BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Artikel/Opini

Kegiatan Konsorsium Hijau di Kabupaten Lombok Tengah sangat diapresiasi oleh pihak pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Bidang Sosial Budaya BAPPEDA Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Satria Utama, M.Si dalam sambutannya di Lokakarya tingkat Kabupaten yang dilaksanakan pada tanggal 13 November 2015 bertempat di Aula Bappeda KabupatenLombok Tengah. Bahkan menurut Pak Lalu Satria Utama, Konsorsium Hijau adalah lembaga pertama dari bagian MCA Indonesia di Kabupaten Lombok Tengah yang sudah memulai program kegiatannya. Diharapkan dapat terjalin komunikasi yang intens antar kedua belah pihak, sehingga bisa saling mengisi demi kemajuan pembangunan daerah. Bak gayung bersambut, Distric Relation Manager MCA Indonesia Kabupaten Lombok Tengah Ahmad Syarifudin, S.Hut sangat setuju dengan pernyataan tersebut. “Pentingnya konsep Pengelolaan Pengetahuan Hijau kedepan dapat bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk dengan lembaga pendidikan formal maupun informal di desa, serta peningkatan kapasitas dan pengetahuan bagi masyarakat pada hal teknis yang mampu merubah pola pikir masyarakat terhadap krisis sosial ekologi yang menjadi temuan lapangan,” tambahnya. Acara ini... read more..
Teguhkan Aspirasi Kebangsaan Miftah ThohaIkon konten premium Cetak | 13 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 273 dibaca Ikon komentar 1 komentar Aspirasi ini kembali bergema ketika dua organisasi Islam, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, menyelenggarakan musyawarah nasional dalam waktu yang hampir bersamaan. Kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini semenjak kelahirannya sampai sekarang tidak pernah berhenti menggelorakan dan mengamalkan aspirasi kebangsaan.handining Aspirasi itu ditujukan untuk kepentingan satu dan  kesatuan bangsa Indonesia. Aspirasi kebangsaan di awal kemerdekaan sangat tebal dalam perjuangan para pemimpin dan rakyat Indonesia. Semua pemimpin dan rakyat kita dijangkiti semangat yang terhormat ini. Namun, sekarang dengan semangat menjalankan sistem demokrasi, rakyat dan pemimpinnya terbelah-belah dalam faksi kepartaian yang lebih menonjolkan aspirasi konstituen partai masing-masing. Semangat menonjolkan kepentingan partai semakin kelihatan ketika terjadi pemilihan kepala daerah yang hanya diwakili satu kandidat. Partai lainnya tidak mendaftarkan calon karena merasa tidak mampu mengalahkan sang calon tunggal. Semangat kalah menang menjadi pertimbangan... read more..
Belajar Berkoperasi dari Negeri JiranDjabaruddin Djohan6 Agustus 2015 Berbeda dengan perkembangan koperasi dinegara-negara sedang berkembang pada umumnya, yang kurang berhasil dalam arti sebagai lembaga ekonomi sosial mandiri,perkembangan koperasi di negara-negara bekas jajahan Inggris menunjukkan tingkat keberhasilan yang jauh lebih baik. Dengan menggunakan pola yang disebut ”Classical British-Indian Patern”, (pola ini pada awalnya diterapkan di India semasa penjajahan Inggris), pemerintah dengan sadar mengambil prakarsa, khususnya dalam persiapan pendirian koperasi. Mulai dari pendidikan/pelatihan, konsultasi, informasi, hingga fasilitas yang diperlukan; selanjutnya mengawal hingga koperasi benar-benar sudah dapat berfungsi.Begitu koperasi sudahdapat berfungsi, pemerintah segera menarik diri.Pola ini tetap dilanjutkan setelah negara-negara tempat koperasi-koperasi dengan model pembinaan tersebut mencapai kemerdekaannya. Buah dari pembinaan koperasi dengan pola ini tampak nyata dengan kinerja koperasi-koperasi di bekas jajahan Inggris, seperti India, Singapura, dan Malaysia, yang masing-masing negaraini memiliki koperasi-koperasi yang bertaraf global. Keberhasilan pengembangan... read more..
"Quo Vadis" Polisi SipilJumat, 31 Juli 2015 | 11:07 WIBKompas.com/SABRINA ASRIL Oleh: Bambang Widodo Umar Meskipun Polri telah menjadi sipil, dalam artian tidak menjadi bagian dari militer sesuai Tap MPR Nomor VI/MPR-RI/2000, persoalan relasi antara polisi dan masyarakat dalam paradigma "polisi sipil" masih kabur. Satjipto (2004) menjelaskan bahwa ide polisi sipil sebagai bentuk kepolisian dalam negara demokrasi sesungguhnya sudah dicanangkan oleh Kapolri pertama, Komisaris Jenderal RS Soekanto. Ide itu menuntut perubahan mendasar wujud kepolisian dari bentuk polisi kolonial menjadi polisi dari suatu negara yang merdeka. Sayang, ide itu belum bisa diwujudkan secara benar sampai hari ini, bahkan di lingkungan kepolisian sendiri ada yang tidak setuju. Gambaran sekilas ini tentu tak menggembirakan jika dilihat dari upaya membangun kepolisian yang profesional. Terlebih dalam langkah panjang memisahkan Polri dari cakupan struktur, kultur, dan konten militer yang hingga kini masih berupa bayang-bayang ketimbang realitas. Pembaruan yang dilaksanakan elite kepolisian dalam rangka reformasi Polri pun belum sejalan dengan paradigma polisi sipil. Tampaknya cukup sulit mewujudkan polisi sipil... read more..
Kota GORONTALOKearifan Lokal Menjadi BekalARIS PRASETYO/ADI SUCIPTO KISSWARAIkon konten premium Cetak | 29 Juli 2015   Wali Kota Gorontalo Marthen Taha memaparkan konsep "kota cerdas" di hadapan wali kota dari sejumlah negara di tengah hajatan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April lalu. Bukanlah kecanggihan fasilitas suatu kota yang ia paparkan, melainkan ia justru mengajak mereka yang hadir untuk menengok Gorontalo pada masa lampau.Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu. Aktivitas warga di kawasan bundaran Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa saat lalu. Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai kota jasa, Kota Gorontalo memiliki daya tarik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan, terutama di provinsi itu. Kota Gorontalo mempunyai nilai-nilai budaya warisan luhur nenek moyang menjadi modal menuju kota cerdas. Modal itu berupa... read more..
Menjaga Momentum UU Desa Farouk MuhammadIkon konten premium Cetak | 3 Juli 2015 Ikon jumlah hit 128 dibaca Ikon komentar 0 komentar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disambut antusias oleh berbagai kalangan, terutama mereka yang selama ini mengadvokasi pentingnya penguatan desa sebagai satuan terkecil masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan jauh sebelum republik ini lahir.jitet Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memiliki hak asal-usul sebagai self governing community ataupun self local government melalui penerapan asas rekognisi dan subsidiaritas. Asas rekognisi adalah pengakuan atas hak asal-usul desa dan asas subsidiaritas adalah lokalisasi kewenangan di aras desa dan pengambilan keputusan secara lokal atas kepentingan masyarakat setempat. Original intent dari UU ini-di mana penulis menjadi anggota tim kerja mewakili DPD saat itu-memang benar-benar ingin memperkuat pembangunan di level desa dengan konsekuensi meletakkan lokus pembangunan pada satuan pemerintahan/komunitas yang paling bawah dan langsung berhubungan dengan rakyat itu.  Dengan alur pemahaman tersebut, desa dapat mengusahakan dan mengelola sumber daya ekonomi-politik,... read more..
Otonomi dan DiskriminasiRobert Endi JawengIkon konten premium Cetak | 19 Juni 2015 Terbitnya instruksi wali kota Banda Aceh belum lama ini, yang membatasi jam malam bagi perempuan berada di luar rumah, kembali "mengonfirmasi" soal serius dalam kehidupan publik kita. Selain esensinya yang sulit dicerna nalar dan tak urgen dari sisi kebutuhan hukum setempat, kebijakan semacam ini selalu berulang muncul di bumi Tanah Rencong, seperti halnya pula terjadi di kabupaten/kota lain di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan lain-lain tempat, tanpa respons tegas dari pemerintah pusat. Bias tafsir otonomi, di antara aneka faktor lain, tampaknya jadi sebab utama. Terlebih dalam konteks Aceh di mana berlaku status otonomi khusus dalam kadar yang melampaui skema desentralisasi asimetris yang lazim. Di sini, agenda setting tidak saja disusun untuk meresonansi kondisi spesifik dan keragaman lokal, juga menyiratkan aksentuasi yang tegas untuk berlainan dari daerah-daerah berotonomi biasa/jamak dan bahkan ingin berbeda dari kebijakan pusat. Dalam orientasi dan bobot setara, munculnya perda bernuansa agama, regulasi pengaturan perilaku dan tata busana, hingga pilih kasih politik alokasi... read more..
Jakarta, Villagerspost.com – Lahir dan besar dari keluarga kepala suku terpandang di kawasan Danau Sentani Papua, tak membuat hidup Agusta Kopeuwe (48) bergelimang fasilitas dan kemudahan. Ayahnya yang seorang pekerja keras dan mengerti akan pentingnya nilai pendidikan, justru menggembleng Agusta untuk bisa hidup mandiri. Sebagai seorang perempuan, Agusta–bersama seorang kakak perempuannya– cukup beruntung bisa menikmati “kemewahan” berupa kesempatan menempuh pendidikan tinggi. “Ayah saya berpikir, kaum perempuan dalam budaya kami tidak mendapatkan bagian warisan dari orang tua, karena kalau nanti menikah pun akan mendapatkan bagian dari harta warisan suami, karena itu ayah saya membekali kami dengan pendidikan yang tinggi agar bisa mandiri,” kisah Agusta, saat ditemui Villagerspost.com, di sebuah acara yang dihelat Oxfam beberapa waktu lalu. Lewat kesempatan mengenyam pendidikan tinggi itu pulalah, pikiran Agusta terbuka akan nasib perempuan khususnya di Papua, yang selama ini tidak beruntung dan selalu termajinalkan dalam pembangunan. “Saya berpikir, pembangunan ini seringkali malah merugikan kaum perempuan,” ujarnya. Salah satu yang diperhatikan dari dampak... read more..
Mencerdaskan Kehidupan BangsaIkon konten premium Cetak | 5 Mei 2015 Hari Pendidikan Nasional kita peringati dengan belasungkawa yang mendalam atas kejatuhan secara kolosal mutu keterdidikan bangsa. Ukuran yang paling memilukan dari keterpurukan ini bukanlah rendahnya peringkat Indonesia dalam kemampuan baca, matematika, dan sains menurut standar Programme for International Student Assessment, melainkan pada kemerosotan mutu kecerdasan para politisi dan penyelenggara negara sebagai produk pendidikan.Yudi Latif Demokrasi tanpa kecerdasan adalah kegaduhan dalam kebutaan. Situasi ini melen- ceng jauh dari imperatif konstitusi kita. Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung "empat pokok pikiran" haluan negara sebagai transformasi nilai-nilai Pancasila. Pertama, negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Keempat, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan... read more..
Penulis: daeng iPul <ipul.ji@gmail.com>   “Coba lihat, mereka semua bukan pemuda asli Papua.” Kata Joshua Wanda, seorang pria asal Manokwari. Saat itu kami sedang asik duduk bercengkerama di sebuah tempat makan yang menghadap ke laut di kota Sorong, Papua Barat. Mereka yang dimaksud oleh Joshua-kami biasa menyapanya kakak Roy-adalah sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam Forum Anak Muda Kota Sorong. Sore itu mereka melakukan kegiatan di tempat yang sama, duduk berkelompok di meja sekira 3 meter dari tempat kami duduk.   Saya memperhatikan anak-anak muda itu, mereka memang tidak tampak sebagai orang Papua. Kulit mereka lebih terang dengan rambut yang lebih lurus. Beberapa dari mereka memang berkulit agak gelap dengan rambut keriting, tapi saya menduga mereka orang Ambon atau Timor, bukan Papua. “Sangat sulit mendorong teman-teman asli Papua untuk aktif di forum-forum seperti ini.” Kata kakak Roy melanjutkan. Asap tipis menghambur dari bibirnya, tertiup angin laut. Matahari baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Kakak Roy menyentuhkan rokok putihnya ke asbak, membuang abunya lalu berkata. “Mereka bukannya tidak punya potensi. Saya tahu ada banyak anak-... read more..

Pages