TAMBORA MENYAPA DUNIA
Tambora Menyapa Dunia: Saatnya Pariwisata Menjadi Berkah
OLEH : NINUK M PAMBUDY, AGNES S PANDIA, KHAIRUL ANWAR
Siang | 2 April 2015 19:08 WIB
Ainun (40) pada Selasa (17/3) sekitar pukul 17.00 duduk santai di depan alat tenun gedogannya di teras toko koperasi Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Begitu melihat tamu mendekat, dia langsung memasang tali alat tenun di pinggangnya dan melanjutkan menenun songket corak subhanale.
Puluhan ribu warga kota Dompu, Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian acara menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora meletus pada April 1815, menyebabkan sekitar 71.000 orang meninggal dan suara dentumannya terdengar hingga Sumatera. KOMPAS/YUNIADHI AGUNGPuluhan ribu warga kota Dompu, Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian acara menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora meletus pada April 1815, menyebabkan sekitar 71.000 orang meninggal dan suara dentumannya terdengar hingga Sumatera.
Ibu beranak empat ini adalah satu dari ratusan perempuan Sukarara yang menjadikan tenun sebagai mata pencarian. Di Sukarara, sekitar 25 kilometer dari Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat (NTB), dan di desa-desa tenun di Lombok, anak perempuan belajar menenun sejak usia 14 tahun.
Di kampung adat Sasak di Dusun Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Karnia (33) sigap menawarkan kain-kain tenun. Kain setengah jadi bercorak rangrang terpasang di alat tenunnya. Hampir semua rumah di Sade menjajakan kain tenun di depan rumah. Kain rangrang mulai ditenun sejak dua tahun lalu seiring naiknya popularitas tenun bercorak geometris dalam warna-warni cerah itu di kalangan turis domestik. Di sana juga ditenun selendang dengan benang lungsi berbagai warna yang terlihat lebih modern.
Di Dusun Prawira, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, yang dihuni 120 orang dalam 40 keluarga, warga berusaha mempertahankan kebiasaan yang diajarkan tetua dusun. HR Mekarta Jaya (50) menuturkan asal nama dusunnya yang menjadi tempat tinggal para perwira Jepang saat Perang Dunia II.
Warga tidak terlalu paham sejarah dusun yang dikelilingi pagar tembok, meskipun masih mempertahankan adat. Balai tempat berkumpul (berugak) tetap terbuat dari kayu meski rumah-rumah sudah berdinding tembok. Ada museum kecil tempat menyimpan benda-benda peninggalan tetua dusun. Masjid terbuat dari tembok dan satu tiang asli dari kayu dipertahankan.
Peramban Anda tak mendukung markah video
00:00:00
KOMPASPusat kota Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang sehari-harinya sepi berubah semarak dengan lautan manusia, Rabu (1/4). Sejak pagi, puluhan ribu orang berbondong-bondong menuju ke pendopo Kabupaten Dompu untuk berpawai dalam rangka pembukaan peringatan 200 tahun letusan Gunung Tambora.
Turis disuguhi permainan gasing atau diajak panen ke sawah di pinggir desa. Kebiasaan ziarah ke makam leluhur tetap dilakukan sebagai wujud syukur kepada Sang Maha Pencipta. "Membersihkan dari hal-hal tidak baik. Diadakan setahun sekali," kata Mekarta Jaya.
Berubah
Pemerintah Provinsi NTB bertekad menjadikan pariwisata salah satu motor perekonomian daerah, sejalan dengan program pemerintah pusat. Target 2015 ada 1,7 juta-2 juta wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara. Peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora menjadi momentum memperkenalkan wisata Sumbawa dan Lombok.
Keinginan itu tak berlebihan. NTB memiliki pantai indah. Pasirnya putih dan lautnya jernih, di beberapa tempat ombaknya besar sehingga menjadi tujuan peselancar dunia, seperti di Gerupuk, Lombok Tengah. Pantai NTB juga menjadi tempat budidaya mutiara dan rumput laut, sementara sabana Sumbawa adalah lahan luas untuk ternak sapi. Ketiganya menarik bagi turisme jika dikelola dengan baik.
Budaya masyarakat NTB juga unik. Di Lombok yang berjuluk "Pulau Seribu Masjid", sejumlah desa masih mempertahankan tata hidup nenek moyang, seperti di dusun adat Sade. Bentuk rumah asli dipertahankan dengan lantai tanah dikeraskan dan atap daun kelapa.
Puluhan ribu warga Kota Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian kegiatan untuk menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Puncak perayaan akan dilakukan di Doro Ncanga, kaki Gunung Tambora, 11 April mendatang.KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Puluhan ribu warga Kota Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian kegiatan untuk menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Puncak perayaan akan dilakukan di Doro Ncanga, kaki Gunung Tambora, 11 April mendatang.KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pariwisata membawa perubahan. Tetua Dusun Sade akhirnya membolehkan turis masuk ke dusun, bahkan hingga ke dalam rumah. Cara membersihkan lantai rumah memakai kotoran sapi atau kerbau untuk menyerap debu dikomodifikasi sebagai daya tarik turis. Juga ziarah ke makam leluhur.
Menenun menjadi mata pencarian yang dijajakan kepada turis, termasuk cara memintal dan mewarnai benang hingga proses menenun. Di Sade, corak rangrang banyak ditenun sejak dua tahun terakhir karena lebih cepat terjual dan lebih mudah membuatnya daripada songket tradisional corak keker, misalnya. Karnia bisa menyelesaikan dua kain rangrang dalam sebulan dengan harga Rp 300.000 per helai. Sementara menenun songket corak keker butuh satu sampai satu setengah bulan meskipun harganya Rp 750.000.
Di Dusun Prawira, motor akhirnya diizinkan masuk ke halaman dusun meski tetap terlarang melintas di atas jalan bersemen yang membelah dusun. Dusun ini dinobatkan pada 2010 menjadi dusun wisata oleh manajemen sebuah hotel jaringan global sebagai hiburan bagi tamu hotel yang ingin menemukan "otentisitas" desa-desa Lombok. Narasi desa pun disusun kembali oleh tokoh-tokoh setempat.
Puluhan ribu warga Kota Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian kegiatan untuk menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Puncak perayaan akan dilakukan di Doro Ncanga, kaki Gunung Tambora, 11 April mendatang.KOMPAS/YUNIADHI AGUNGPuluhan ribu warga Kota Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan mengenakan baju adat berpartisipasi dalam pawai budaya Tambora Menyapa Dunia, Rabu (1/4). Pawai budaya ini membuka rangkaian kegiatan untuk menyambut 200 tahun letusan Gunung Tambora. Puncak perayaan akan dilakukan di Doro Ncanga, kaki Gunung Tambora, 11 April mendatang.
Namun, perubahan paling drastis adalah kepemilikan tanah. Ribuan hektar lahan rakyat di sepanjang pantai dan gili di Lombok sudah berpindah tangan ke tangan investor, sebagian besar dari luar NTB. Kini, mereka menjadi penjaga tanah, restoran, dan hotel yang lahannya sebelumnya milik mereka karena kebanyakan tidak memiliki cukup keterampilan bekerja di industri jasa pariwisata.
Dari dan untuk masyarakat
Dampak tak diinginkan dari pariwisata diingatkan peneliti dan pengajar pariwisata di Universitas Mataram, Akhmad Saufi. Dia mencontohkan, di kawasan ekonomi khusus Mandalika, Lombok Tengah, sudah 20 persen lahan berpindah ke tangan investor, tetapi belum dibangun. Hal ini menimbulkan masalah sosial. Pemilik tanah telanjur kehilangan aset, sementara mata pencarian baru tak tersedia.
"Di Sade, rumah adat dipertahankan. Tetapi, itu kemiskinan yang dijual sebagai keaslian. Apakah keaslian sama dengan kemiskinan?" gugat Saufi.
Rasa prihatin juga dirasakan Nursida Syam (36), Koordinator Klub Baca Perempuan (KBP) dan Sekolah Alam Negeri di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. "Kabupaten Lombok Utara menjadi bidikan wisata NTB. Kami menyiapkan masyarakat agar cerdas menyikapi perkembangan ini," kata Ida, panggilan Nursida.
Dia dan jaringan komunitas KBP mengajak petani memproduksi sayuran dan mendorong pemerintah daerah mewajibkan hotel dan restoran membeli produk lokal. KBP juga memfasilitasi kegiatan saling belajar bertani organik di antara petani, mengenalkan daur ulang sampah plastik yang mulai menjadi masalah karena pariwisata, serta bersama komunitas seniman menghidupkan seni musik dan tari khas Lombok.
"Kami menyosialisasikan agar warga tidak mudah menjual tanah. Kami mencari jalan supaya pemodal besar dan masyarakat sama-sama mendapat manfaat, mungkin melalui sistem sewa," kata Ida.
Saufi melalui kelompok peduli wisatanya mengajak pemerintah provinsi menumbuhkan pariwisata inklusif, mengajak masyarakat berperan spontan.
Adat dan budaya adalah aset pariwisata, tetapi juga benteng menghadapi perbenturan dengan arus modal dan budaya luar. Namun, benteng itu hanya berfungsi dan pariwisata menjadi berkah jika adat budaya menjadi nilai yang dihidupi sehari-hari dan perkembangan pariwisata menyatu dengan masyarakat lokal.
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/04/02/Tambora-Menyapa-Dunia-Saatnya-Pariwisata-Menjadi-B
- Log in to post comments
- 700 reads