Sebuah papan bertuliskan ”Anda Memasuki Desa Sehat” menyambut kedatangan siapa saja yang berkunjung ke Desa Bone-Bone, di Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Panorama alam pegunungan yang indah dan udara yang segar di desa yang terletak di lereng Gunung Latimojong ini seolah membenarkan tulisan tersebut.
Berada pada ketinggian 1.300-1500 meter dari permukaan laut, membuat kabut tebal yang dingin selalu menyelimuti Bone-Bone. Hal ini menjadikan rokok sebagai pilihan yang menyenangkan bagi masyarakat desa ini untuk menghangatkan diri dan melengkapi perbincangan sehari-hari di tengah keluarga maupun pertemuan resmi desa yang dihadiri puluhan orang. Apalagi desa ini juga merupakan daerah penghasil kopi Arabika, kopi terbaik tingkat nasional. Adalah sangat sulit bagi warga Desa Bone Bone untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Awal tahun 2001, Muhammad Idris, Kepala Desa Bone Bone, merasa sangat prihatin melihat banyak hal negatif yang dialami warganya karena kebiasaan merokok. Banyak uang yang terbuang hanya untuk membeli rokok. Apalagi semakin lama, semakin banyak anak yang mengikuti kebiasaan orang tua mereka merokok saat ada acara atau pertemuan desa.
”Saat itu kami mulai mengeluarkan aturan untuk tidak merokok di kantor desa dan sarana publik lainnya. Kami juga mengumpulkan semua tokoh dan warga yang mendukung aturan ini untuk membicarakan bagaimana menjadikan desa ini benar-benar bebas rokok,” ujarnya. ”Selanjutnya kami menganjurkan para pemilik warung di desa untuk tidak menjual rokok,” jelas ayah dari delapan orang anak ini.
Muhammad Idris mengakui upaya menghentikan kebiasaan merokok tidaklah mudah dilakukan. ”Saat aturan mulai dijalankan, banyak warga yang merasa tidak puas. Bahkan ada seorang warga yang menyatakan tidak bisa menjadi tukang kayu lagi kalau ia tidak merokok”, tutur Idris. Dengan sabar ia menjelaskan kepada warganya bahwa keahlian mereka tidak akan hilang walaupun berhenti merokok.
Kepala Desa berumur empatpuluh tahun ini telah membulatkan tekad untuk terus menerapkan aturan tidak merokok sebagai langkah awal menuju desa sehat. Setiap hari Idris berjalan mengeliling desa, menyapa warganya dan bertanyapa apakah mereka sudah berhenti merokok atau masih dalam proses berhenti merokok. ”Saya tidak pernah memaksa, hanya setiap kali saya bertemu dengan warga desa saya selalu mengajak mereka ngobrol seperti biasa sambil terus mengingatkan bahwa merokok tidak ada gunanya bahkan berbahaya bagi kesehatan,” jelas Idris.
Anjuran untuk berhenti merokok tidak hanya dilakukan melalui pendekatan personal Kepala Desa kepada warganya, namun juga diteruskan dalam pertemuan desa, dan dalam ibadah sembahyang Jumat dan acara pengajian desa. Selain cara persuasif, aturan untuk tidak merokok juga diikuti dengan sanksi. Jika ada warga desa yang kedapatan merokok di jalan, maka warga tersebut harus membersihkan masjid dan jalan-jalan desa. Sanksi ini terbukti efektif membantu warga desa dalam mengurangi kebiasaan merokok.
Jerih payah Idris tidak sia-sia, semakin banyak warga desa menyadari dampak buruk merokok bagi kesehatan. Mereka yang telah berhenti merokok juga mulai merasakan manfaatnya terhadap perekonomian keluarga. ”Uang yang tadinya kami pakai membeli rokok, sekarang sudah bisa digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah anak-anak, membeli bibit, dan pupuk”, tutur seorang ibu.
Perubahan yang paling menggembirakan adalah menurunnya jumlah penderita penyakit ISPA dan paru-paru berkurang di daerahnya. ”Sekarang ini semakin sedikit warga yang memiliki penyakit ISPA,” kata perawat yang bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat Desa Bone-Bone. Memang sejak tahun 2007 sudah tidak ada lagi warga Desa Bone Bone yang merokok. Kini kebiasaan yang membahayakan kesehatan itu sudah tidak lagi dijumpai di sana.
Bupati Enrekang, Haji La Tinro La Tunrung, sangat mengapresiasi upaya Pak Idris dan warga Desa Bone-Bone. Selain memberi penghargaan kepada Pak Idris, Bupati juga mereplikasi program Kawasan Tanpa Rokok di Desa Bone Bone ke dua desa tetangga yaitu Desa Kadinge dan Desa Kendena. Pada dua desa tersebut Bupati mengajak Kepala Desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk membuat Memorandum of Understanding (MoU) sebagai payung hukum penerapan Kawasan Tanpa Rokok disana.
Jika di Desa Bone Bone seluruh aktivitas yang berhubungan dengan rokok dilarang, maka di dua desa yang baru mereplikasi inisiatif ini baru diterapkan pembatasan daerah merokok pada sarana publik serta gedung pemerintahan dan disediakan daerah khusus untuk merokok.
”Saya sangat menghargai inisiatif ini. Bahkan sekarang saya juga sudah berhenti merokok,” kata Pak Bupati yang kini turut menganjurkan jajaran staff Pemerintah Kabupaten Enrekang untuk mengurangi dan menghentikan kebiasaan merokok rokok. Menyambut baik inisiatif Desa Bone-Bone untuk menjadi desa sehat, Bupati La Tinro La Tunrung kemudian memasukkan program Kawasan Tanpa Rokok kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2009-2013. Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang juga telah mencanangkan seluruh desa di Kecamatan Baraka sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tahun 2011. Enam Kecamatan lain di Kabupaten Enrekang ditargetkan menjadi kawasan tanpa rokok pada tahun 2012 dan seluruh Kecamatan pada akhir tahun 2013.
Setelah berhasil menginisiasi Kawasan Tanpa Rokok, Muhammad Idris melanjutkan langkah menuju desa sehat dengan membuat dua aturan baru, yakni larangan memperdagangkan dan memelihara ayam yang disuntik hormon dan larangan mengonsumsi makanan dan minuman berbahan pengawet dan pewarna.
”Saya lihat banyak ayam yang disuntik hormon mati mendadak karena sakit. Saya kuatir banyak ayam tersebut terkena flu burung dan menularkan pada ayam-ayam di desa kami. Ini sangat berbahaya”, kata Idris dengan wajah serius. ”Begitu juga dengan makanan dan minuman yang berwarna-warni. Rasanya mungkin enak, tapi pengaruhnya buruk bagi anak-anak kami. Gigi-gigi mereka banyak yang rusak. Selain itu anak-anak jadi malas makan sayur dan buah. Bagaimana mereka bisa jadi generasi penerus yang cerdas dan sehat kalau kurang gizi?”, lanjut Idris
Banyak tempat di berbagai belahan bumi menyatakan diri sebagai kawasan sehat, kota sehat, atau desa sehat. Tidak sedikit di antaranya yang kemudian sekedar menjadi wacana namun Bone-Bone berhasil membuktikan diri sebagai kawasan yang benar-benar sehat. ”Pemikiran saya sederhana saja. Saya hanya ingin warga desa saya sehat agar desa ini maju,” ulang Pak Idris dengan senyum yang tulus. Mungkin pak Idris belum tau bahwa pemikirannya ini sejalan dengan pemikiran Winston Churchill, seorang negarawan dan satu-satunya perdana menteri Inggris yang meraih penghargaan nobel untuk literatur, ”Masyarakat yang sehat adalah aset terbesar bagi suatu negara”.
Attachment | Size |
---|---|
Bone-Bone_English.pdf | 0 bytes |
- Log in to post comments
- 804 reads