BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kearifan Lokal Menjadi Bekal

Kota GORONTALO
Kearifan Lokal Menjadi Bekal
ARIS PRASETYO/ADI SUCIPTO KISSWARA
Ikon konten premium Cetak | 29 Juli 2015

 

Wali Kota Gorontalo Marthen Taha memaparkan konsep "kota cerdas" di hadapan wali kota dari sejumlah negara di tengah hajatan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April lalu. Bukanlah kecanggihan fasilitas suatu kota yang ia paparkan, melainkan ia justru mengajak mereka yang hadir untuk menengok Gorontalo pada masa lampau.
Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu.

Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu.

Kota Gorontalo mempunyai nilai-nilai budaya warisan luhur nenek moyang menjadi modal menuju kota cerdas.

Modal itu berupa kearifan lokal yang dipertahankan turun-temurun. Modal itu diantaranya linula (kekeluargaan), ilomata (prestasi), tayade (saling berbagi), tolianga (empati), huluya (gotong royong), dan dulohupa (demokrasi). Apabila dipertahankan dan diterapkan, kearifan lokal itu menjadi jembatan untuk menjadikan Kota Gorontalo sebagai kota cerdas.

Marthen beberapa saat lalu di Gorontalo mengungkapkan, Kota Gorontalo memang belum seperti kota maju dan kota cerdas di Jawa. "Namun, kami memiliki modal kearifan lokal untuk mewujudkan kota cerdas itu," ujarnya.

Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat itu diintegrasikan dengan konsep kota cerdas sehingga menjadi peranti untuk menyelesaikan masalah kemasyarakatan melalui pelayanan ataupun penyediaan fasilitas yang dibutuhkan. Konsep cerdas di bidang ekonomi didekati dengan tayade, berupa bimbingan usaha, pemasaran produk, dan diversifikasi usaha.

Nantinya pendataan usaha warga diiringi pengembangan produk berbasis online dan penjaminan kredit dalam permodalan. Dalam upaya mengembangkan ekonomi masyarakat, setiap usaha kecil dan menengah (UKM) menerima bantuan Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta. Hingga kini, sekitar 200 UKM sudah menerima bantuan dana itu.

Cerdas di bidang lingkungan dilandasi konsep tolianga. Upaya yang ditempuh di antaranya dengan pelayanan taman hijau, kota layak anak, efisiensi energi, pengolahan sampah, pengendalian banjir, dan pengolahan air minum.

Huluya bisa diterapkan untuk menata becak bermotor yang berlebih, video lokasi kemacetan, dan pengaturan perparkiran. Dulohupa bisa dipraktikkan dalam kehidupan berdemokrasi, penataan lingkungan yang nyaman dan tersedia bandwith, pembelajaran di taman, dan pembelajaran budaya dan seni.
Marthen menyadari Kota Gorontalo belum sampai pada kategori kota cerdas apabila patokannya adalah ketersediaan daya dukung infrastruktur yang memadai. Apalagi, kalau kota cerdas itu dipersempit sebagai kota berbasis cyber media dan teknologi informasi.

Meskipun demikian, ia memiliki mimpi mewujudkan cyber city. Seluruh satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo akan terhubung dalam jaringan (online). Rencana induk (masterplan)-nya sudah dalam tahap pelelangan.

"Jika seluruh satuan kerja di lingkungan Pemkot Gorontalo terhubung secara online, akan terjadi kemudahan dalam akses data atau berbagi data. Siapa saja yang memerlukan informasi bisa mengaksesnya lewat komputer di tiap kantor," kata Marthen lagi.

Masyarakat pun bisa mengakses informasi yang diperlukan, termasuk dalam hal pengurusan administrasi kependudukan atau yang berkaitan dengan administrasi usaha bisnis secara online. "Apabila sudah terwujud, kalau saya ingin tahu berapa warga saya yang sakit atau meninggal per hari ini, saya bisa mencari informasinya lewat komputer," ujar Marthen.

Masyarakat yang mengeluhkan layanan pemerintahan juga bisa melapor langsung di layanan yang tersambung ke komputer di ruang kerja wali kota. Semua bisa dipantau secara cepat dan praktis, keluhan bisa segera ditindaklanjuti.

Dari lahir sampai mati

Marthen bersama Wakil Wali Kota Charles Budi Doku mengusung delapan program unggulan, berupa program gratis dari lahir sampai mati. Kedelapan program itu adalah gratis biaya persalinan, gratis biaya pembuatan akta kelahiran atau kartu identitas penduduk dan kartu keluarga, gratis biaya kesehatan, gratis biaya pendidikan hingga tingkat SMA, gratis biaya izin usaha, gratis pembiayaan usaha kecil, gratis biaya nikah, dan gratis biaya pemakaman.
Berita Terkait
Gorontalo Menuju Kota Jasa [Konten premium] Cetak | 29 Juli 2015

Program itu dituangkan dalam wujud kartu bertanda khusus yang disebut Kartu Sejahtera. Saat ini tercatat sekitar 20.000 keluarga sudah menerima kartu pintar itu, dari sekitar 59.000 keluarga yang ada. Pada 2015 disiapkan anggaran Rp 30 miliar untuk program delapan gratis itu dan pembagian Kartu Sejahtera untuk ditargetkan tuntas untuk seluruh keluarga di Kota Gorontalo.

Data dalam kartu itu mencakup nama kepala keluarga, nama anggota keluarga lengkap dengan tanggal lahir dan pendidikannya. Apabila salah satu anggota keluarga sakit, cukup membawa kartu itu untuk mendapatkan layanan gratis.

Begitu pula untuk mendapatkan bantuan biaya pemakaman, salah satu anggota keluarga atau ahli warisnya bisa mengambilnya. "Ini lebih praktis karena basis data tersimpan dalam satu kartu," kata Marthen.

Bukan beban orang lain

Akademisi dari Universitas Negeri Gorontalo, Suleman Bouti, berpendapat, yang terpenting itu pemerintah daerah bisa menciptakan kemandirian warga. Setiap orang didorong menciptakan satu manusia saja yang hidupnya tidak menjadi beban orang lain.

"Pemerintah tinggal memfasilitasi agar setiap warga bekerja keras dan meraih prestasi terbaiknya. Cukup sediakan yang dibutuhkan warga dan berikan keteladanan," kata Suleman.

Budayawan Gorontalo, Alim S Nidoe, memaparkan, nilai-nilai lokal yang berkembang di Gorontalo masih bisa diadopsi hingga kini. Nilai itu antara lain ilomata, yaitu setiap orang harusnya giat dan tekun sesuai bidang masing-masing agar menghasilkan karya yang agung di bidang pekerjaan apa pun yang digelutinya.

Konsep tolianga atau saling menyayangi juga relevan diterapkan dalam solidaritas sosial dan empati seperti dalam bantuan pemakaman untuk meringankan beban ahli waris. Dulohupa diaplikasikan dalam mengutamakan musyawarah mufakat, saat pengambilan keputusan tidak mengenal pungutan suara. Kearifan lokal itu tak lekang oleh zaman dan bisa menjadi modal besar untuk mewujudkan Gorontalo menjadi kota cerdas secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/29/Kearifan-Lokal-Menjadi-Bekal