Air mata selalu mengalir di wajah Wa Ode Pancu (50), seorang janda warga Desa Poogalampa, jika mengingat anaknya, La Ode Amli, yang saat ini sedang bertugas sebagai anggota TNI di Kota Makassar. Sejak kecil, Amli memang bercita-cita menjadi anggota TNI. Tiga tahun lalu, saat ayahnya sedang dalam keadaan sakit keras, ia mencoba mengikuti tes penerimaan calon anggota TNI. Masa itu adalah salah satu masa tersulit yang pernah dialami Wa Ode Pancu, sebagai seorang petani ia tidak memiliki dana yang cukup besar untuk biaya pengobatan suaminya dan juga biaya persiapan anaknya mengikuti tes, namun sebagai seorang Ibu, ia tentunya bangga jika dapat mewujudkan cita-cita anaknya.
Wa Ode Pancu berusaha mencari pinjaman ke keluarga dan para tetangganya namun hasilnya nihil. Beruntung ia menjadi anggota Bina Usaha Kelompok Produktif Mata Mosobu. Meskipun simpanannya di koperasi ini tidak banyak, ia bisa mendapatkan pinjaman dana dengan bunga yang relatif kecil tanpa pelu menjaminkan sesuatu.
BUKP Mata Mosobu adalah sebuah koperasi simpan pinjam yang dikelola oleh Ibu-Ibu di Desa Poogalampa Kecamatan Batauga Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang sebagian besar anggotanya adalah perempuan. Enam belas tahun yang lalu Mata Mosobu hanyalah sebuah kelompok arisan keluarga di Desa Poogalampa. Pada tahun 1994 LSM SINTESA memberikan bantuan sebesar 1,5 juta sebagai modal awal. Bermula dari bantuan inilah, anggota arisan bersepakat membentuk Bina Usaha Kelompok Produktif Mata Mosobu dengan jenis usaha simpan pinjam, yang bertujuan mengajak masyarakat untuk mengelola keuangan rumah tangganya secara baik dan proporsional.
Para anggota menerapkan aturan yang disepakati bersama, yakni untuk menjadi anggota, setiap orang wajib menyetor simpanan pokok sebesar duapuluh limaribu rupiah dan menyetor simpanan wajib setiap bulan sebesar seribu rupiah. Nilai yang sangat kecil namun punya pengaruh besar dikemudian hari. Selain simpanan wajib, anggota juga disarankan untuk menabung dalam bentuk simpanan sukarela yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anggota. Dana yang terkumpul kemudian dikelola oleh koperasi untuk dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan sebagai modal usaha atau kebutuhan pokok lainnya dengan persyaratan yang mudah dan tanpa agunan dengan suku bunga dua persen setiap bulan.
“Dulu, kasur buatan saya hanya untuk memenuhi pemintaan di Kabupaten Buton saja, namun setelah saya mengajukan pinjaman sebesar sepuluh juta kepada Mata Mosobu untuk membeli mesin pemisah kapuk, dalam setahun saya bisa memproduksi kasur lebih dari duaratus buah, sehingga kasur buatan saya bisa dijumpai hingga di Maluku Utara sana.” Kata Wa Ode Hasrah (40), seorang ibu rumah tangga yang membuka usaha pembuatan kasur.
“Dalam perjalanannya, koperasi Mata Mosobu beberapa kali mendapatkan bantuan modal dari SINTESA yang pengembaliannya kami cicil, namun sejak tahun ke enam hingga saat ini, kami sudah mengelola murni dana swadaya masyarakat tanpa bantuan modal dari manapun”, ujar Wa Ode Sabariah (41), sang Ketua Koperasi.
Perkembangan dan keberhasilan Koperasi Mata Mosobu juga mempengaruhi kesejahteraan anggotanya, Sarlia (36) sebagai ibu rumah tangga telah banyak mendapat manfaat dari keberadaan Koperasi Mata Mosobu. Dana yang diperlukan untuk tambahan modal usaha kios di depan rumahnya dengan harapan tanpa agunan pada Koperasi Mata Mosobu mendapat respon dari pengurus sehingga diperbolehkan mengajukan pinjaman sebesar lima juta rupiah selama kurun waktu sepuluh bulan dengan bunga pinjaman dua persen setiap bulan. Dana tersebut sangat membantu dalam melengkapi jenis dan jumlah barang jualan pada kios yang dikelolanya, selain itu dia juga sudah dapat memanfaatkan keahliannya membuat kue-kue tradisional untuk lebih meramaikan sekaligus menambah pendapatan usaha kiosnya.
Sukses mengelola usaha kios yang menyediakan kebutuhan pokok rumah tangga dengan modal pinjaman dari Koperasi Mata Mosobu, Sarlia kembali menghitung kesanggupannya jika dia mengajukan pinjaman untuk memperbaiki bangunan rumah miliknya, setelah sepuluh bulan berjalan dan proses angsuran pinjaman pertama selesai tanpa kendala, selanjutnya Sarlia mengajukan kembali pinjaman kedua untuk kebutuhan perbaikan rumah tempat tinggalnya dan ternyata pengurus koperasi pun menyahuti permohonannya.
Tidak seperti koperasi pada umumnya yang tidak memberikan pinjaman untuk keperluan konsumtif, Mata Mosobu justru meminjamkan dananya limapuluh persen untuk biaya pendidikan, tigapuluh persen untuk modal usaha dan duapuluh persen untuk biaya perbaikan tempat tinggal.
“Kami berani menerapkan kebijakan ini, karena kami melihat, dulunya di Desa Poogalampa ini yang bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi hanya anak para pegawai negeri saja, namun saat ini, dengan bantuan pinjaman koperasi Mata Mosobu, petani dan nelayan pun sudah bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, dengan pengembalian mencapai seratus persen”, ujar Sabariah. “Selama pengurus menilai calon peminjam tersebut mampu membayar angsuran serta jasa bulanannya, kami tidak punya alasan untuk menolak permohonan mereka”, tambahnya.
Jika pada awal berdirinya Mata Mosobu hanya beranggotakan 16 orang saja, saat ini 130 orang warga Desa Poogalampa mempercayakan dana mereka untuk disimpan dan dikelola oleh koperasi ini. Apalagi Mata Mosobu hanya mengenakan bunga sebesar satu persen saja, sebuah nilai yang cukup bersaing dengan bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan lainnya. Total tabungan anggota mata Mosobu mencapai 312 juta rupiah dengan jumlah simpanan yang bervariasi, mulai dari limaratus ribu hingga delapanpuluh delapan juta rupiah. Serta akumulasi dana yang bergulir di anggota dalam bentuk pinjaman sudah mencapai 2,2 miliar rupiah.
“Kami tidak pernah menyangka akan berhasil seperti ini, karena sebagai pengurus kami tidak memiliki banyak pengetahuan, saya saja hanya lulusan SMA 21 tahun yang lalu, komputerpun saya tidak tau megang” ujar Ibu Sabariah ketika ditanya soal keberhasilannya mengelola koperasi ini .
“Mungkin karena kami menerapkan sistem partisipasi dan keterbukaan, sehingga para anggota merasa memiliki koperasi ini. Selain pembagian sisa hasil usaha, setiap tahunnya dari keuntungan koperasi kami sisihkan untuk memberikan hadiah lebaran kepada semua anggota, meski hanya berupa sabun mandi atau satu minyak goreng,” terang Ibu Nurlina (35), bendahara koperasi Mata Mosobu.
Bulan Januari tahun 2010 lalu, Mata Mosobu mengadakan rapat anggota tahunan dan pembagian sisa hasil usaha untuk tahun buku 2009 yang juga dihadiri oleh pemerintah desa, perwakilan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Buton, serta Yayayasan SINTESA sebagai pendamping. Pada rapat anggota tahunan tersebut dilaporkan perkembangan yang cukup menggembirakan, total keuntungan bersih sebesar Rp. 57.273.000,- atau naik sebesar Rp. 16 juta dari tahun sebelumnya. Total keuntungan bersih yang telah dihasilkan tersebut kemudian dibagi berdasarkan presentase seperti tigapuluh persen untuk dana tambahan modal, empatpuluh persen untuk anggota, sepuluh persen untuk dana pendidikan dan sosial dan duapuluh persen untuk pengurus.
Komitmen Koperasi Mata Mosobu ditunjukkan tidak hanya kepada anggotanya tetapi juga kepada pembangunan desa. Koperasi ini bahkan menyisihkan sepuluh persen dari keuntungan yang diperoleh untuk dana pendidikan dan sosial. Dana yang terkumpul ini digunakan untuk membangun rumah belajar taman pendidikan pra sekolah dan memperbaiki fasilitas keagamaan di desa.
Melihat pengelolaan dan pelayanan Koperasi Mata Mosobu yang sangat baik serta cukup membantu, membuat Sarlia terpanggil untuk menyertakan modalnya melalui fasilitas simpanan sukarela. Hampir setiap bulan Sarlia menyisihkan keuntungan usaha kiosnya untuk disimpan pada Koperasi Mata Mosobu, dan setiap pertemuan tiga bulanan dia pun mendapatkan jasa bunga dari simpanan sukarelanya. Kini Sarlia telah memiliki usaha kios yang menjanjikan, uang tabungan dalam bentuk simpanan sukarela pada Koperasi Mata Mosobu dan rumah yang cukup layak sebagai tempat hidup yang nyaman bersama keluarganya.
Attachment | Size |
---|---|
Women Cooperation_English.pdf | 0 bytes |
- Log in to post comments
- 1056 reads