Artikel/Opini
Kota GORONTALOKearifan Lokal Menjadi BekalARIS PRASETYO/ADI SUCIPTO KISSWARAIkon konten premium Cetak | 29 Juli 2015
Wali Kota Gorontalo Marthen Taha memaparkan konsep "kota cerdas" di hadapan wali kota dari sejumlah negara di tengah hajatan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April lalu. Bukanlah kecanggihan fasilitas suatu kota yang ia paparkan, melainkan ia justru mengajak mereka yang hadir untuk menengok Gorontalo pada masa lampau.Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu.
Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu.
Kota Gorontalo mempunyai nilai-nilai budaya warisan luhur nenek moyang menjadi modal menuju kota cerdas.
Modal itu berupa... read more..
Menjaga Momentum UU Desa Farouk MuhammadIkon konten premium Cetak | 3 Juli 2015 Ikon jumlah hit 128 dibaca Ikon komentar 0 komentar
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disambut antusias oleh berbagai kalangan, terutama mereka yang selama ini mengadvokasi pentingnya penguatan desa sebagai satuan terkecil masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan jauh sebelum republik ini lahir.jitet
Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memiliki hak asal-usul sebagai self governing community ataupun self local government melalui penerapan asas rekognisi dan subsidiaritas. Asas rekognisi adalah pengakuan atas hak asal-usul desa dan asas subsidiaritas adalah lokalisasi kewenangan di aras desa dan pengambilan keputusan secara lokal atas kepentingan masyarakat setempat. Original intent dari UU ini-di mana penulis menjadi anggota tim kerja mewakili DPD saat itu-memang benar-benar ingin memperkuat pembangunan di level desa dengan konsekuensi meletakkan lokus pembangunan pada satuan pemerintahan/komunitas yang paling bawah dan langsung berhubungan dengan rakyat itu.
Dengan alur pemahaman tersebut, desa dapat mengusahakan dan mengelola sumber daya ekonomi-politik,... read more..
Otonomi dan DiskriminasiRobert Endi JawengIkon konten premium Cetak | 19 Juni 2015
Terbitnya instruksi wali kota Banda Aceh belum lama ini, yang membatasi jam malam bagi perempuan berada di luar rumah, kembali "mengonfirmasi" soal serius dalam kehidupan publik kita.
Selain esensinya yang sulit dicerna nalar dan tak urgen dari sisi kebutuhan hukum setempat, kebijakan semacam ini selalu berulang muncul di bumi Tanah Rencong, seperti halnya pula terjadi di kabupaten/kota lain di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan lain-lain tempat, tanpa respons tegas dari pemerintah pusat.
Bias tafsir otonomi, di antara aneka faktor lain, tampaknya jadi sebab utama. Terlebih dalam konteks Aceh di mana berlaku status otonomi khusus dalam kadar yang melampaui skema desentralisasi asimetris yang lazim. Di sini, agenda setting tidak saja disusun untuk meresonansi kondisi spesifik dan keragaman lokal, juga menyiratkan aksentuasi yang tegas untuk berlainan dari daerah-daerah berotonomi biasa/jamak dan bahkan ingin berbeda dari kebijakan pusat. Dalam orientasi dan bobot setara, munculnya perda bernuansa agama, regulasi pengaturan perilaku dan tata busana, hingga pilih kasih politik alokasi... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Lahir dan besar dari keluarga kepala suku terpandang di kawasan Danau Sentani Papua, tak membuat hidup Agusta Kopeuwe (48) bergelimang fasilitas dan kemudahan. Ayahnya yang seorang pekerja keras dan mengerti akan pentingnya nilai pendidikan, justru menggembleng Agusta untuk bisa hidup mandiri. Sebagai seorang perempuan, Agusta–bersama seorang kakak perempuannya– cukup beruntung bisa menikmati “kemewahan” berupa kesempatan menempuh pendidikan tinggi.
“Ayah saya berpikir, kaum perempuan dalam budaya kami tidak mendapatkan bagian warisan dari orang tua, karena kalau nanti menikah pun akan mendapatkan bagian dari harta warisan suami, karena itu ayah saya membekali kami dengan pendidikan yang tinggi agar bisa mandiri,” kisah Agusta, saat ditemui Villagerspost.com, di sebuah acara yang dihelat Oxfam beberapa waktu lalu.
Lewat kesempatan mengenyam pendidikan tinggi itu pulalah, pikiran Agusta terbuka akan nasib perempuan khususnya di Papua, yang selama ini tidak beruntung dan selalu termajinalkan dalam pembangunan. “Saya berpikir, pembangunan ini seringkali malah merugikan kaum perempuan,” ujarnya.
Salah satu yang diperhatikan dari dampak... read more..
Mencerdaskan Kehidupan BangsaIkon konten premium Cetak | 5 Mei 2015
Hari Pendidikan Nasional kita peringati dengan belasungkawa yang mendalam atas kejatuhan secara kolosal mutu keterdidikan bangsa. Ukuran yang paling memilukan dari keterpurukan ini bukanlah rendahnya peringkat Indonesia dalam kemampuan baca, matematika, dan sains menurut standar Programme for International Student Assessment, melainkan pada kemerosotan mutu kecerdasan para politisi dan penyelenggara negara sebagai produk pendidikan.Yudi Latif
Demokrasi tanpa kecerdasan adalah kegaduhan dalam kebutaan. Situasi ini melen- ceng jauh dari imperatif konstitusi kita. Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung "empat pokok pikiran" haluan negara sebagai transformasi nilai-nilai Pancasila.
Pertama, negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Keempat, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan... read more..
Penulis: daeng iPul <ipul.ji@gmail.com>
“Coba lihat, mereka semua bukan pemuda asli Papua.” Kata Joshua Wanda, seorang pria asal Manokwari. Saat itu kami sedang asik duduk bercengkerama di sebuah tempat makan yang menghadap ke laut di kota Sorong, Papua Barat.
Mereka yang dimaksud oleh Joshua-kami biasa menyapanya kakak Roy-adalah sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam Forum Anak Muda Kota Sorong. Sore itu mereka melakukan kegiatan di tempat yang sama, duduk berkelompok di meja sekira 3 meter dari tempat kami duduk.
Saya memperhatikan anak-anak muda itu, mereka memang tidak tampak sebagai orang Papua. Kulit mereka lebih terang dengan rambut yang lebih lurus. Beberapa dari mereka memang berkulit agak gelap dengan rambut keriting, tapi saya menduga mereka orang Ambon atau Timor, bukan Papua.
“Sangat sulit mendorong teman-teman asli Papua untuk aktif di forum-forum seperti ini.” Kata kakak Roy melanjutkan. Asap tipis menghambur dari bibirnya, tertiup angin laut. Matahari baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Kakak Roy menyentuhkan rokok putihnya ke asbak, membuang abunya lalu berkata. “Mereka bukannya tidak punya potensi. Saya tahu ada banyak anak-... read more..
Penulis: daeng iPul <ipul.ji@gmail.com>
Mobil Toyota Avanza yang kami tumpangi berhenti sejenak dan menepi. Saya dan Jeni- kawan yang menemani selama di Papua- turun sejenak meluruskan kaki. Kami menikmati air terjun kecil yang tumpah di sisi kiri jalan, di sebelah kanan pemandangan teluk Demta begitu menawan. Keindahan alam itu tak luput kami potret, lumayan menyegarkan setelah perjalanan panjang yang tak nyaman.
Hari itu kami berdua diantar seorang supir berdarah Flores menuju kampung Yaugapsa di distrik Demta, Kabupaten Jayapura. Jarak kampung Yaugapsa sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya sekira 120 km sebelah Timur kota Jayapura. Kira-kira sama dengan jarak kota Makassar ke Bantaeng. Bedanya, jarak sejauh itu harus kami lalui dengan susah payah karena jalanan yang tak beraspal.
Sepanjang jalan mobil bergoyang tidak karuan, seakan mengikuti irama dangdut yang mengalun dari tape mobil. Jalanan dipenuhi batuan dan tanah coklat. Beberapa jalan memang sudah diaspal halus dan lumayan nyaman dilewati, tapi hanya beberapa kilometer. Sisanya, rusak dan berbatu. Saya membayangkan sulitnya melewati jalan itu di musim hujan ketika tanah menjadi lebih basah dan licin.
Sekira 4 jam... read more..
Air Bersih NegerikuMinggu, 22 Maret 2015 07:25 WIBOleh Budi SetiawantoAir Bersih Negeriku
Jakarta (ANTARA News) - Apa yang terpikirkan tiap memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret? Salah satunya pasti soal ketersediaan air bersih.
Apalagi Peringatan Air Sedunia (World Water Day) 2015 bertema "Air dan Pembangunan Berkelanjutan" (Water and Sustainable Development).
Hari Air Sedunia adalah sebuah kampanye global pentingnya air bagi kehidupan serta perlindungan dan pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan. Peringatan itu ditetapkan melalui Resolusi PBB Nomor 147/1993 dan mulai tahun itu diperingati per tahun di seluruh dunia.
Indonesia masih mengalami persoalan dalam ketersediaan air bersih. Sepanjang tahun banyak wilayah di Indonesia mengalami masalah ini.
Pada musim kemarau, sumber air menjadi kering sedangka pada musim penghujan di daerah-daerah yang mengalami banjir kerap mencemari air bersih.
Air bersih merupakan sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau untuk kegiatan sehari-hari.
Menurut badan dunia, UNICEF dan WHO, Indonesia masuk dalam 10 negara yang sebagian penduduknya tidak mempunyai akses ke sumber air... read more..
Kota CerdasHidup Layak di Kota BimaSiwi Yunita CahyaningrumIkon konten premium Cetak | 10 April 2015 Ikon jumlah hit 16 dibaca Ikon komentar 0 komentar
Tepat Jumat, 10 April ini, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, menginjak usia yang ke-13. Di usia dini itu, Bima mampu bertransformasi menjadi kota berkembang dan layak huni. Pantai Kolo, Teluk Bima, misalnya, sudah bertransformasi dari kawasan kumuh menjadi kawasan wisata ramah keluarga. Dari teluk itu bisa terlihat jelas Kota Bima.
Senyum Hasanudin (42) mengembang, hari itu, Senin (6/4) sore. Ia bebas menikmati liburannya di tepian Teluk Bima. "Dulu kami enggan kemari, isinya sampah tidak nyaman rasanya. Kini sudah lebih bersih dan sudah ada gazebo untuk duduk menikmati pantai. Anak-anak pun aman bermain di sini gratis kapan pun kami mau," kata Hasanudin yang membawa serta tiga anaknya bermain di pantai.
Seperti orangtua lain, Hasanudin menghabiskan waktu di pantai. Dari jauh ia memperhatikan anak-anaknya di pantai. Beberapa pemuda asyik mendengarkan musik sambil memandang Bima dari kejauhan.
Kota Bima dengan latar belakang pegunungan terlihat jelas dari bentangan teluk. Kota itu hanya dihiasi beberapa bangunan tinggi, tetapi di... read more..
TAMBORA MENYAPA DUNIATambora Menyapa Dunia: Saatnya Pariwisata Menjadi BerkahOLEH : NINUK M PAMBUDY, AGNES S PANDIA, KHAIRUL ANWARSiang | 2 April 2015 19:08 WIB
Ainun (40) pada Selasa (17/3) sekitar pukul 17.00 duduk santai di depan alat tenun gedogannya di teras toko koperasi Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Begitu melihat tamu mendekat, dia langsung memasang tali alat tenun di pinggangnya dan melanjutkan menenun songket corak subhanale.Puluhan ribu warga kota Dompu, Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian acara menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora meletus pada April 1815, menyebabkan sekitar 71.000 orang meninggal dan suara dentumannya terdengar hingga Sumatera. KOMPAS/YUNIADHI AGUNGPuluhan ribu warga kota Dompu, Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian acara menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora meletus pada April 1815, menyebabkan sekitar 71.000 orang meninggal dan suara dentumannya terdengar... read more..