Penulis: daeng iPul <ipul.ji@gmail.com>
“Coba lihat, mereka semua bukan pemuda asli Papua.” Kata Joshua Wanda, seorang pria asal Manokwari. Saat itu kami sedang asik duduk bercengkerama di sebuah tempat makan yang menghadap ke laut di kota Sorong, Papua Barat.
Mereka yang dimaksud oleh Joshua-kami biasa menyapanya kakak Roy-adalah sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam Forum Anak Muda Kota Sorong. Sore itu mereka melakukan kegiatan di tempat yang sama, duduk berkelompok di meja sekira 3 meter dari tempat kami duduk.
Saya memperhatikan anak-anak muda itu, mereka memang tidak tampak sebagai orang Papua. Kulit mereka lebih terang dengan rambut yang lebih lurus. Beberapa dari mereka memang berkulit agak gelap dengan rambut keriting, tapi saya menduga mereka orang Ambon atau Timor, bukan Papua.
“Sangat sulit mendorong teman-teman asli Papua untuk aktif di forum-forum seperti ini.” Kata kakak Roy melanjutkan. Asap tipis menghambur dari bibirnya, tertiup angin laut. Matahari baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Kakak Roy menyentuhkan rokok putihnya ke asbak, membuang abunya lalu berkata. “Mereka bukannya tidak punya potensi. Saya tahu ada banyak anak-anak muda Papua yang berpotensi. Sayangnya, mereka kurang percaya diri. Kebanyakan juga hanya mau aktif di forum yang bersifat bisnis dan mendatangkan keuntungan.”
Kami lalu larut dalam obrolan panjang tentang anak-anak muda Papua Barat. Angin laut makin dingin membelai wajah.
Kakak Roy dan Mila istrinya aktif di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Barat dan juga Youth Forum kota Manokwari. Youth Forum adalah sebuah organisasi nirlaba yang menghimpun berbagai komunitas dan organisasi anak muda di kota Manokwari Papua Barat.
Pemuda Manokwari dan Papua Barat pada umumnya sama saja dengan pemuda lain di seluruh Indonesia atau bahkan di seluruh dunia. Mereka adalah anak-anak muda yang punya energi besar, punya potensi besar untuk membangun daerah mereka. Sayang, beragam masalah klasik masih membelit anak-anak muda itu, menutupi banyak potensi mereka dan membuat mereka sulit berkembang.
Masalah utama yang dihadapi anak-anak muda Papua Barat (dan juga Papua) adalah penyalahgunaan alkohol. Konsumsi alkohol yang berlebihan membuat mereka terjebak dalam beragam masalah yang semakin pelik. Tingkat penyalahgunaan alkohol di kalangan anak muda Papua Barat dan Papua secara umum jauh melebihi kota Jakarta yaitu 25.9% berbanding 8.8%. Data ini diperoleh dari PBS tahun 2011.
Konsumsi alkohol yang berlebihan membuat anak-anak muda itu lalu terjurumus ke masalah-masalah yang lekat dengan kriminalitas mulai dari penjambretan, pencopetan, perampokan sampai perkelahian yang berujung pada hilangnya nyawa. Masalah lainnya, ketika mabuk anak-anak muda pria biasanya akan memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seks yang beresiko tanpa pengaman. Ujung-ujungnya anak muda perempuan menjadi korban karena kehamilan yang tidak diinginkan. Kalau menolak, mereka biasanya akan jadi korban kekerasan dari pasangannya yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol.
Hubungan seks beresiko tanpa pengaman dan berganti-ganti pasangan ini juga jadi pemicu utama tingkat penyebaran HIV AIDS yang sampai saat ini masih jadi masalah utama di Papua dan Papua Barat.
Data USAID tahun 2012 menunjukkan kalau di kalangan anak muda usia 16-24 tahun, kemungkinan terpapar HIV AIDS mencapai angka 3%, angka yang sangat jauh dibandingkan angka nasional yang hanya 0.2%. Kurangnya informasi tentang kesehatan seksual yang dipadukan dengan penyalahgunaan alkohol menjadi pemicu utamanya.
*****
“Kami kekurangan tempat untuk berkumpul yang layak. Anak-anak muda Manokwari akhirnya banyak berkumpul di tempat-tempat sepi, kadang berakhir dengan minum-minum sampai mabuk. Ujung-ujungnya banyak yang jadi pengacau.” Kata Diego Tulung, pria berdarah Manado yang lahir dan besar di Manokwari.
Diego menunjuk satu tempat nongkrong yang berada di kawasan perbukitan di tepi kota Manokwari. Tempat itu sebenarnya halaman depan sebuah kantor pemerintahan, di dindingnya ada banyak coretan cat semprot yang sepertinya dibuat oleh orang-orang iseng. Kalau malam tempat itu sepi dan gelap karena tidak ada lampu jalan.
Diego mengeluhkan kurangnya tempat bersantai dan berkumpul yang layak untuk anak-anak muda di Manokwari. Menurutnya, tempat seperti itu sangat dibutuhkan oleh anak-anak muda agar mereka bisa berkumpul dengan sesamanya, anak-anak muda yang punya beragam ide dan energi. Tempat yang layak dan saluran yang pas menurut Diego bisa membuat mereka anak-anak muda itu berakhir pada kegiatan-kegiatan positif yang membantu mereka mengoptimalkan potensi.
Diego yang juga aktif di KPA dan Youth Forum Papua Barat bercerita banyak tentang kondisi mereka, anak-anak muda Papua Barat. Dari Diego dan teman-temannya juga saya baru tahu kalau ternyata diskriminasi terhadap anak-anak muda di Papua Barat dalam urusan kesehatan ternyata sangat terasa.
Buat anak-anak muda di kota lain, mendatangi pusat layanan kesehatan mungkin adalah hal yang biasa. Tapi tidak di Papua Barat. Anak-anak muda yang mendatangi pusat layanan kesehatan akan menjadi sorotan masyarakat sekitar, utamanya dari mereka yang lebih tua. Alasannya, anak muda yang mendatangi pusat layanan kesehatan pastilah anak muda yang bermasalah, bisa jadi dia mengidap HIV AIDS. Sungguh sebuah stigma yang menyesatkan.
Stigma itu pula yang membuat banyak anak muda Papua Barat enggan untuk berurusan dengan pusat layanan kesehatan, bahkan sekadar untuk mencari informasi saja. Mereka tidak nyaman dengan tatapan mata orang-orang yang seakan menghakimi. Sayangnya, perlakuan itu bukan hanya datang dari warga biasa, tapi juga oleh beberapa petugas kesehatan.
“Anak-anak muda juga butuh tenaga kesehatan yang ramah remaja. Supaya mereka bisa nyaman untuk mencari tahu tentang isu kesehatan, utamanya kesehatan reproduksi.” Kata Meilan, remaja berdarah Toraja yang merasa Manokwari adalah tanah asalnya karena lahir dan besar di sana.
Ucapan Meilan seperti membenarkan kata-kata Diego, tentang bagaimana anak-anak muda harus mendapat perhatian lebih dari mereka yang lebih dewasa, utamanya yang punya kuasa untuk menentukan kebijakan. Pelayanan kesehatan yang ramah remaja diyakini Meilan dan Diego bisa membantu anak-anak muda itu mengenal alarm bahaya di sekitar mereka, utamanya yang berhubungan dengan kesehatan.
*****
Anak-anak muda, dimanapun asalnya adalah aset penting suatu daerah dan suatu bangsa. Tanpa anak-anak muda yang sehat, cerdas dan berani mengambil peran maka mustahil sebuah daerah atau bangsa punya masa depan yang cerah. Sayangnya, keberadaan mereka sering terlupakan. Anak-anak muda kadang lebih gampang ditempeli label perusuh, suka menentang dan label negatif lainnya tanpa ada usaha lebih untuk mencari tahu apa masalah mereka.
Papua Barat mengalami perkembangan penting dalam satu dekade terakhir setelah resmi menjadi provinsi baru. Sayang kalau perkembangan besar itu tidak diikuti dengan perhatian lebih kepada anak-anak mudanya. Karena seperti yang diucapkan kakak Roy, anak-anak Papua Barat juga punya potensi. Mereka hanya belum diberi saluran yang tepat untuk mengembangkan potensi itu.
- Log in to post comments
- 1004 reads