Pemerintah Indonesia selama lebih dari 20 tahun telah mencoba mendorong pembangunan di wilayah Timur Indonesia dengan berbagai kebijakan.
Semuanya diikuti oleh transfer fiskal ke daerah timur untuk berbagai program pengembangan wilayah. Namun sayangnya sejak tahun 2000 hingga kini kesenjangan ekonomi antara wilayah timur dan barat Indonesia hampir tidak mengalami perbaikan.
Menggunakan indeks Williamson yang mengukur kesenjangan ekonomi antar wilayah, rata-rata indeks dari 34 provinsi di Indonesia mengalami terhenti pada kisaran 0,79. Dalam Indeks Williamson semakin besar berarti mendekati 1 ekonomi wilayah sangat senjang dan jika mengecil mendekati 0 menunjukkan ekonomi wilayah yang sangat merata.
Menurut BPS pada kuartal ketiga 2019 struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang masing-masing menyumbang 59,15% and 21,14% untuk produk domestik bruto (PDB), sementara di bagian timur seperti Maluku dan Papua masing-masing hanya berkontribusi 3,06% dan 2,27% ke PDB.
Penyebab kegagalan pengembangan wilayah
Sejak tahun 1993, pemerintah berupaya mendorong roda ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.
Berbagai macam upaya sudah dilakukan seperti pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di wilayat timur yang merupakan wilayah geografis potensial dan perlu investasi, serta pembentukan Kawasan Andalan sebagai kawasan budi daya strategis nasional.
Tentu saja semua ini juga perlu didukung oleh pengembangan otonomi daerah dan pemerintah yang menyediakan infrastruktur, fasilitas, dan insentif serta kemudahan berinvestasi di kawasan-kawasan tersebut. Contohnya investor di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan mendapatkan fasilitas fiskal tax holiday atau libur bayar pajak.
Saat ini, dua belas dari 13 Kawasan Ekonomi Khusus yang Indonesia miliki berada wilayah timur Indonesia. Seperti contohnya di Kota Palu, Sulawesi Tengah, kota Morotai, Maluku Utara, dan kota Sorong, Papua Barat.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2010 mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kawasan timur dan menyimpulkan beberapa alasan mengapa kebijakan itu tidak efektif.
1. Implementasi yang tidak efektif
Pada tahun 2000, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden mengenai KAPET, namun Keputusan Presiden (keppres) ini kurang efektif.
Badan Pengelola KAPET yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II tidak memiliki kewenangan yang cukup. Seperti contohnya untuk memberikan izin usaha berdasarkan pelimpahan wewenang instansi terkait dalam rangka pelayanan satu atap.
Mengembangkan industri, perdagangan dan jasa termasuk pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya juga masih dilakukan oleh masing-masing sektor.
2. Insentif tidak menarik
Bappenas juga menemukan bahwa insentif fiskal yang ditawarkan pemerintah tidak menarik bagi investor. Apa yang ditawarkan pemerintah selama ini pada dasarnya adalah solusi bagi persoalan sekunder, yaitu persoalan yang timbul setelah ada investor yang berinvestasi.
Padahal persoalan primernya adalah belum atau tidak adanya investor yang meminta berbagai insentif kebijakan tersebut di Kawasan Timur Indonesia.
3. Birokrasi
Bappenas juga menemukan bahwa proses perizinan usaha yang berbelit-belit, lambat, mahal, tidak transparan, serta banyaknya Peraturan Daerah yang menghambat pengembangan dunia usaha seperti pungutan liar, pungutan berganda, dan sebagainya semakin memperlambat perkembangan dunia usaha.
4. Belum tepat sasaran
Bappenas juga melakukan evaluasi terhadap pengembangan kawasan andalan, yaitu kawasan yang dikhususkan untuk industri tertentu.
Dalam evaluasi ini, Bappenas mengatakan bahwa strategi pengembangan kawasan andalan belum fokus pada industri apa yang hendak dikembangkan dan belum jelas orientasi sasaran pasar yang akan dituju.
5. Pendekatan yang salah
Evaluasi dari Bappenas menunjukkan bahwa penetapan lokasi KAPET, KEK, maupun Kawasan Andalan terobsesi oleh posisi strategis wilayah dan kurang memperhatikan persoalan pasar.
Padahal, menurut ekonom pemenang Nobel Paul Krugman pendekatan pengembangan ekonomi wilayah seperti ini adalah ibaratnya memulai sesuatu dari urutan yang salah.
Utamakan Pasar
Memperhatikan profil wilayah Kawasan Timur Indonesia dengan mempertimbangkan struktur pasar yang ada di sana, ada empat wilayah yang menjadi konsentrasi kegiatan perekonomian yang baru: Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Papua Barat, serta kemungkinan Sulawesi Tengah.
Pemerintah dapat memberikan insentif terhadap industri minyak gas (migas) di keempat provinsi tersebut dengan syarat semua kegiatan bisnis yang terkait dengan industri migas harus diselenggarakan dan menggunakan institusi keuangan/finansial yang beroperasi hanya di wilayah tersebut.
Sistem perbankan seperti ini di beberapa negara terbukti mampu mendorong pembangunan dan pengembangan wilayah seperti di Jerman dan Amerika Serikat.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Survei Geologi pernah menyebut lima wilayah di kawasan timur Indonesia, memiliki potensi ditemukannya lapangan minyak dan gas (migas) raksasa. Salah satunya adalah blok Selaru di Maluku dan blok Masela di laut Arafura, Papua Selatan.
Penyebab utama kesenjangan ekonomi wilayah adalah kesenjangan produktivitas, atau jumlah barang yang di produksi suatu populasi dalam suatu waktu, maka solusinya adalah pemerataan produktivitas.
Pemerataan produktivitas akan terwujud jika negara secara bertahap mampu mengatasi berbagai kesenjangan antara lain kesenjangan pelayanan dan kualitas pendidikan, kesenjangan pelayanan dan kualitas kesehatan, kesenjangan ketersediaan air bersih dan sanitasi, kesenjangan ketersediaan energi listrik, kesenjangan dukungan infrastruktur permukiman, dan kesenjangan dukungan infrastruktur pengetahuan termasuk infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia mendukung The Conversation Indonesia sebagai mitra tuan rumah.
Chairil Abdini
Lecturer in Public Policy and Decision Analysis, Universitas Indonesia
- Log in to post comments