BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Artikel/Opini

SDGs: Kesenjangan masih jadi soal di Indonesia dan ASEANAnindhita Maharrani15/03/2021 08:46 WIB Tahun ini pelaksanaan SDGs (Sustainable Developments Goals) memasuki tahun ke-6. Indonesia membaik jika disandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Namun, hingga 2020, upaya untuk mencapai target masih belum optimal, terutama tujuan ke-10. Mengamati papan skor SDGs ASEAN, Indonesia ada di peringkat ke-6 dari 9 negara. Meskipun posisi tak berubah, skor Indonesia pada 2020 sebesar 65,3 naik 20 persen jika dibandingkan tahun 2016. Dari 9 negara itu, hanya Singapura yang skornya turun. Akibatnya, Negeri Singa itu dilompati tiga negara sekaligus, yakni Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sebaliknya, Thailand loncat tiga anak tangga menjadi yang terbaik di ASEAN. Fenomena lainnya adalah Myanmar dan Kamboja yang naik 45 persen. Pencapaian Myanmar, dan juga Vietnam tak lepas dari keberhasilan mereka mengurangi kemiskinan secara signifikan, seperti disebutkan dalam dalam laporan SDG Localization in ASEAN. Benang merah dari pencapaian SDGs di ASEAN pada 2020 adalah kesenjangan masih menjadi masalah di semua negara. Indikator Tujuan ke-10 ini meliputi kesenjangan dalam pendapatan dan non-pendapatan.... read more..
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia yang seharusnya dapat membantu masyarakat keluar dari lingkaran kemiskinan. Tetapi angka disabilitas yang tinggi mengisyaratkan bahwa masih banyak masyarakat yang tertinggal meskipun ada perbaikan ekonomi. Melalui Kemitraan Riset Indonesia dan Australia (PAIR), tim peneliti akan mendokumentasikan kehidupan para penyandang disabilitas dan isu-isu yang berdampak pada mereka, terutama selama pandemi COVID-19, dan mengembangkan strategi untuk membantu mengeluarkan mereka dari situasi yang rentan. Hasil penelitian mereka akan memberikan dasar dan bukti bagi pembuat kebijakan untuk mendukung dan memberdayakan para penyandang disabilitas dengan lebih baik. Penelitian tersebut juga menggunakan lensa gender untuk memahami bagaimana perempuan dan laki-laki penyandang disabilitas terkena dampak yang berbeda. Melibatkan isu disabilitas sangat penting untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif, masyarakat yang sehat dan produktif. Tenaga kerja yang sehat dan berpendidikan merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Namun tingginya tingkat disabilitas di Indonesia dan... read more..
Oleh: Erlis Marlina Talan  FRANSINA Kosat, 60 tahun, seorang wanita tua berjiwa muda yang memiliki kepedulian terhadap kepunahan adat dan tradisi di Mollo. Ia lahir di Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada 4 Agustus 1959. Ia anak bungsu dari lima bersaudara. Anak dari Yosef Kosat dan Veronika Sanit. Ia menikah dengan Markus Koi Teme pada 11 November 1982 dan sudah menjanda sejak suaminya meninggal dunia delapan tahun lalu, 23 Juli 2012. Fransina memiliki empat anak, dua putra dan dua putri. Tiga orang anaknya sudah berkeluarga, sedangkan anak bungsunya masih kuliah di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini ia tinggal bersama dua orang cucunya, Pablo Omenu dan Pedro Omenu. Ia menamatkan sekolah dasarnya di SD Oenak, Noemuti, TTU, sekolah menengah pertamanya di SMP Aurora Kefamenanu, TTU, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Kristen Soe, Timor Tengah Selatan (TTS). Ibu Sin, panggilan akrabnya, pensiun sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di SDK Yaswari Kapan 3 setelah mengabdi selama 34 tahun. Pengabdiannya berakhir pada Desember 2019.  Meski sudah pensiun, ia dikontrak Yayasan Swastisari sebagai tenaga guru di SDK Yaswari Kapan 3. Mengingat di... read more..
Sebuah program khusus dari pemprov untuk orang asli Papua dengan memanfaatkan dana otonomi khusus (otsus) untuk mengatasi persoalan gizi buruk. Oleh Dini Hariyanti - Tim Riset dan Publikasi 30 November 2020, 11:30 Kendala geografis, keterbatasan anggaran, infrastruktur yang jauh dari memadai, hingga rendahnya kesadaran masyarakat atas kepemilikan dokumen kependudukan tak menyurutkan semangat untuk menggulirkan program Bangun Generasi dan Keluarga Papua Sejahtera (BANGGA Papua). Tiga tahun sejak diluncurkan, BANGGA Papua terus menghasilkan praktik baik untuk membuahkan generasi emas di Bumi Cendrawasih. Sebelumnya, sebagian orang tua di Papua kurang memperhatikan asupan bagi anak-anaknya sehingga anak-anak kurang sehat. “Sekarang, makanannya teratur sehingga anak jadi sehat. Dulu setengah mati (merawat kesehatan anak),” kata Antonius Choswomanan selaku Kepala Suku Semai di Kabupaten Asmat tentang BANGGA Papua. Pernyataan tersebut menggambarkan inti program ini, yakni program khusus pemprov untuk orang asli Papua dengan memanfaatkan dana otonomi khusus (otsus). Fokusnya, memberikan bekal kepada penduduk asli untuk mengatasi persoalan gizi buruk dan meningkatkan kesehatan anak-anak.... read more..
Dari pengetahuan tentang tempat hewan hidup hingga jenis tumbuh-tumbuhan yang menyediakan manfaat medis, berbagai masyarakat di seluruh dunia memiliki tingkat pengetahuan ahli mengenai lingkungan hidup lokal mereka. Secara umum, penyelidikan ilmiah memberikan informasi yang presisi dan terukur, dihimpun dalam waktu pendek. Tapi “pengetahuan ekologi lokal” ini terbentuk dari pengamatan-pengamatan yang dihimpun dalam waktu yang sangat lama, yang sering kali diwariskan dari generasi ke generasi. Pengetahuan semacam itu bisa berupa hal-hal sederhana, seperti mengetahui tempat-tempat terbaik untuk menangkap ikan, bisa juga meliputi peristiwa-peristiwa yang langka atau ekstrem, seperti banjir atau periode cuaca buruk. Bagi masyarakat pantai yang bergantung pada sumber daya lautan, akumulasi pengetahuan ekologi ini adalah kunci untuk mengumpulkan makanan dan menyambung penghidupan. Tapi pengetahuan ekologi masyarakat tidak mesti, dan memang tidak, berdiri terpisah dari sains. Pengetahuan itu sudah berulang kali “diuji” para ilmuwan, dan kini semakin diakui sebagai aset berharga dalam pengelolaan lingkungan dan biologi konservasi. Pada tahun-tahun belakangan, pengetahuan lebih... read more..
Pandemi COVID-19 telah membawa dampak sosial dan ekonomi yang serius di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali perempuan dan anak perempuan. Bahkan, mereka lebih rentan dari kelompok lainnya. Melalui Webinar Series MAMPU “Perempuan dan Pandemi”, cerita-cerita mengenai dampak pandemi terhadap perempuan dan perjuangan mereka dalam mengatasi dampak pandemi diungkap dan didiskusikan dalam tiga sesi webinar yakni pada 16, 23, 30 Juli 2020 lalu. Dalam sambutannya, Kate Shanahan, Team Leader Program MAMPU menyatakan keinginannya agar webinar ini dapat menjadi wadah bagi perempuan di akar rumput dan lembaga non-pemerintah untuk berbagi perspektif dan pengalaman mereka terkait pandemi. Dan pengalaman mereka dapat langsung didengar oleh para pembuat kebijakan, baik di tingkat daerah maupun nasional. Kate Shanahan juga menambahkan, “MAMPU bersama mitranya selama pandemi terus melakukan kegiatan intervensi di lapangan dengan tetap memperhatikan kebutuhan perempuan dan kelompok rentan lainnya melalui pendekatan perspektif gender dan inklusif. Mitra MAMPU menguatkan pengorganisasian kelompok perempuan di desa, membangun ketahanan di komunitas dan melibatkan multi pihak dalam penanganan Covid-19.”... read more..
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, didukung oleh Program MAMPU, mengadakan konferensi nasional bertajuk “Sinergi dan Kolaborasi dalam Pencegahan Perkawinan Anak” pada 2 September 2020. Konferensi yang diselenggarakan secara daring ini bertujuan untuk menyampaikan informasi terkait Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) kepada pemerintah daerah dan jaringan organisasi masyarakat sipil. Pembukaan konferensi dihadiri Aedan Whyatt – Counsellor (Kemiskinan dan Pembangunan Sosial), Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia dan Subandi Sardjoko – Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Bappenas. Subandi menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor yang melibatkan institusi pemerintah dan non pemerintah dalam menjamin keberhasilan upaya penurunan angka perkawinan anak di Indonesia. Sesi pertama konferensi dibuka oleh Woro Srihastuti Sulistyaningrum – Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, BAPPENAS, yang menyampaikan tentang masih tingginya perkawinan anak di Indonesia, yaitu sebesar 10,82% (2019). Angka ini diproyeksikan menurun menjadi... read more..
COVID-19 dan Ketidaksetaraan dalam Proses Belajar di Indonesia: Empat Cara untuk Menjembatani Kesenjangan DEEPALI GUPTANOVIANDRI NURLAILI KHAIRINA|AUGUST 19, 2020 “Kendala dalam mengajarkan anak saya adalah tidak adanya listrik dan usia saya, karena saya tidak bisa memahami pelajaran yang sulit, terutama karena saya petani. Seminggu sekali, para guru datang ke rumah sehingga mereka dapat mendidik dan mengajari anak-anak. Di desa lain biasanya mereka kesulitan untuk menemukan anak-anak, karena anak-anak ikut bersama orang tua mereka ke ladang.” – Sutil, yang tinggal di desa terpencil di Kalimantan Barat dan tidak memiliki akses internet maupun televisi. “Saya pikir tantangan saya adalah harus bergantian melakukan pekerjaan dan juga menjalankan tanggung jawab keluarga. Dan koneksi internet (yang buruk) membuat proses pembelajaran menjadi lebih sulit.” – Rosa, seorang guru di Bekasi yang putrinya bersekolah di sekolah swasta dan sedang menjalani pembelajaran online. Sejak bulan Maret 2020 para siswa, orangtua, dan guru di Indonesia harus menghadapi penutupan sekolah yang berdampak kepada 62,5 juta siswa, mulai dari tingkat pra-sekolah dasar hingga pendidikan... read more..
Gender dan pendidikan di Indonesia: Kemajuan yang masih membutuhkan kerja kerasNOAH YARROWRYTHIA AFKAR|DECEMBER 14, 2020 Indonesia telah membuat kemajuan besar dalam mencapai kesetaraan gender selama satu dekade terakhir. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya tingkat literasi, angka partisipasi sekolah, dan ketenagakerjaan, serta kebijakan untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berkeadilan gender. Pada tahun 1970-an, Gender Parity Index (GPI) untuk angka partisipasi sekolah (rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki yang terdaftar di sekolah) pada anak-anak usia 7-12 tahun adalah 0,89. Ini menunjukkan perbedaan signifikan yang memihak kepada anak laki-laki. Kesenjangan ini tampak lebih lebar seiring bertambahnya umur anak-anak. Namun, pada tahun 2019 Indonesia telah mencapai kesetaraan gender dalam hal partisipasi sekolah di tingkat nasional, dengan GPI 1,00 untuk angka partisipasi sekolah pada anak-anak usia 7-12 tahun. Sebuah studi yang dilakukan oleh Bank Dunia baru-baru ini, dengan dukungan dari Pemerintah Australia, terkait gender dalam pendidikan, menemukan bahwa meskipun rata-rata nasional telah mengalami peningkatan, berbagai perbedaan signifikan terjadi di... read more..
Gender dan pendidikan di Indonesia: Kemajuan yang masih membutuhkan kerja kerasNOAH YARROWRYTHIA AFKAR|DECEMBER 14, 2020 Indonesia telah membuat kemajuan besar dalam mencapai kesetaraan gender selama satu dekade terakhir. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya tingkat literasi, angka partisipasi sekolah, dan ketenagakerjaan, serta kebijakan untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berkeadilan gender. Pada tahun 1970-an, Gender Parity Index (GPI) untuk angka partisipasi sekolah (rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki yang terdaftar di sekolah) pada anak-anak usia 7-12 tahun adalah 0,89. Ini menunjukkan perbedaan signifikan yang memihak kepada anak laki-laki. Kesenjangan ini tampak lebih lebar seiring bertambahnya umur anak-anak. Namun, pada tahun 2019 Indonesia telah mencapai kesetaraan gender dalam hal partisipasi sekolah di tingkat nasional, dengan GPI 1,00 untuk angka partisipasi sekolah pada anak-anak usia 7-12 tahun. Sebuah studi yang dilakukan oleh Bank Dunia baru-baru ini, dengan dukungan dari Pemerintah Australia, terkait gender dalam pendidikan, menemukan bahwa meskipun rata-rata nasional telah mengalami peningkatan, berbagai perbedaan signifikan terjadi di... read more..

Pages