Oleh: Erlis Marlina Talan
FRANSINA Kosat, 60 tahun, seorang wanita tua berjiwa muda yang memiliki kepedulian terhadap kepunahan adat dan tradisi di Mollo. Ia lahir di Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada 4 Agustus 1959. Ia anak bungsu dari lima bersaudara. Anak dari Yosef Kosat dan Veronika Sanit. Ia menikah dengan Markus Koi Teme pada 11 November 1982 dan sudah menjanda sejak suaminya meninggal dunia delapan tahun lalu, 23 Juli 2012.
Fransina memiliki empat anak, dua putra dan dua putri. Tiga orang anaknya sudah berkeluarga, sedangkan anak bungsunya masih kuliah di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini ia tinggal bersama dua orang cucunya, Pablo Omenu dan Pedro Omenu.
Ia menamatkan sekolah dasarnya di SD Oenak, Noemuti, TTU, sekolah menengah pertamanya di SMP Aurora Kefamenanu, TTU, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Kristen Soe, Timor Tengah Selatan (TTS).
Ibu Sin, panggilan akrabnya, pensiun sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di SDK Yaswari Kapan 3 setelah mengabdi selama 34 tahun. Pengabdiannya berakhir pada Desember 2019.
Meski sudah pensiun, ia dikontrak Yayasan Swastisari sebagai tenaga guru di SDK Yaswari Kapan 3. Mengingat di sekolah tersebut kekurangan guru, maka ia menerima tawaran itu untuk mengajar lagi di sekolah tersebut.
Pada Juli 2020, Fransina diundang Komunitas Lakoat.Kujawas untuk mengikuti rapat parapihak bersama para tokoh adat, agama, pendidikan, dan pemerintah yang ada di Desa Taiftob. Tujuan pertemuan menyukseskan salah satu program Lakoat.Kujawas, yaitu mengenalkan kembali adat dan tradisi Mollo kepada kaum muda.
Setelah rapat, Lakoat.Kujawas mengajak Fransina ikut mengenalkan kembali adat dan tradisi Mollo yang hampir punah kepada generasi muda.
Meskipun ia bukan orang asli Molo, Fransina menyambut baik ajakan tersebut. Karena sudah bertahun-tahun ia tinggal di Desa Taiftob, Mollo Utara maka budaya dan tradisi Mollo sudah benar-benar melekat pada dirinya.
Komunitas Lakoat.Kujawas menyelenggarakan program tersebut agar generasi muda tidak kehilangan identitas mereka sebagai orang Mollo.
Karena Fransina mempunyai hobi menari dan menyanyi, maka Lakoat.Kujawas memanfaatkan kemampuannya untuk mengenalkan kembali tarian tradisional kepada kaum muda di Mollo. “Generasi muda harus menghidupi kembali tarian tradisional yang hampir punah, saat ini sudah tidak ada lagi ruang khusus untuk tarian-tarian tradisi bisa bertahan dan tidak hilang,” katanya.
Selama Agustus 2020, Fransina melatih tari tradisional kepada kaum muda. Pertemuan pertama hanya dikuti kaum muda di DesaTaiftob. Pertemuan selanjutnya sudah banyak kaum muda menawarkan diri untuk bergabung.
Jari-jemari dan hentakan kaki Fransina menyihir banyak kaum muda. Dalam sebulan kegiatan berlangsung antusiasisme kaum muda untuk belajar mengenal kembali adat dan tradisi Molo semakin bertambah.
Tarian yang Fransina ajarkan kepada kaum muda saat itu adalah “Tari Menenun” dan “Tari Meminang”. Dengan tarian tradisional itu Fransina berharap ia bisa mentransfer ilmu kepada kaum muda agar mereka dapat mengetahui cara orang Mollo menenun dan tahapan-tahapan orang Mollo meminang wanita.
Berkat keseriusan Fransina mengajarkan tarian kepada kaum muda dan ketekunan kaum muda mempelajarinya, akhirnya pada 5 September 2020 kaum muda mementaskan tarian tradisional tersebut di Napi, Desa Taiftob.
Tidak hanya tarian tradisional yang diajarkan Fransina, tapi juga nyanyian-nyanyian tradisional.
Dengan talenta yang ia miliki sebagai seseorang yang bisa menari, ia berhasil mengenalkan kembali adat dan tradisi Mollo kepada puluhan generasi muda Mollo. Ia berharap meskipun di zaman yang modern ini generasi muda tetap mencintai adat dan tradisi Mollo sebagai warisan leluhur yang sangat istimewa.
Bahkan ada orang tua yang ikut menari dan menyanyi. Menurut mereka kegiatan tersebut membuat mereka bernostalgia dengan masa kecil mereka.
Desa Taiftob, Mollo beruntung masih memiliki seseorang seperti Fransina yang rela meluangkan waktunya untuk mengajarkan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi generasi muda Molo saat ini. (Erlis Marlina Talan)
(Tulisan feature ini hasil Pelatihan Jurnalisme Warga yang diadakan The Samdhana Institute dengan peserta pemuda komunitas adat se-Indonesia dengan trainer Syofiardi Bachyul Jb secara online pada 31 Agustus -21 September 2020. Erlis Marlina Talan adalah aktivis di Komunitas Lakoat.Kujawas, Mollo, TTS, Nusa Tenggara Timur).
Artikel ini bersumber dari: https://www.jurnalistravel.com/energi-adat-seorang-wanita-tua/
- Log in to post comments