Salah satu mekanisme utama dalam pengelolaan konflik secara damai adalah pemilihan umum (pemilu), yang menjadi pilar penting demokrasi. Indonesia patut bangga terkait soal ini. Sejak mengalami transisi ke demokrasi pada 1998, bangsa Indonesia sudah berhasil menjalankan beberapa kali pemilu, secara rutin dan damai, dalam berbagai tingkatan.

Tapi pengalaman Pilpres 2014 dan Pilkada Jakarta 2017 membuat banyak pihak kuatir akan pengaruh buruk pemilu terhadap ikatan kebersamaan kita sebagai anak bangsa. Dalam dua pemilu itu, beragam jenis hasutan kebencian disampaikan pihak-pihak yang hendak memenangkan pemilu dengan segala cara, antara lain melalui penyebaran hoaks. Hal ini belakangan dipermudah dengan tersedianya berbagai platform di media sosial, yang membuat penyebaran hoaks berlangsung dengan mudah dan murah.

Dipersiapkan oleh Tim Redaksi PUSAD Paramadina dan MAFINDO, buku ini ditulis dengan tujuan mengajak semua warganegara untuk aktif melawan penyebaran hasutan kebencian itu, dengan sumberdaya apa saja yang dimilikinya. Selain menyampaikan secara populer dan sederhana apa itu hasutan kebencian dan bagaimana ia bekerja, buku ini juga berisi tips-tips praktis bagaimana hasutan kebencian itu dilawan.

Kami merasa, ruang demokrasi kita sangat dipertaruhkan dengan maraknya hasutan kebencian lewat aneka hoaks yang tersebar di media sosial. Kami juga merasa, pemilu kita terlalu penting dan genting bagi kebaikan kita bersama untuk hanya diserahkan kepada KPU dan Bawaslu.