BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

3 Cara Papua Barat Mengembangkan Perencanaan Pembangunan Berbasis Bukti untuk Mendukung Tercapainya Target Iklim Indonesia

oleh   Bonifasius Y. Lody Maturbongs dan Barakalla Robyn 

Sebagai perwujudan komitmennya terhadap Perjanjian Iklim Paris 2015, pemerintah Indonesia telah menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari kegiatan usaha sebesar 29 – 41 persen hingga tahun 2030. Dalam kesempatan lain, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) menyatakan bahwa jika tingkat pemanasan global melebihi 1,5°C, risiko kekeringan, banjir, suhu panas ekstrem, dan kemiskinan bagi ratusan juta orang akan meningkat di dunia.

Meskipun komitmen iklim nasional (NDC) dari seluruh negara saat ini akan menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca, suhu global diprediksi masih akan naik sebesar 2,6 – 3,1°C pada tahun 2100. Oleh karena itu, seluruh negara di dunia didorong untuk menetapkan target pengurangan emisi yang lebih ambisius.

Hal ini juga berlaku bagi Indonesia, salah satu negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Dalam hal ini, peranan Papua dan Papua Barat sebagai provinsi yang kaya akan tutupan hutan menjadi sangat penting. Kedua provinsi tersebut memiliki lebih dari 33 juta ha area tutupan hutan atau lebih dari 80 persen total luas lahan kedua provinsi. Pada 2018, pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat telah menandatangani Deklarasi Manokwari yang menyatakan komitmen pemerintah kedua provinsi tersebut untuk mengalokasikan setidaknya 70 persen dari luas lahan yang ada sebagai kawasan lindung. Jika komitmen ini terwujud, disertai dengan upaya pemulihan lahan terdegradasi di berbagai kawasan lindung, Indonesia dapat menurunkan emisi karbon dioksida hingga 2,8 – 3,3 gigaton. Artinya, dengan menyelamatkan hutan Papua saja, Indonesia sudah dapat memenuhi target komitmennya dalam Perjanjian Paris, yaitu menurunkan 1,8 – 2,0 gigaton emisi karbon dioksida pada tahun 2030.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pengambil keputusan dari berbagai sektor dan level, dari tingkat provinsi hingga tingkat pemerintahan terkecil, harus dilibatkan dalam perumusan dan implementasi kebijakan iklim di lapangan.

Perencanaan Pembangunan Berbasis Bukti di Papua Barat
Perencanaan pembangunan berbasis bukti merupakan sebuah proses iteratif dalam metode berpikir sistematis (system thinking) dengan menggunakan data terbaik yang tersedia, termasuk data daerah, informasi yang andal, dan kearifan lokal dalam membangun rencana pembangunan yang sesuai bagi masing-masing daerah. Pendekatan ini menekankan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai dasar dari perencanaan pembangunan. Dalam tulisan ini, kami menjelaskan tiga langkah yang diperlukan untuk menetapkan perencanaan pembangunan berbasis bukti.

Pertama, melakukan serangkaian studi kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, lembaga akademik, sektor swasta, lembaga non-profit, dan organisasi masyarakat lainnya. Kolaborasi ini akan menghasilkan berbagai sudut pandang serta memastikan bahwa rencana pengembangan tersebut sudah mempertimbangkan kepentingan seluruh kelompok masyarakat. Salah satu studi yang dapat dilakukan adalah pengembangan peta jalan terkait pengalokasian minimal 70 persen lahan di Papua Barat sebagai kawasan lindung, yang membutuhkan pemetaan distribusi dan status konsesi hutan dan lahan, serta pemeriksaan kesesuaian lahan konsesi. Analisis yang dilakukan harus memperhitungkan faktor-faktor spasial, ekonomi, sosial budaya, dan ekologi.

Kedua, mengadakan serangkaian pelatihan untuk memperkuat keterampilan perencanaan pembangunan bagi para aktor pemerintah dan non-pemerintah. Termasuk dalam pelatihan tersebut adalah metode berpikir sistematis (Systems Thinking) dan metode dinamika sistem (System Dynamics) yang dapat digunakan sebagai referensi dalam pembentukan skenario pembangunan. Systems Thinking adalah sebuah cara mengenali fenomena sebagai sebuah sistem yang di dalamnya terdapat komponen-komponen internal yang saling berelasi, sedangkan dinamika sistem adalah sebuah metode yang digunakan untuk memahami sistem yang berubah seiring berjalannya waktu. Sementara itu, dengan pemodelan menggunakan System Dynamics, kita dapat melakukan penilaian atas berbagai hasil kebijakan untuk mengidentifikasi skenario terbaik dalam pencapaian suatu tujuan pembangunan, misalnya pencapaian target pengurangan emisi, target pertumbuhan ekonomi, atau keduanya.

Ketiga, meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas data melalui pengembangan platform yang dapat merangkum data yang diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis bukti, misalnya terkait tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pertumbuhan populasi, indeks pembangunan manusia, deforestasi dan degradasi hutan, penggunaan lahan, tutupan lahan, konsesi berbasis lahan, serta faktor emisi berbagai sektor ekonomi.

Menyelaraskan Kebijakan Nasional dalam Kebijakan Pembangunan Daerah
Tak hanya dalam perencanaan pembangunan berbasis bukti, inisiatif atau kebijakan berskala nasional, misalnya perencanaan pengurangan emisi nasional (NDC) dan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (LCDI), juga perlu masuk dalam perencanaan pembangunan di tingkat daerah (dalam hal ini di Papua Barat).

Saat ini Papua Barat telah melakukan beberapa upaya intervensi di tingkat regional untuk mengukur kontribusi provinsi terhadap rencana pengurangan emisi nasional. Salah satunya adalah dengan mendukung akademisi dan peneliti daerah mengembangkan dokumen peningkatan target pengurangan emisi Indonesia sesuai NDC, menjelaskan dan mengukur berbagai sektor di Provinsi Papua Barat yang dapat berkontribusi terhadap pengurangan emisi, memberikan pelatihan terkait pendekatan pemikiran sistem yang diterapkan pemerintah pusat dalam mengembangkan inisiatif pembangunan rendah karbon, serta menyediakan platform repositori untuk menyimpan data terkait iklim untuk menjadi sumber rujukan dalam melakukan studi dan pengembangan kebijakan.

Baru-baru ini, Papua Barat juga telah menandatangani dan berkomitmen mendukung Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (LCDI), yang akan segera diwujudkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Secara khusus, LCDI telah mengidentifikasi berbagai kebijakan yang dapat menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan. Jika diterapkan dengan tepat, LCDI dapat membawa Indonesia ke tingkat pertumbuhan PDB rata-rata 6 persen per tahun hingga 2045, lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan saat ini. Penerapan LCDI juga akan mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca hampir 43 persen per tahun 2030, lebih dari target iklim nasional saat ini.

Untuk itu, upaya pelibatan pemangku kepentingan utama di Papua Barat – termasuk juga sistem kearifan lokal dan aspirasi sosial-budaya mereka – dalam pembangunan rendah karbon nasional menjadi sangatlah penting dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat Papua serta untuk memenuhi target aksi iklim nasional. Selain itu, pemerintah Indonesia juga perlu menyelaraskan perencanaan pembangunan berbasis bukti yang mendukung pembangunan rendah karbon di Papua Barat, serta di provinsi-provinsi lainnya, dengan kebutuhan aktual di lapangan seraya memosisikan pemangku kepentingan utama di daerah sebagai agen perubahan utama.

Sumber: https://wri-indonesia.org/id/blog/3-cara-papua-barat-mengembangkan-perencanaan-pembangunan-berbasis-bukti