Salah satu komitmen pemerintah Indonesia adalah menurunkan emisi gas rumah kaca di tahun 2020 sebesar 26% hingga 41%. Salah satu keuntungan yang dimiliki Indonesia adalah memiliki lebih dari 17,500 pulau dan 8,100 km garis pantai. Dari angka tersebut menggambarkan bahwa Indonesia memiliki sumberdaya pesisir yang kaya. Dibalik fakta tersebut, ekosistem yang beragam (seperti mangrove, rumput laut, dan terumbu karang) memiliki kandungan biomassa carbon yang tinggi. Bila ekosistem ini rusak, emisi “blue carbon” akan meningkat. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan yang besar untuk pemerintah pusat dan daerah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Belum lagi efek negatif dari efek tersebut kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
Oleh karena hal tersebut, Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) pada rencana pembangunan di tingkat nasional dan daerah, khususnya untuk daerah pesisir perlu didukung. Diperlukan kerangka strategis untuk menggambarkan aksi konkrit, Kebijakan, Rencana dan Program Implementasi (KRP) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan yang berpihak pada masyarakat pesisir dalam mengelola sumber daya mereka.
Konsorsium Karbon Biru adalah salah satu dari penerima hibah pengetahuan hijau dari Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia yang mencoba mendampingi pemerintah daerah dan masyarakat pesisir untuk mengatasi tantangan tersebut. Bentuk dukungan dimulai dengan melakukan Workshop Pendahuluan Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumber Daya Pesisir Rendah Emisi di Sumba Barat Daya yang sudah dilaksanakan pada tanggal 25 -26 November 2015.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan kegiatan proyek di 4 daerah di Pulau Sumba, sehingga proyek benar-benar memberi manfaat pada masyarakat dan menghasilkan kesepakatan lokasi Proyek Karbon Biru di 4 Kabupaten sekaligus berharap ada masukan dari para pihak yang hadir untuk teknis pelaksanaan kegiatan proyek kedepannya.
Dalam sambutannya, Bupati Sumba Barat Daya secara khusus menekankan aspek pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam kegiatan tersebut haruslah mendukung pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, tambahnya, Pemda berkomitmen untuk mendukung program dan berharap para pelaku program dapat membangun komunikasi yang baik dari tingkat desa sampai provinsi.
Workshop ini diisi dengan penyampaian materi oleh Program Manager Konsorsium Karbon Biru, Bapak Prianto Wibowo yang memaparkan informasi tentang kegiatan Konsorsium Karbon Biru di Pulau Sumba, serta materi oleh Kepala Seksi Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang mewakili Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTT, Bapak Izank Angwarmuse. Acara selanjutnya, workshop menggunakan pendekatan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan usulan yang konkrit dari peserta.
Ternyata dari hasil FGD, banyak usulan-usulan konkrit yang diajukan oleh para peserta. Disini para peserta menyadari potensi dan aset yang mereka miliki. Daripada menunggu bantuan dari pihak lain, para pserta FGD sepakat untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki dan memanfaatkan peluang tersebut untuk mengatasi tantangan di daerah mereka, khususnya yang berhubungan dengan permasalahan tatanan sumber daya di daerah pesisir yang berakibat pada pemeliharaan lingkungan alam yang berkelanjutan.
Beberapa contoh usulan yang mereka buat adalah peningkatan kapasitas di bidang budidaya atau sumber daya perikanan dengan mengoptimalisasi tambak bandeng yang sudah ada. Selanjutnya mereka menginginkan peningkatan kuantitas dalam penanaman mangrove yang selama ini sudah rutin dilakukan. Harapannya bila ada peningkatan untuk kegiatan tersebut, masyarakat akan mendapatkan pengetahuan mengenai aspek-aspek pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem mangrove.
Peserta juga menyadari bahwa keterampilan ibu-ibu nelayan juga perlu ditingkatkan untuk mendorong peningkatan ekonomi lokal, dimana ibu-ibu bisa mengelola hasil kelautan lebih baik. Selan itu, masyarakay sadar bahwa mereka juga memiliki potensi ekowisata pesisir untuk memberikan pelayanan pada turis untuk wisata budaya, sadar budaya dan sapta pesona.
Kegiatan ini dilakukan selama 2 hari, dimana semua hasil FGD baik itu berupa usulan dan kesepakatan antara para pelaku pembangunan, akan dikompilasi oleh Konsorsium Karbon Biru sebagai pertimbangan dan memperkuat kegiatan pendampingan yang akan dilakukan.
Diakhir acara, Kepala BAPPEDA Sumba Barat Daya, menutup kegiatan dengan berpesan bahwa kegiatan workshop ini sangat penting agar semua kegiatan Konsorsium Karbon biru dapat sinkron dengan program pembangunan pemerintah daerah. Menurutnya, bila masyarakay pesisir diberdayakan maka mereka akan lebih mencintai sumber daya alam laut yang mereka miliki, sehingga dapat menekan aktivitas mereka untuk merusak lingkungan. Oleh karena itu suara dari pesisir adalah hal serius yang perlu ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terlibat dalam pembangunan yang berdampak positif untuk lingkungan.
- Log in to post comments
- 453 reads