BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Gorontalo Susun Rencana Kerja

Penulis: Enggar Paramita

Setelah resmi memulai kegiatan bulan Juni lalu, tim AgFor Gorontalo bergerak cepat mengimplementasi berbagai kegiatan guna menyusun rencana kerja. Ketiga komponen proyek, yaitu matapencaharian (livelihood), lingkungan (environment), dan tata kelola (governance) bekerja mengidentifikasi dan menetapkan desa wilayah kerja proyek, memperkuat kerja sama dengan pemerintah lokal, melakukan sosialisasi, serta menggali data melalui sejumlah survei. 

Di bulan Agustus–September, komponen matapencaharian melaksanakan survei jenis pohon prioritas di 12 desa di Kabupaten Gorontalo dan Boalemo. Survei ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis pohon yang berkontribusi paling besar sebagai sumber penghidupan, dan dianggap penting oleh petani. Dengan menggunakan diskusi kelompok terfokus, petani diminta menyebutkan jenis pohon yang dianggap penting, mengemukakan alasannya, serta mengurutkan berdasarkan prioritas. Selain itu, informasi mengenai kendala yang dihadapi serta sumber bibit tanaman turut digali dalam diskusi partisipatif ini. Dalam menggelar survei, AgFor Sulawesi bekerja sama dengan lembaga lokal Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam yang ikut memandu jalannya diskusi. 

Duman Wau, koordinator AgFor Sulawesi untuk Gorontalo mengatakan bahwa survei spesies prioritas juga berfungsi sebagai sarana untuk memperkenalkan konsep agroforestri, proyek AgFor Sulawesi, dan lembaga World Agroforestry Centre kepada masyarakat. Menurutnya, hasil analisis survei kelak akan didiskusikan kembali dengan masyarakat, untuk memastikan jenis-jenis pohon apa saja yang ingin dikembangkan secara serius, dengan memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan daerah tersebut.

Di waktu yang hampir bersamaan, komponen matapencaharian juga melakukan survei dasar sosioekonomi yang dibagi dalam 2 tahap. Di tahap pertama, pengambilan data dilakukan di tingkat desa melalui diskusi dengan masyarakat yang dibagi menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 8–10 orang dan mendiskusikan topik-topik di antaranya matapencaharian, sejarah desa, sejarah komoditas, penggunaan lahan, dan peran laki-laki serta perempuan. Penggalian data di tahap pertama ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang suatu desa, yang kemudian digali lebih rinci dan dikuantifikasikan di tahap kedua melalui survei rumah tangga. Di survei rumah tangga, 5 orang peneliti terjun mewawancarai responden di 8 desa yang dipilih berdasarkan kondisi tipologi tiap desa. Dengan berbekal kuesioner yang telah diujicobakan, wawancara mendalam dilakukan dengan melibatkan sekitar 30 responden di setiap desa. 

Noviana Khususiyah, peneliti sosioekonomi di World Agroforestry Centre yang menjadi penanggung jawab survei rumah tangga mengungkapkan bahwa informasi yang diperoleh dari survei tahap pertama dan kedua akan saling melengkapi sehingga memberikan pemahaman komprehensif, yang akan bermanfaat tak hanya untuk menentukan strategi namun juga menjadi acuan untuk mengukur dampak perubahan dari proyek. 

Penggalian data pun dilakukan oleh komponen lingkungan untuk mengkaji kerentanan masyarakat terhadap goncangan dan perubahan lingkungan yang terjadi. Dengan menggunakan metode Capacity Strengthening Approach to Vulnerability Assessment (CaSAVA) yang sebelumnya telah diterapkan di dua provinsi wilayah kerja AgFor lainnya, komponen lingkungan berupaya untuk memahami penyebab kerentanan, mengetahui persepsi lokal, dan memperkuat kemampuan masyarakat dalam menghadapi kondisi tersebut.

Sementara itu, komponen tata kelola menginisiasi hubungan dengan berbagai lembaga pemerintahan, meninjau desa-desa yang merupakan wilayah kerja integrasi tiga komponen proyek AgFor, melakukan diskusi dengan tokoh masyarakat dan petani di desa-desa terkait, serta menentukan mitra lokal. Dari serangkaian kegiatan tersebut, tim tata kelola berhasil mengidentifikasi isu-isu strategis yang akan menjadi fokus aktivitas komponen selama dua tahun ke depan. 

“Hasil dari berbagai pengambilan data serta diskusi yang telah dilaksanakan teman-teman di masing-masing komponen proyek AgFor ini akan segera diolah, dan akan menjadi bekal kita dalam menyusun rencana kegiatan untuk masing-masing desa,” kata Duman. “Di akhir tahun ini kita proyeksikan bahwa kelompok tani binaan sudah terbentuk dan memiliki rencana kerja. Dan jika melihat respon positif yang selama ini kami terima, kami percaya bahwa pelaksanaan kegiatan AgFor di Gorontalo akan berjalan lancar, seperti di dua provinsi lokasi proyek AgFor lainnya,” ujar Duman.