM dan TEDC... read more..

Pages