Pengelolaan Anggaran Publik.
Hanya Untuk Penyelesaian Studi, Syarat Bantuan Pendidikan Diperketat. Berita tentang hal terkait Pengelolaan Anggaran Publik dari Provinsi Sulut.
Pemerintah Provinsi Sulut, akan membatasi pemberian dana bantuan pendidikan. Anggaran untuk bantuan pendidikan ini di tahun 2010, 10M. Sekarang syaratnya diperketat, cuma untuk yang mau menyelesaikan pendidikan.
Pertanyaannya: kalau yang 2010 masih akan diproses, bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi dana bantuan pendidikan tahun berjalan? Lalu kapan syarat diperketat itu akan diterapkan?
IMHO, kyknya sih diberlakukan pada formulir pendaftaran yg masuk tahun 2011, mungkin untuk semester di tahun 2012. Anggaran 2011 tidak akan berubah, karena sepertinya masih memperhitungkan pendaftar dan penerima yang sudah ada. Kalaupun ada perubahan, paling nanti APBD-nya akan berubah angkanya saat pembahasan APDB-Perubahan bulan Agustus.
Pembelanjaan Publik
Rujukan mengenai pembelajaan publik di Indonesia: Sekilas tentang Pengeluaran Publik di Indonesia (http://go.worldbank.org/1409MCH4U0)
Dari Kabupaten Biak Numfor, Papua yang mengalami surplus sebesar 2,1 M pada tahun 2010, ada beberapa point tentang pengelolaan keuangan publik.
1. Usulan kegiatan, dikawal dengan sumber pendanaan yang tersedia, dan jelas
2. DPRD memenuhi fungsi perannya: pengawasan, hak budgeting, dan legislasi.
3. Eksekutif melakukan pengawasan internal dan memperketat penggunaan anggaran 2011 serta
4. Menghindari terjadinya praktek korupsi
5. Memperhatikan output dari sektor pelayanan publik
ini sisi lain, dari kenyataan bahwa anggaran besar bukan satu-satunya jawaban pembangunan. Dalam pembiayaan pembangunan, masalah yang hadir bukan hanya soal alokasi anggaran, kebijakan strategis, relevansi perda, tapi juga faktor praktek mafioso, seperti yang muncul dalam berita berikut ini: "ada mafia anggaran DPID 2011 di Kemenkeu"
Ini mengingatkan saya, bagaimana seorang teman di Papua yang bergerak di sektor infrastruktur, menyebutkan betapa lumrah sebuah proyek "dijemput" di Jakarta.
Ahmad Erani Yustika Guru besar ilmu ekonomi kelembagaan Universitas Brawijaya, dalam pidato pengukuhan guru besarnya, memaparkan argumen kenapa ekonomi Indonesia bukan saja tidak bertumbuh tapi juga belum mensejahterakan rakyat, dengan memakai pendekatan kelembagaan.
Paparan ini juga menunjukkan ke-harus-diperhitungkannya komponen political rent-seekers, sebagai faktor penghambat reformasi ekonomi. Siapa mereka?
Mengikuti berita mengenai 407 Perda Bermasalah, menarik sekali melihat garis merah betapa perda-perda bermasalah mempengaruhi potensi keuangan daerah. Ikuti rangkaian berita mengenai Perda Bermasalah.
Bagaimana perda-perda bermasalah ini, mempengaruhi potensi keuangan provinsi, di satu sisi, sedang di sisi lain para pihak yang secara langsung terlibat dengan pembuatan kebijakan, memiliki prioritas yang berbeda.
Perdebatan tentang sistem pemilihan gubernur antara pemilihan langsung dan dipilih oleh Dewan, menunjukan selisih yang sangat besar. untuk kasus Sulawesi Selatan: bisa dilihat dalam rangkaian artikel berikut ini:
Dari beberapa Provinsi, komposisi Anggaran penerimaan APBD memberi gambaran masih besarnya ketergantungan daerah kepada Pusat salah satunya dalam hal dana perimbangan. Rendahnya penyerapan belanja modal, jika dibandingkan dengan alokasi dana untuk belanja pegawai, defisit anggaran, merupakan hal-hal yang perlu dicermati mengenai manajemen pembelanjaan, yang terkait erat dengan Perencanaan dan Penganggaran Keuangan.
Besarnya anggaran lagi-lagi bukan jawaban satu-satunya.
Alokasi belanja infrastruktur yang 'minim' tahun ini, membuat Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan perlu mengambil kebijakan menghentikan pembangunan pelabuhan baru di seluruh Indonesia. Bahkan untuk pembagunan pelabuhan ikan kelas Nusantara diprioritaskan untuk Ambon, Bitung dan ternate di wilayah TImur Indonesia, dan di Pelabuhan Ratu, Muncar, Bangka Belitung dan Belawan di wilayah Indonesia Barat.
Menteri KKP, Fadel Muhammad, juga menyarankan 3 cara pembiayaan pembagunan infrastruktur. Apa saja cara pembiayaan itu, baca lebih lanjut di:
Pembangunan di Indonesia kelihatannya akan terbentur pada beberapa hal yang secara langsung berdampak pada kemaslahatan hidup dan harkat orang banyak. Hal-hal itu antara lain: kelola sumber daya alam, kelola keuangan publik, dan penggerogotan dana pembangunan.
Dari data ICW (Indonesia Corruption Watch) selama 2010, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 23 perkara. Empat di antaranya adalah kasus keuangan daerah yang jumlah kerugian negaranya mencapai Rp99,8 miliar.
Dari 23 kasus itu, lima sektor korupsi terbesar adalah energi yakni Rp204 miliar (3 kasus), infrastruktur Rp146,1 miliar (3 kasus), keuangan daerah Rp99,8 miliar (4 kasus), kesehatan Rp93,4 miliar (3 kasus), dan perbankan Rp5 miliar (1 kasus). Dari data terlihat, kasus keuangan daerah jumlahnya terbesar yakni 4 kasus.
Gubernur Sulawesi Utara kecewa banyak kepala daerah yang tidak hadir dalam Musrembang. Padahal Musrembang yang merupakan proses penting pembangunan partisipatif di daerah seharusnya menjadi prioritas agenda pertermuan kepala daerah. Dalam Musrembang ini dipresentasikan hasil analisa pengeluaran publik Provinsi Sulawesi Utara. Analisa pengeluaran publik ini, kelihatannya menjadi masukan bagi arah, strategi dan prioritas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara
Berikut Opini menarik yang ditulis oleh Muhammad Syarkawi Rauf Kepala Laboratorium Pengkajian Ekonomi dan Bisnis FE Unhas yang dimuat di harian kompas terbitan hari ini Tanggal 14 Maret 2011 yang berjudul "KTI Jangan Dilupakan"
Apa hubungan minyak mentah, RAPBN yang meningkat, juga subsidi pemerintah yang membengkak?
Selengkapnya dapat dibaca di Penerimaan RAPBN meningkat, Subsidi Membengkak, sebuah kupasan berbasis interview dengan Baso Siswadarma, pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin di Harian Fajar.
RTI International telah menyerahkan laporan akhir tentang LGSP kepada USAID pada bulan Desember 2009. Laporan tersebut berisi temuan dari berbagai studi analisis yang dilakukan pada waktu penyelesaian proyek. bisa didownload di http://www.lgsp.or.id/Index.cfm?&setLocale=id_ID
Kemendagri Bak "Macan Ompong" Jika Berhadapan dengan Pemda Soal APBD.. demikian hari ini di Harian Republika.
Pemerintah daerah (pemda) berlomba-lomba menghabiskan APBD untuk anggaran belanja pegawai, bukan belanja modal dan infrastruktur. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku tidak berdaya untuk mengawasi dan menegur pemda sebab mereka dilindungi aturan.
Jurubicara Kemendagri Reydonnizar Moenok mengatakan, besaran tunjangan pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dibebankan pada pos belanja tidak langsung. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pemberian tunjangan, kata dia, didasarkan pada kriteria tugas, keterpencilan tempat tugas, dan beban tugas. Sayangnya banyak pemda dalam memberi tunjangan tidak berpatokan hal itu. Sehingga satu daerah dengan daerah lain saling berlomba memberi tunjangan berlebih kepada pejabatnya.
Karena itu, Reydonnizar tidak heran tunjangan eselon I Pemprov DKI dengan eselon I Pemprov Banten bisa sama sebesar Rp 50 juta per bulan. Padahal pendapatan asli daerah (PAD) DKI sebanyak Rp 11,8 triliun dan PAD Banten Rp 1,6 triliun. "Kemendagri ingin mengendalikannya, tapi ada aturan untuk mengatasi persoalan itu," ujarnya, Senin (11/7).
Tulisan di Kompas, Banyak Parpol Enggan Laporkan Anggaran oleh Ary Wibowo danTri Wahono menyangkut akses informasi kepada lembaga publik seperti partai politik menunjukkan bahwa permintaan Informasi (terutama) menyangkut keuangan badan publik, masih sangat sulit diakses. Tidak merespon permintaan informasi, sengketa ini dapat dibawa ke Komisi Informasi. Tapi kemudian ? Kalau Banyak Parpol Enggan Laporkan Anggaran Apakah peran Komisi Informasi dapat didorong sedemikian rupa sehingga transparansi pengelolaan keuangan lembaga publik bukanlah jargon semata..
Papua's special autonomy funds going to waste, say experts
Kurangnya pengawasan pemerintah telah mendorong otonomi khusus di Papua dan Papua Barat keluar jalur. Pemerintah pusat mungkin telah sengaja mengabaikan pemerintah daerah di Papua. "Sejak tahun-tahun transisi awal [status khusus Papua otonomi], tidak pernah ada pendampingan dan panduan yang jelas dari pemerintah pusat ke pada pemerintah Papua tentang bagaimana mereka harus menangani dana otonomi khusus," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth. "Hal ini menyebabkan dana otonomi khusus tidak dimanfaatkan secara optimal." Sehingga penting bagi pemerintah pusat untuk membantu dan mementori pejabat pemerintah lokal dalam perencanaan pembangunan.
The government’s lack of supervision has knocked special autonomy in Papua and West Papua off track, leaving residents in the midst of poverty and a conflict that is seemingly never ending, experts say.
Indonesian Institute of Sciences (LIPI) researcher Adriana Elisabeth said that the central government may have deliberately neglected local governments in Papua, arguing that it was necessary for central government to assist and mentor local government officials on development planning.
“Since the early transition years [of Papua’s special autonomy status], there has never been any accompaniment and clear guidance from central government to local Papuans on how they should handle the special autonomy funds,†Adriana said. “This caused special autonomy funds to be not utilized optimally.â€
In 2001, the government granted special autonomy status for the province, which was later developed into Papua and West Irian Jaya (also known as West Papua).
The status gave local administrations the authority to manage their own areas with little intervention from central government.
However, the interests of many parties in the resource-rich region have led to unresolved conflicts.
Fatal incidents often occur in Papua province, especially near the mining site of PT Freeport Indonesia.
Adriana argued that Papua’s special autonomy funds might not be fully utilized to improve the lives of local Papuans, saying that in reality the hefty budget “was channeled to the bureaucrats and political elitesâ€.
Vidhyandika Perkasa, a researcher at the Center for Strategic and International Studies (CSIS) said that mentoring and assistance from central government were imperative, as most Papuan administration officials responsible for managing budgets were still “clueless†on how to develop their region.
“The local government officials [in Papua] are still lacking the capacity to deal with their special autonomy status,†Vidhyandika said.
“They have no sufficient knowledge of development management and planning. Consequently, they don’t know what to do with special autonomy funds.â€
Vidhyandika went on to explain that local government officials in Papua sometimes mistakenly defined special autonomy funds as the same as local budget funds. “Based on my interviews with Papuan local government officials, there was confusion [on special autonomy funds] as these funds were sometimes muddled with the local budget.â€
Besides the local government’s lack of capacity in handling the funds, Vidhyandika suggested tighter supervision of the funds, as he argued that they were extremely prone to fraudulent practices by officials from both central and local governments.
“Corruption spreads from central to local government. In fact, many local government officials from Papua went to Jakarta to lobby the budget planners who play “vital roles†in disbursing [the special autonomy funds] to the Papuans,†Vidhyandika said.
Although experts perceived Papua’s special autonomy funds as “unproductive†in improving the welfare of local Papuans, the government recently approved a 23 percent increase in the budget allotted to Papua’s special autonomy funds for next year.
In the 2012 budget, the provinces of West Papua and Papua would receive Rp 1.64 trillion (US$186.96 million) and Rp 3.8 trillion respectively, which are significant increases from this year’s budget that allotted the two provinces Rp 1.33 trillion and Rp 3.1 trillion respectively.
The disbursement process of Papua’s special autonomy funds was said to be beset with corruption and fraudulent practices, with the government’s lack of supervision being blamed as the root cause.
Between 2001 and 2010, the Supreme Audit Agency (BPK) found indications that Rp 4.12 trillion of the Rp 19.12 trillion in special autonomy funds for Papua and West Papua may have been misused or embezzled.
In April, the BPK’s findings also revealed that Rp 1.8 trillion of Papua’s special autonomy funds, which were supposed to be allocated to developing medical and educational infrastructure in Papua, were instead deposited in private bank accounts for “short-term investmentsâ€. (sat)
Jakarta, Kompas – Pemerintah daerah mengaku keberatan dengan wacana pembagian subsidi bahan bakar minyak antara pusat dan daerah. Langkah ini dinilai akan semakin memberatkan keuangan daerah yang selama ini sudah sangat minim bagi pembangunan di daerah.
Demikian pandangan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Bangka Belitung Iskandar Zulkarnain, Bupati Bangka Yusroni Yazid, dan Ketua DPRD Kabupaten Jember Saptono Yusuf, yang ditemui terpisah, Rabu (3/8).
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan wacana pembagian beban subsidi antara pusat dan daerah. Pembagian itu salah satu alternatif jika subsidi BBM ingin dipertahankan (Kompas 3/8).
Anggaran subsidi bahan bakar minyak dalam APBN Perubahan 2011 ditetapkan Rp 129,723 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan awal antara Badan Anggaran DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yakni Rp 117,59 triliun. Secara total, subsidi energi, gabungan BBM dan listrik, pun melonjak dari perhitungan awal Rp 180,01 triliun jadi Rp 195,723 triliun.
Iskandar mengatakan, selama ini, keuangan daerah sudah cukup berat untuk mendanai pembangunan. Akan semakin berat jika harus menanggung sebagian subsidi BBM. â€Kalau tidak ada tambahan dana bagi hasil dan dana-dana alokasi lain, kami akan keberatan,†ujarnya di Pangkal Pinang. Iskandar mengatakan, pusat harus adil jika menghendaki pembagian beban. Pusat harus menyerahkan sebagian penghasilan kepada daerah. â€Untuk Babel, misalnya, dengan meningkatkan persentase bagi hasil timah dari 3 persen menjadi 10 persen,†tuturnya.
Sementara Bupati Bangka Yusroni Yazid mengatakan, bagi hasil antara pusat dan daerah harus diperbesar porsi untuk daerah. Pasalnya, banyak retribusi dan pajak daerah dihapus.
Bangka juga akan keberatan jika beban subsidi harus langsung dibagi rata. Pusat harus menanggung porsi lebih besar dulu. â€Setelah keuangan daerah cukup mampu, baru porsi daerah diperbesar,†tuturnya.
Selain peningkatan penghasilan, Iskandar juga meminta pusat dan Pertamina harus lebih terbuka terkait penyaluran BBM bersubsidi. Selama ini, daerah tidak pernah tahu berapa realisasi penyaluran BBM bersubsidi.
â€Daerah memang mendapat pajak BBM. Namun, pajak itu dihitung sendiri oleh Pertamina. Jadi, kami tidak tahu berapa sebenarnya,†tuturnya.
Ketua DPRD Jember Saptono Yusuf menegaskan, jika pemerintah daerah masih harus ikut membantu meringankan beban pusat dalam subsidi BBM, keuangan daerah kian semakin rapuh. Selama ini, dana untuk gaji pegawai negeri, dana pembangunan atau belanja modal berasal dari pemerintah pusat.
Sebagian besar biaya belanja langsung ataupun tidak langsung berasal dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan, antara lain, bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, serta dana alokasi khusus dan perimbangan. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) sedikit sehingga belum mampu untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. (RAZ/SIR/WER)
Jakarta, Kompas – Anggaran yang diperuntukkan bagi daerah selama ini dinilai belum efektif. Pemerintah pusat sulit mengontrol penggunaan anggaran karena otonomi daerah. Anggaran daerah juga semakin membebani karena banyaknya pemekaran daerah, yang motivasinya hanya menciptakan kekuasaan baru.
Hal tersebut disampaikan ekonom CReco Research Institute, Muhammad Chatib Basri, menanggapi pidato nota keuangan, yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (16/8). â€Anggaran untuk daerah sudah sangat membebani. Beban anggaran untuk daerah semakin terasa dengan banyaknya daerah yang melakukan pemekaran,†katanya.
Dia mengatakan, peruntukan anggaran daerah juga kurang efektif. Banyak dana yang justru disimpan di bank daerah setempat, sehingga program pembangunan infrastruktur tidak maksimal. Penyerapan anggaran yang lamban di daerah sering kali mengganggu realisasi anggaran nasional.
Untuk mengefektifkan anggaran daerah, Chatib mengusulkan agar pemekaran ditinjau ulang. Jangan sampai, motivasinya hanya pemekaran kekuasaan. Dia juga menyarankan agar porsi dana alokasi khusus diperbesar melebihi dana alokasi umum. â€Jika DAK lebih besar, maka jelas reward dan punishment untuk daerah. Selama ini, DAU selalu lebih besar dari DAK,†katanya.
Dalam pidatonya, Yudhoyono memandang pengalokasian dan penggunaan anggaran daerah perlu dibenahi. Dia memaparkan, sejak pelaksanaan otonomi daerah pada 1999 hingga saat ini, terdapat 205 daerah pemekaran baru yang berimplikasi terhadap sisi fiskal. Alokasi anggaran yang sesungguhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dialihkan guna pembangunan fasilitas pemerintahan, belanja pegawai, dan keperluan lain bagi pemekaran daerah baru.
Sementara itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyatakan, buruknya perencanaan anggaran dan terlalu gemuknya birokrasi di daerah menjadi penyebab minimnya alokasi APBD untuk pembangunan di Aceh. Kondisi tersebut diperparah dengan inefisiensi penggunaan anggaran di tingkat realisasi serta minimnya transparansi di sejumlah sektor.
Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, mengungkapkan, 50 persen hingga 55 persen dana APBD di kabupaten dan kota di Aceh dihabiskan untuk belanja rutin. (HAN/ENY)
JAKARTA, KOMPAS – Peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terjadi selama ini ternyata tidak berkorelasi positif dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Faktanya justru sebaliknya. Karena itu, perlu perubahan dan lompatan paradigma dalam pembahasan Rancangan APBN 2012.
Demikian pandangan sejumlah anggota DPR yang dihubungi secara terpisah berkenaan dengan Pidato Kenegaraan dan Penyampaian RAPBN 2012 dan Nota Keuangan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di DPR dan DPD, Selasa (16/8) ini.
â€Kita berharap pidato nota keuangan ini tidak sekadar ritual keuangan, tetapi akan ada perubahan dan lompatan paradigma karena data menunjukkan peningkatan jumlah anggaran tidak berbanding lurus dengan pengurangan penduduk miskin,†kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P sekaligus Ketua Kaukus Ekonomi Konstitusi DPR, Arif Budimanta, di Jakarta.
Menurut Arif, APBN 2011 sebesar Rp 1.320 triliun atau naik Rp 194 triliun dari APBN 2010 sebesar Rp 1.126 triliun. Namun, total angka kemiskinan ternyata naik, yakni 64,54 juta jiwa tahun 2010 menjadi 67,64 juta jiwa tahun 2011. Angka kemiskinan adalah jumlah penduduk sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.
Artinya, Arif melanjutkan, rencana pembangunan jangka menengah yang menerapkan prinsip pro-poor, pro-growth, dan pro-job tak tepat sasaran. Kalau tidak ada perubahan strategi dan paradigma, jumlah total penduduk miskin dikhawatirkan semakin bertambah.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis mengatakan, permasalahan yang selalu muncul dalam APBN adalah nilai anggaran belanja pegawai, subsidi, dan utang di satu sisi selalu lebih besar dibandingkan dengan anggaran belanja infrastruktur dan kesejahteraan di sisi lain. Dalam APBN 2011, belanja kesejahteraan Rp 66 triliun dan belanja infrastruktur Rp 122 triliun. Sementara belanja pegawai Rp 182 triliun, belanja subsidi Rp 230 triliun, dan utang Rp 150 triliun.
â€Artinya, selama ini anggaran sebesar Rp 182 triliun hanya untuk 4,2 juta pegawai. Sementara anggaran kesejahteraan Rp 66 triliun untuk 31 juta penduduk miskin, belum lagi ditambah 20 persen penduduk hampir miskin. Jadi, untuk RAPBN 2012, anggaran belanja kesejahteraan dan infrastruktur harus lebih tinggi nilainya,†kata Harry.
Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menegaskan, pelaksanaan RAPBN 2012 hanya akan efektif apabila pemerintah memiliki strategi jitu untuk mempercepat penyerapan anggaran belanjanya. Tanpa percepatan anggaran, dana belanja tidak akan terasa dampaknya.
â€Selesaikan dulu masalah lambatnya anggaran ini karena percuma saja memperbesar anggaran belanja kalau akhirnya tak terpakai, lalu menjadi SAL (sisa anggaran lebih). Padahal, itu, kan, berasal dari utang. Masa tabungan diambil dari utang,†ujarnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, politik anggaran pemerintah dalam RAPBN 2012 konsisten pada prioritas yang ditetapkan pemerintah selama ini. Adapun strateginya tetap mengacu pada prinsip pro-poor, pro-growth, pro-job, dan pro-environment. (LAS/OIN)
Tak dapat disangkal bahwa kemiskinan merupakan ancaman paling berbahaya bagi kemanusiaan dan negara di milenium ini. Begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia sekarang yang berasal dari permasalahan kemiskinan. Bahkan bila kita melihat lebih detail dalam 15 sasaran strategis Millenium Development Goals, semuanya pada akhirnya mengacu kepada permasalahan ekonomi. Bagaimana menciptakan edukasi yang merata tanpa penghapusan kemiskinan, bagaimana memerangi HIV dan penyakit menular lainnya tanpa adanya peningkatan terhadap kesejahteraan.
Tidak sampai disitu, permasalahan kemiskinan juga menjadi ancaman terbesar bagi keamanan sebuah negara (national security) karena pada akhirnya kemanan (security) merupakan sesuatu yang dirasakan ditingkat individual (human security). Karena pada akhirnya human security berdampak besar terhadap national security, pernyataan selanjutnya adalah sejauh mana peran negara dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pada pidato Presiden di depan sidang DPR dan DPD RI tanggal 16 Agustus 2011 yang lalu secara jelas disebutkan bahwa prioritas kebijakan Pemerintah pada tahun 2011 yang akan datang masih tetap melanjutkan kebijakan pembangunan yang pro growth (pro pertumbuhan), pro poor (pro kemiskinan), pro job (pro penciptaan lapangan kerja) dan pro-environment (pro peningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup). Tentunya kebijakan ini akan berjalan efektif seandainya seluruh komponen bangsa, baik lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, civil society organzation hingga seluruh masyarakat bekerjasama dengan profesional, jujur dan transparan.
Semua kita sepakat bahwa salah satu musuh terbesar kita dan negara berkembang lainnya adalah kemiskinan. Salah satu poin penting dalam tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani bangsa-bangsa di dunia adalah pengurangan angka kemiskinan. Targetnya sangat signifikan, yaitu setengah dari jumlah kemiskinan pada saat MDGs ditandatangani pada tahun 2000. Kesepakatan ini berlaku hingga 2015. Dalam pidato di Sidang Tingkat Tinggi PBB ke-65 pada 20-22 September 2010 lalu, Pemerintah menyatakan telah berhasil mencapai target pengentasan kemiskinan (US$ 1/kapita/hari) karena target MDGs mensyaratkan Indonesia harus berhasil menurunkan separuh jumlah penduduk yang hidup hanya dengan US$ 1 per harinya dari basis data tahun 1990. Menurut data dari laporan yang disampaikan, pada tahun 2008 hanya 5,9 persen penduduk yang hidup dengan US$ 1 per kapita tiap harinya. Angka tersebut sudah melebihi separuh dari basis data (baseline) tahun 1990, di mana saat itu (1990) masih ada 20,6 persen penduduk yang hidup dengan US$ 1 per harinya.
Tentunya, prestasi pemerintah ini harus kita apresiasi dan terus kita kawal program-programnya sehingga semakin banyak target dari MDGs yang dapat tercapai. Terlepas dari masih tingginya angka kemiskinan, paling tidak upaya untuk terus-menerus menekan laju kemiskinan harus kita dukung baik secara anggaran maupun dalam pelaksanaan teknis di lapangan. Sebagaimana dirilis oleh BPS, jumlah pendukuk miskin (pengeluaran per kapita di bawah garis angka kemiskinan) pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), atau hanya turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Angka-angka yang ada tersebut menjadi semakin menarik untuk dicermati karena mayoritas masyarakat miskin di negeri ini adalah kelompok petani.
Salah satu tantangan utama kita adalah bagaimana mempercepat proses pengentasan kemiskinan di Indonesia khususnya untuk petani. Pada tahun yang akan datang, pemerintah telah menargetkan bahwa Sektor yang diharapkan bangkit untuk mengentaskan kemiskinan adalah sektor pertanian dan industri pengolahan (manufaktur). Sebagaimana diketahui, studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) tahun 2009 menunjukkan bahwa 82% pekerja miskin kini berada di pedesaan, dengan 66%-nya terkait pertanian, mirisnya lagi upah pekerja informal di sektor pertanian hanya sekitar 46% dari karyawan setor formal.
Ada beberapa faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di daerah pedesaan khususnya dikalangan petani. Beberapa diantaranya adalah semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan bangunan infrastruktur, pembagian waris kepada anak-anak juga menjadi pemicu menurunnya produksi pertanian. Sebagai contoh ada seorang petani yang memiliki luas lahan satu hektare, ketika anak-anaknya meningkat dewasa dibagi waris, maka lahan yang dimiliki masing-masing anak menjadi berkurang sesuai dengan jumlah anak yang dimiliki petani. Dengan demikian hasil pertanian per petani juga semakin menipis. Dampak dari semakin sedikitnya lahan yang dimiliki, otomatis penghasilan anak-anak petani ini juga semakin kecil. Akibatnya minat generasi muda untuk menjadi petani juga semakin menyurut. Jumlah petani yang berubah status menjadi buruh tani pun makin banyak karena tidak lagi memiliki lahan sendiri. Selain itu banyak kehidupan petani menjadi tidak menentu, hidup bergelimang kemiskinan karena hasilnya lebih banyak dinikmati oleh tengkulak dan pedagang.
Alternatif solosi untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan produktivitas pekerja pertanian setara dengan peningkatan produktivitas dan kelayakan upah karyawan di Tanah Air dengan dukungan modal, pembinaan dan pembangunan infrastruktur yang tepat guna. Dengan kepemilikan lahan petani di Indonesia rata-rata hanya 0,3 hektare (ha) membuat mereka sulit meningkatkan pendapatan jika hanya mengandalkan tanaman pangan. Dari budidaya lahan yang dimiliki petani, pendapatan mereka hanya sekitar Rp 2-3 juta dalam satu kali panen. Pendapatan ini masih dipotong untuk biaya tenaga kerja, pupuk dan biaya lainnya, sehingga rata-rata hasil bersihnya hanya Rp 1 juta per ha. Jika dibagi dalam tiga bulan, pendapatan petani hanya Rp 300-400 ribu. Jumlah ini sangat kecil dan sangat jauh di bawah upah minimum regional. Pendapatan riil petani tidak juga meningkat meski produksi pangan terus meningkat. Padahal, setiap tahun, ada sekitar 25 juta rumah tangga petani yang memproduksi pangan, meliputi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, dengan nilai sekitar Rp 258,2 triliun. Ironisnya lagi, 60% penerima bantuan raskin adalah petani.
Langkah mendesak yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah kebijakan dan realisasi penambahan lahan garapan untuk sektor pertanian serta pengurangan konversi lahan pertanian untuk pembangunan infrastruktur. Kalaupun hal ini terpaksa terjadi, maka harus ada konversi lahan pertanian produktif, harus ada ganti kerugiannya sesuai dengan Undang-Undang nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Misalnya, untuk lahan irigasi teknis penggantiannya harus tiga kali lipat dari luas lahan. Dengan begitu, walaupun untuk kepentingan umum jangan sampai membuat konversi lahan pertanian produktif semakin mudah dilakukan. Apalagi tekanan terhadap konversi lahan semakin tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan konversi lahan pertanian produktif di pulau Jawa mencapai 27 ribu hektar. Dari 27 ribu hektar ini sekurang-kurangnya kita kehilangan 250 ribu ton gabah kering giling. Untuk mengatasi konversi lahan pertanian tersebut maka seharusnya seluruh Kabupaten/Kota perlu secepatnya melakukan pendataan lahan-lahan pertanian produktif yang akan dilestarikan. Penetapan ini harus sejalan dengan pembuatan tata ruang daerah. Bersamaan dengan upaya pemerintah daerah menetapkan tata ruang, Kementerian Pertanian harus segera menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur perlindungan lahan pertanian produktif. Besarnya penduduk miskin dan menganggur serta tinggal di wilayah pedesaan, sudah seharusnya pemerintah menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas dalam pembangunan.
Dalam Nota keuangan dan RAPBN tahun 2011, pemerintah akan menganggarkan sekitar Rp. 49,3 Trilyun untuk penanggulangan kemiskinan. Pertanyaannya kemudian adalah, mampukah pemerintah mengatasi permasalahan kemiskinan tersebut melalui APBN? Sepertinya pemerintah tidak akan mampu mengatasi permasalahan tersebut jika hanya mengandalkan sumber anggaran negara, karena APBN kita terbatas. Harus ada upaya serius dan keberpihakan yang jelas dalam pengurangan tingkat kemiskinan karena bila dibiarkan begitu saja maka jumlah rakyat miskin akan terus bertambah.
Pentingnya sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran mengharuskan pemerintah untuk segera sadar bahwa proses reformasi birokrasi yang telah dijalankan masih belum efektif, etos kerja aparat masih perlu ditingkatkan dan kualitas sumber daya manusia yang ada belum memadai. Kesadaran tersebut harus segera disikapi dengan melakukan penegakan good governance secara tegas di seluruh institusi pemerintahan sehingga dapat dipastikan program yang sifatnya prioritas menjadi lebih terarah dan tepat sasaran dalam menurunkan angka kemiskinan. Sementara pada saat yang sama diharapkan seluruh stakeholder bangsa Indonesia mampu berfikir kreatif dan bekerja keras memotong lingkaran kemiskinan di negeri ini sehingga tujuan bangsa untuk mensejahterakan warga negara segera tercapai.
Akhirnya, bagaimanpun juga negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di negara manapun tujuan dari anggaran negara adalah untuk kesejahteraan warganya. Maka dari itu, agenda mendesak pemerintah saat ini adalah mengalokasikan anggaran yang berpihak pada kebijakan dan program-program pro kesejahteraan rakyat. APBN yang setiap tahun terus naik sudah seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Semenjak otonomi daerah bergulir, pemerintah daerah mendapat keleluasaan lebih untuk mengurus anggaran pendapatan dan belanja daerahnya. Tujuannya agar pembangunan dapat lebih merata dan lebih tepat sasaran karena pemerintah daerah dianggap lebih paham kebutuhan daerah masing-masing.
Nyatanya, hingga kini harapan itu masih jauh dari terwujud. Data Kementerian Keuangan menyebutkan, rata-rata belanja pegawai kabupaten/kota mencapai 51 persen dan 21 persen habis untuk belanja barang dan jasa. Pengeluaran kedua mata anggaran ini terus naik dari tahun ke tahun.
Yang tersisa untuk belanja modal yang digunakan untuk membangun sarana fisik sebagai perangsang pertumbuhan ekonomi pun tersisa tak sampai 23 persen. Persentasenya terus turun sejak 2007 terhadap belanja total.
Secara agregat—yaitu angka di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota—perbandingan belanja modal terhadap belanja daerah besarnya 22,85 persen. Ada 19 provinsi yang perbandingannya di bawah rata-rata dan 14 provinsi yang anggaran belanja modalnya di atas rata-rata angka agregat.
Provinsi DI Yogyakarta ternyata mengalokasikan anggaran terendah (11,1 persen) untuk belanja modal, sementara alokasi tertinggi ada di Provinsi Kalimantan Timur (38 persen).
Keadaan tersebut memperlihatkan, sebagian besar provinsi belum memberi perhatian cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Bila dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2008-2009 (Badan Pusat Statistik, Desember 2011), ternyata peningkatan angka IPM Yogyakarta berada dalam kelompok lima provinsi dengan pengurangan shortfall terendah. Berarti peningkatan IPM Yogyakarta termasuk terendah.
IPM merupakan ukuran standar pembangunan manusia yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. IPM mengukur tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu, pertama, umur panjang dan sehat yang diukur dengan angka harapan hidup saat lahir; Kedua, pengetahuan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; Dan, ketiga, standar hidup layak yang diukur dengan kemampuan daya beli. Secara umum, angka IPM Indonesia meningkat tahun 2004-2009, meskipun peningkatan tidak merata, bahkan dalam satu provinsi.
Angka IPM juga menunjukkan banyak hal, sebab dimensi umur harapan hidup, misalnya, diukur dari tingkat kematian. Tingkat kematian ditentukan oleh, antara lain, keadaan gizi, ketersediaan pangan, kemiskinan, penyakit menular, fasilitas kesehatan, kecelakaan, bencana, dan kelaparan massal.
Pengukuran memakai IPM dianggap lebih mewakili kondisi kesejahteraan masyarakat suatu negara daripada hanya menggunakan ukuran produk domestik bruto (PDB) yang tidak menyentuh dimensi manusia.
Gambaran tersebut memperlihatkan, tanpa perubahan radikal kemampuan aparat pemerintah—terutama kemampuan kewiraswastaan menggarap potensi daerah, serta perubahan radikal pola pemerintahan yang digerakkan dari pusat—kemiskinan struktural sulit berkurang.
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengalokasikan dana transfer ke daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 sebesar Rp 464,4 triliun. Persoalannya, tren meningkatnya dana transfer selama ini belum memberikan dampak ekonomi yang berarti untuk daerah.
Menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Senin (26/9), ekonom Universitas Indonesia, Jakarta, Faisal Basri, menyatakan, meski pemerintah sudah banyak menggelontorkan dana ke daerah melalui desentralisasi fiskal, hal itu belum efektif. Salah satunya akibat dana yang ditransfer ke daerah justru sebagian kembali ke Jakarta.
Contohnya adalah dana alokasi umum yang biasanya hanya disimpan di bank daerah. Lalu bank yang bersangkutan menaruhnya di Sertifikat Bank Indonesia. Berkaitan dengan proyek di daerah, sebagian besar justru dimenangi oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jakarta sehingga dana daerah mengalir kembali ke Jakarta.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan nota keuangan, 16 Agustus, menyatakan, pengelolaan dana di daerah belum efektif. Ini, antara lain, ditunjukkan oleh alokasi belanja pegawai yang terus meningkat. Sebaliknya, porsi belanja modal untuk pembangunan daerah justru menurun.
â€Yang lebih memprihatinkan, sebagian belanja modal digunakan untuk pembangunan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan pembelanjaan lain yang tak tepat,†kata Presiden.
Dalam RAPBN 2012, total dana transfer ke daerah mencapai Rp 464,4 triliun atau naik 12,6 persen dibandingkan dengan APBN-P 2011. Rinciannya, Rp 98,5 triliun untuk dana bagi hasil, Rp 269,5 triliun untuk dana alokasi umum, Rp 26,1 triliun untuk dana alokasi khusus, Rp 11,8 triliun untuk dana otonomi khusus, dan Rp 58,4 triliun untuk dana penyesuaian.
Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance, nilai belanja daerah di semua provinsi selama 2005-2010 naik 10 persen. Sementara pertumbuhan produk domestik regional bruto hanya naik sebesar 0,06 persen, sedangkan jumlah penganggur naik 0,19 persen. (ENY/LAS)
Jakarta, Kompas – Persekongkolan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diduga melibatkan oknum pimpinan, komisi, Badan Anggaran DPR, pejabat kementerian, pejabat daerah, pengusaha, dan calo menyuburkan praktik mafia anggaran dengan modus tertentu.
Melalui persekongkolan tersebut, hak rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan dan pembangunan terabaikan akibat korupsi yang terlegitimasi lewat praktik mafia anggaran itu.
Dari hasil penelusuran Kompas, Minggu (2/10), termasuk hasil verifikasi Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran, setidaknya terungkap modus operandi dugaan mafia anggaran.
â€Modus ini berlangsung terus-menerus sejak era Reformasi dengan pelibatan oknum- oknum yang berganti- ganti, mulai dari DPR, kementerian, daerah, pengusaha, hingga calo atau perantara,†ujar deklarator Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran DPR, yang juga fungsionaris Partai Golkar, Zainal Bintang, Minggu.
Enam modus
Sedikitnya ada enam modus. Pertama adalah dugaan kerja sama oknum Badan Anggaran DPR dengan Komisi DPR melalui pelibatan calo dan pengusaha di daerah. Ini terlihat dari pengaduan Rizal dan Jonathan Salisi ke Pos Pengaduan, Kamis lalu. â€Melalui orang bernama Andi, disebutkan pimpinan Badan Anggaran bernama Melchias Markus Mekeng sehingga kami percaya dengan adanya proyek tersebut,†kata Rizal dan Jonathan.
Namun, anehnya, tambah Rizal, saat pertemuan, di sebuah hotel di Ancol, Jakarta Utara, 6 Desember 2010, yang hadir dalam pertemuan adalah anggota Komisi X DPR, Jeffry Riwukore. â€Setelah pertemuan itu, kami bayar uang muka untuk proyek infrastruktur jalan Rp 1,2 miliar. Namun, sampai sekarang, proyeknya tidak keluar,†katanya.
Jonathan mengaku sudah meminta konfirmasi tertulis kepada Mekeng dan Jeffry, tetapi hingga kini belum ada jawaban dari mereka.
Mekeng yang dikonfirmasi terkejut. â€Saya akan tuntut mereka yang memfitnah saya. Saya tak tahu apa-apa. Cerita itu tidak benar,†katanya. Ia mengaku sudah mendengar isu tersebut beberapa pekan lalu. â€Saya tak kenal mereka. Nama saya dicatut karena yang ternyata hadir bukan saya, ada orang lain,†tambah Mekeng.
Jeffry saat dikonfirmasi Kompas membenarkan dirinya hadir dalam pertemuan di hotel di Ancol. â€Waktu itu, saya diberi tahu katanya mau bertemu Bupati Kupang. Saya datang saja, apalagi yang beri tahu tenaga ahli saya, Gustaf. Tetapi, ternyata tidak ada dan tidak tahu untuk apa pertemuan itu,†tutur Jeffry.
Menurut Jeffry, dirinya malah ditanya bagaimana prosedur anggaran. â€Saya bingung, kan, saya bukan anggota Badan Anggaran. Jadi, saya tidak tahu apa-apa. Saya malah kasih kartu nama saya,†tambah Jeffry.
Seperti Mekeng, Jeffry juga memilih akan memproses secara hukum di kepolisian. â€Nama saya juga dicatut. Anehnya, Andi malah bilang, itu sebenarnya bukan urusan saya,†lanjut Jeffry.
Modus berikutnya, orang- orang yang menjadi kepercayaan oknum pimpinan dan anggota DPR. â€Kasusnya ada di Sumatera, yang melibatkan pimpinan DPR. Siapa dia? Itu yang suka tampil di televisi,†kata Zainal.
Modus lainnya adalah calo yang jadi penghubung oknum anggota DPR dengan daerah dan kementerian. â€Proyeknya pertanian, yaitu jaringan usaha tadi di Sulawesi. Ada orang yang mengaku berhubungan dengan pimpinan di fraksi DPR,†ujarnya.
â€Ada juga mereka yang mengaku keluarga oknum DPR atau staf DPR seperti kasus di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,†tambah Zainal.
Terkait kasus itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung membantah tentang calo-calo yang mengaku mengenalnya dan anggota keluarganya. â€Saya memang kenal dengan Acos, tetapi saya tahu dan menyetujui itu?†tanya Tamsil saat dikonfirmasi. Menurut Tamsil, jika ada yang mengaku anggota keluarganya, seharusnya pihak-pihak langsung mengonfirmasinya agar bisa diklarifikasi.
Dari cerita mantan Kepala Pendapatan Daerah di Sulawesi, didapat cerita ada oknum anggota DPR yang datang ke daerah dan menjanji-janjikan proyek untuk penanggulangan bencana. Walaupun sudah bayar Rp 5 miliar, proyeknya tidak ada.
Saat DPRD setempat menanyakan kas daerah yang kosong akibat pembayaran tersebut, daerah kebingungan. â€Akhirnya, perusahaan yang biasa jadi rekanan daerah terpaksa dimintai tolong menutup kas yang kosong itu,†lanjut bekas pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida membenarkan cerita bekas pejabat itu.
Modus lain yang diketahui adalah adanya aktivis yang mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membuatkan proposal yang diajukan ke DPR ataupun ke kementerian.
â€Saya membuatkan proposal karena orang daerah tidak bisa membuat proposal sesuai kemauan DPR dan kementerian. Saya membantu mereka daripada mereka bolak-balik daerah ke Jakarta,†ujar Reza, aktivis sebuah partai. Reza mengaku dibayar Rp 15 juta-Rp 20 juta untuk sebuah proposal. â€Saya tidak merugikan negara karena saya hanya membantu membuat proposal,†demikian Reza, Jumat lalu.
Peluang korupsi pun tercipta sejak perencanaan. Karena itu, diperlukan perbaikan sistem perencanaan anggaran di DPR dan pemerintahan. â€Dulu, pengusaha melobi birokrasi sehingga spesifikasi diarahkan kepada pengusaha yang sudah memberi fee, atau proyek ditempatkan di lokasi operasi perusahaan itu. Sekarang, pengusaha melobi politisi, lalu politisi menekan birokrat untuk mengarahkan proyek kepada pengusaha tertentu atau politisi,†tutur Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan mencontohkan, kasus Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) dan Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) dibagikan ke daerah tanpa kriteria jelas. Ini membuka ruang DPR dalam mencari â€pendapatanâ€.
Menurut Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran, membuat posisi di kementerian menjadi amat penting bagi kekuatan politik tertentu. â€Misalnya, Kementerian Pertanian, dalam beberapa kasus, dapat menentukan bantuan sapi atau pupuk akan diberikan ke daerah yang selain membutuhkan, juga secara politik banyak dihuni pendukung partai politik tertentu,†ujarnya.
Jakarta, Kompas – Sejumlah kalangan mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012 yang lebih realistis dan lebih adil berpihak kepada rakyat.
Politik anggaran yang mengutamakan pencitraan pemerintahan, ditandai dengan subsidi besar tetapi salah sasaran, harus dihentikan. Pemihakan anggaran untuk memperkuat landasan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan meningkatkan alokasi anggaran pembangunan atau belanja modal secara signifikan harus menjadi prioritas utama. Dengan cara itu, APBN diharapkan bisa lebih adil dirasakan rakyat dan dapat diandalkan untuk mengatasi masalah pengangguran serta kemiskinan yang masih membelit puluhan juta warga.
Desakan tersebut diutarakan sejumlah kalangan menyambut pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan sidang paripurna di parlemen. Sebagaimana lazimnya setiap tanggal 16 Agustus, Presiden Yudhoyono akan menyampaikan pidato kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, yang berisi laporan pelaksanaan pemerintahan dan rancangan APBN 2012 beserta nota keuangannya.
APBN tahun 2011 dinilai tidak adil serta tidak propertumbuhan dan prorakyat. Anggaran sebesar Rp 1.230 triliun lebih banyak digunakan membiayai birokrasi yang tak produktif, subsidi energi yang tak tepat sasaran, dan membayar utang. Bahkan, belanja pegawai pusat dan daerah telah memakan porsi sangat besar, yakni sekitar 60 persen dari total volume APBN dan APBD.
Postur dan struktur APBN seperti itu, menurut ekonom Didik J Rachbini, hanya menyisakan sangat sedikit anggaran pembangunan. Padahal, anggaran pembangunan, biasa disebut belanja modal, itulah tumpuan untuk membiayai proyek infrastruktur penopang pertumbuhan ekonomi tinggi.
Seiring dengan perkembangan eksternal dan internal, DPR dan pemerintah, 22 Juli lalu, menyepakati rancangan APBN Perubahan 2011. Volume anggaran belanja dinaikkan menjadi Rp 1.320 triliun. Untuk tahun 2012, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, anggaran belanja sekitar Rp 1.400 triliun. Itu berarti akan ada peningkatan belanja sekitar Rp 170 triliun dari APBN 2011.
Kenaikan belanja itu berkonsekuensi pula pada upaya menggenjot penerimaan pajak. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmani menyatakan, pajak tahun depan diharapkan meningkat Rp 145 triliun di atas perolehan tahun 2011. Dalam kesepakatan pemerintah dan DPR untuk APBN-P 2011, penerimaan pajak mencapai Rp 878,7 triliun.
â€Peningkatan anggaran yang sangat besar itu jangan hanya untuk belanja konsumtif, tetapi dialokasikan lebih besar untuk pembangunan. Percepat pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Jalan, listrik, pelabuhan, semuanya jalan di tempat, bagaimana ekonomi mau gerak cepat,†kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi.
Hal senada dikemukakan Didik. â€Makanya, kita tidak melihat adanya pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Itu karena politik anggaran tidak berpihak kepada rakyat,†katanya.
Ironisnya, kata Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo, anggaran belanja modal yang sudah minim dan belanja barang yang lebih kecil itu masih dikorupsi beramai-ramai oleh aparat birokrat, politisi, dan calo-calo anggaran. Sementara di sisi penerimaan, anggaran digerogoti mafia pajak.
Penyakit
Salah satu penyakit APBN adalah anggaran terus meningkat, sementara penyerapannya oleh kementerian dan lembaga, juga daerah, sangat kedodoran, terutama pada awal-awal tahun anggaran. Karena itu, kualitas penggunaan anggaran menjadi sangat buruk karena pengelola anggaran dari pusat hingga daerah asal hajar di ujung tahun untuk sekadar menghabiskan anggaran.
Penyebabnya, antara lain, sistem dan prosedur tender proyek berbelit, di samping kapasitas pengelola anggaran memang payah. Akibatnya, sisa anggaran lebih semakin menumpuk tak dibelanjakan. Kalaupun sisa anggaran itu dipakai, kebanyakan untuk membiayai anggaran mengikat. Lagi-lagi anggaran pembangunan dikorbankan.
Perbesar ruang fiskal
Untuk mengatasi penyakit APBN tersebut, tidak bisa lain meningkatkan kapasitas penyusun dan pengelola anggaran. Pada saat bersamaan, pemerintah mesti memacu penghematan atau peningkatan efisiensi penggunaan anggaran. Anggaran yang tidak produktif, asal dibelanjakan, harus dipangkas.
Menurut Didik, potensi penghematan anggaran belanja di pusat saja bisa mencapai Rp 40 triliun sampai Rp 50 triliun. Lebih besar lagi kalau ditambah penghematan di daerah. Jumlah itu tentu sangat besar untuk dialokasikan menjadi belanja modal dan signifikan untuk pembangunan.
Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, menyatakan, salah satu persoalan kebijakan anggaran yang harus diangkat dalam pembahasan RAPBN 2012 adalah efektivitas penyaluran anggaran dari pusat ke daerah. Penyerapan selalu di bawah target sehingga berakibat pada lambannya pembangunan.
â€Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, misalnya. Apakah pelaksanaannya sudah efektif selama ini? Setidaknya pemerintah perlu mengevaluasi pelaksanaan anggaran pendidikan di APBN 2011, lalu hasilnya dipublikasikan agar semua pihak bisa belajar dari pengalaman tersebut untuk menentukan model untuk APBN 2012,†kata Haryo.
Direktur Econit Hendri Saparini menyatakan, tren volume penyaluran dana dari pusat ke daerah akan semakin meningkat. Permasalahannya, pemanfaatan dana-dana tersebut selama ini belum maksimal.
Sejak 2010, menurut Hendri, pemerintah berusaha mencari solusi dengan memunculkan istilah dana penyesuaian. Istilah itu tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. â€Dana penyesuaian itu diputuskan Badan Anggaran. Seberapa besar keterlibatan daerah,†katanya.
Antisipasi krisis
Sofjan Wanandi mengatakan bahwa APBN-P 2011 dan RAPBN 2012 harus mengantisipasi krisis utang Amerika Serikat dan Eropa. â€AS, Eropa, dan Jepang, tiga pilar perekonomian dunia, bermasalah. Kita tidak tahu kapan selesainya. Karena itu, tak ada penolong bagi kita kecuali menggenjot ekonomi domestik yang masih sangat besar potensinya, asal pemerintah mau kerja keras,†katanya.
Dalam kondisi krisis itu, katanya, dana-dana investasi global kemungkinan tertahan masuk Indonesia. Bahkan, dana-dana yang sudah ditempatkan di sejumlah negara kemungkinan besar akan ditarik oleh perusahaan induknya di AS dan Eropa. Permintaan barang ekspor kita bisa melemah, yang berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekspor Indonesia.
Dalam situasi seperti itu, kata Sofjan, pasar domestik harus digenjot. APBN harus berperan menstimulasi pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan supaya menambah tenaga beli masyarakat, pasar domestik bergairah, dan sektor riil dapat mencegah pemutusan hubungan kerja.
â€Ini kesempatan pemerintah untuk membangun infrastruktur guna meningkatkan efisiensi ekonomi, yang tidak boleh lagi dibuang percuma,†ujar Sofjan.(LAS/OIN/DIS)
Jakarta, Kompas – Bank Dunia menyarankan agar transfer dana ke daerah tidak menggunakan basis masukan atau input, tetapi basis kinerja. Pertimbangannya karena basis input tidak cukup efektif mendorong kemajuan daerah. Dengan input yang sama, kualitas pelayanan publiknya ternyata bisa jauh berbeda.
Hal tersebut tertuang hasil survei Bank Dunia di laporan perekonomian Indonesia triwulan III. Berdasarkan survei tersebut, transfer dana ke daerah selama satu dekade terakhir tidak banyak menunjukkan hasil positif. Padahal sejak desentralisasi, transfer dana ke daerah naik hingga dua kali lipat. Berdasarkan survei Bank Dunia, sekitar 30 persen daerah justru mencatat penurunan pada semua indikator hasil pelayanan publik.
Kepala Ekonom Bank Dunia Shubham Chaudhry di Jakarta, Kamis (6/10), mengatakan, negara-negara lain sudah lama meninggalkan sistem berbasis input.
â€Dengan basis kinerja, daerah akan lebih terpacu. Anggaran ditentukan berdasarkan kinerja dan prestasi tiap daerah. Jadi tidak dipukul rata,†katanya.
Dia mengatakan, koordinasi vertikal dalam transfer dana seharusnya juga lebih ramping. Banyaknya badan yang terlibat akan menimbulkan biaya transaksi dan beban koordinasi yang tinggi. Misalnya saja kesulitan koordinasi bidang pendidikan karena tiap sekolah menerima tujuh transfer yang berbeda dari empat pos anggaran berlainan.
Memicu pemekaran
Bank Dunia juga mencatat sistem anggaran berbasis input telah memicu pemekaran wilayah. Pada saat desentralisasi bergulir, Indonesia memiliki 30 provinsi dan 342 kabupaten/kota. Pada tahun 2008, jumlahnya membengkak menjadi 33 provinsi dan 490 kabupaten/kota.
Insentif keuangan mendorong daerah melakukan pemekaran. Setelah mendapatkan dana, alokasinya tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
Sebesar 30-40 persen anggaran habis untuk administrasi pemerintahan. (ENY)
Jakarta, Kompas – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012, yang dilakukan dalam waktu sangat sempit, akan menghasilkan alokasi yang asal-asalan. Akibatnya, APBN 2012 pun dipertaruhkan dan dapat dinilai tidak kredibel oleh pelaku pasar.
Penilaian semacam itu berisiko menimbulkan koreksi di pasar, antara lain nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Menurut undang-undang, APBN harus ditetapkan dua bulan sebelum tahun anggaran berjalan. Dengan demikian, RAPBN 2012 harus sudah ditetapkan 31 Oktober 2011.
â€Saya rasa, untuk ditetapkan tanggal 31 Oktober masih bisa dikejar. Dengan catatan, mulai minggu depan, RAPBN dibahas, siang-malam. Tetapi, kualitasnya tidak akan sebaik biasanya,†kata ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Wibowo, Selasa (27/9).
Persoalan Badan Anggaran mencuat setelah badan itu menghentikan pembahasan RAPBN 2012 hingga pimpinan DPR menjelaskan status kewenangan Badan Anggaran menyusul diperiksanya pimpinan Badan Anggaran oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anggota Badan Anggaran, Agun Gunanjar Sudarsa, mengatakan bahwa belum ada perkembangan berkaitan dengan dihentikannya pembahasan RAPBN 2012 itu. Sampai Selasa atau sekitar sebulan menjelang jadwal pengesahan rancangan instrumen kebijakan fiskal pemerintah tersebut, Badan Anggaran masih menunggu tindak lanjut pimpinan badan legislatif.
Agun menambahkan, Badan Anggaran dalam posisi menunggu tindak lanjut surat yang dikirim Badan Anggaran kepada pimpinan DPR. Jika tidak ada perkembangan, pembahasan tidak akan maksimal. Akibatnya, bisa saja fraksi menolak RAPBN 2012 sehingga pemerintah terpaksa menggunakan skema APBN 2011 pada tahun 2012.
â€Badan Anggaran tidak mempunyai motif politik apa pun. Kami ingin bekerja sesuai dengan harapan masyarakat. Namun, kami juga butuh kepastian. Kami tak budek. Jadi, kami tak mungkin terus jalan, sementara ada suara-suara di luar yang menginginkan pembubaran Badan Anggaran. Ini harus dijelaskan terlebih dahulu,†tutur Agun.
Pembahasan RAPBN 2012, menurut Agun, sebenarnya sudah separuh jalan. Terakhir, tiga panitia kerja telah dibentuk, yakni panitia kerja asumsi makroekonomi, panitia kerja belanja pemerintah pusat, dan panitia kerja belanja transfer daerah.
Berdasarkan jadwal, pembahasan RAPBN 2012 harus selesai per 28 Oktober 2011. Selanjutnya, per 1 November 2011, DPR akan menggelar sidang paripurna pengesahan RAPBN 2012. â€Saya meminta pimpinan DPR merespons surat Badan Anggaran, yakni segera melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden, termasuk dengan penegak hukum lain, supaya Badan Anggaran dalam kerjanya bisa melakukan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif dengan baik,†kata Agun.
Solusi yang paling cepat, menurut Dradjad, adalah pimpinan partai politik yang memiliki anggota di Badan Anggaran segera memerintahkan untuk menggelar rapat. Jangan sampai kepentingan kelompok kecil mengacaukan kepentingan negara yang sedang menghadapi kondisi ekonomi global tak menentu.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, menyatakan bahwa penghentian pembahasan RAPBN 2012 menyusul pemeriksaan oleh KPK sungguh mencurigakan. Sikap itu tidak saja melemahkan DPR, tetapi dapat disebut sebagai tindakan subversif karena mengganggu pemerintahan.
Menurut Ikrar, kalau KPK ingin menunjukkan â€giginya†tidak takut kepada DPR, inilah saatnya untuk membersihkan orang-orang yang telah disebut Muhammad Nazaruddin, mengungkap tudingan bahwa Badan Anggaran DPR bisa mengatur semuanya, siapa yang bisa mendapatkan tender, dan lain-lain.
â€Kalau Badan Anggaran diperiksa KPK, itu bukan intervensi kepada DPR. Masyarakat ingin tahu apakah ada permainan politik anggaran?†ujar Ikrar.
Pemeriksaan
KPK menjadwalkan pemeriksaan lanjutan terhadap dua unsur pimpinan Badan Anggaran, yaitu Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey, Rabu ini. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dharnawati dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pemeriksaan keduanya merupakan pemeriksaan lanjutan atas pemeriksaan yang dilakukan pekan lalu. â€Minggu lalu pemeriksaan Pak Olly dan Pak Tamsil belum selesai. Lalu disepakati, Rabu ini pemeriksaan lanjutan. Jadi, tidak perlu surat panggilan,†kata Johan kemarin.
Menurut Johan, pemeriksaan terhadap pimpinan Badan Anggaran itu sebagai pribadi, bukan mewakili instansi lembaga. â€Mereka diperiksa orang per orang, bukan mewakili instansi. Mereka sebagai saksi untuk tersangka D (Dharnawati),†ujar Johan. Jika kedua unsur pimpinan Badan Anggaran itu tidak datang, menurut Johan, KPK akan mengirim surat panggilan.
Tamsil Linrung pun mengaku belum ada panggilan dari KPK untuk diperiksa pada Rabu ini. Namun, dia membenarkan, pada pemeriksaan Selasa pekan lalu, ada beberapa permintaan dokumen dari KPK, seperti daftar hadir rapat di Badan Anggaran.
â€Jika yang diminta data seperti daftar hadir, KPK bisa mengambilnya di DPR atau kami yang akan kirimkan data itu ke KPK,†kata Tamsil. Ia menambahkan, pihaknya masih menunggu perkembangan pertemuan antara pimpinan DPR dan pimpinan KPK, Kamis besok.
Olly Dondokambey menyatakan, KPK memang meminta data di Badan Anggaran.(IDR/LAS/RAY/NWO/LOK)
Laporan ini menyoroti, pengaruh outlook jangka pendek perekonomian Indonesia yang dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. Kenaikan yang ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia dengan mengajukan Rancangan APBN-Perubahan (RAPBN-P) kepada DPR di dalamnya termasuk usulan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada April 2012. Setelah melalui perdebatan yang panjang DPR menyetujui opsi kenaikan harga sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter dengan syarat harga rata-rata ICP selama kurun waktu enam bulan berjalan lebih tinggi 15 persen di atas asumsi APBN-P sebesar 105 dolar Amerika per barel .
Laporan ini juga menyoroti: perihal kesetaraan gender yang perlu dicapai Indonesia: tingkat kematian akibat kehamilan masih tinggi, perempuan yang masih berpendapatan lebih rendah dibanding laki – laki di semua sektor. Penelitian terakhir juga menunjukan bahwa bila masyarakat Indonesia mampu mengkompensasi manusianya berdasarkan keahlian dan kemampuannya, dan bukan berdasarkan gendernya, maka produktivitas per pekerja dapat meningkat sampai dengan 14 persen. Ini tentunya dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Banyak kesalahpahaman mengenai opini BPK. Banyak yang beranggapan, kementerian yang mendapat opini WTP dari BPK berarti bersih dari korupsi. Kondisi ini akhirnya menimbulkan polemik, salah satunya terkait laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2011.
Pemeriksaan keuangan bukan untuk melihat ada tidaknya korupsi, melainkan untuk mengetahui apakah laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi pemerintah atau belum.Dengan demikian, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tidak bisa dijadikan tameng untuk menyatakan suatu kementerian atau lembaga bersih dari korupsi.
Ada informasi yang lengkap tentang hal ini? Misalnya alamt website?
Pengelolaan Anggaran Publik.
Hanya Untuk Penyelesaian Studi, Syarat Bantuan Pendidikan Diperketat. Berita tentang hal terkait Pengelolaan Anggaran Publik dari Provinsi Sulut.
Pemerintah Provinsi Sulut, akan membatasi pemberian dana bantuan pendidikan. Anggaran untuk bantuan pendidikan ini di tahun 2010, 10M. Sekarang syaratnya diperketat, cuma untuk yang mau menyelesaikan pendidikan.
Pertanyaannya: kalau yang 2010 masih akan diproses, bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi dana bantuan pendidikan tahun berjalan? Lalu kapan syarat diperketat itu akan diterapkan?
linknya:
http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=85713
IMHO, kyknya sih diberlakukan pada formulir pendaftaran yg masuk tahun 2011, mungkin untuk semester di tahun 2012. Anggaran 2011 tidak akan berubah, karena sepertinya masih memperhitungkan pendaftar dan penerima yang sudah ada. Kalaupun ada perubahan, paling nanti APBD-nya akan berubah angkanya saat pembahasan APDB-Perubahan bulan Agustus.
Pembelanjaan Publik
Rujukan mengenai pembelajaan publik di Indonesia: Sekilas tentang Pengeluaran Publik di Indonesia (http://go.worldbank.org/1409MCH4U0)
Ini ada link tentang alat analisa Pengeluaran Publik
http://www.4shared.com/dir/v4xIuTAu/Pedoman_Analisis_Pengeluaran_P.html
Page downloadnya di http://fkpmmajene.blogspot.com/p/arsip.html
Sebelum download filenya 4shared akan meminta password,
Untuk mendapatkan Passwordnya silahkan kontak FKPM di http://fkpmmajene.blogspot.com/p/contact.html
Mudah2an bisa membantu...
Salam
Makasih. Pedoman yang (mungkin) sama juga ada di sini, dikeluarkan oleh Bank Dunia.
http://www-wds.worldbank.org/external/default/main?pagePK=64187835&piPK=...
Dari Kabupaten Biak Numfor, Papua yang mengalami surplus sebesar 2,1 M pada tahun 2010, ada beberapa point tentang pengelolaan keuangan publik.
1. Usulan kegiatan, dikawal dengan sumber pendanaan yang tersedia, dan jelas
2. DPRD memenuhi fungsi perannya: pengawasan, hak budgeting, dan legislasi.
3. Eksekutif melakukan pengawasan internal dan memperketat penggunaan anggaran 2011 serta
4. Menghindari terjadinya praktek korupsi
5. Memperhatikan output dari sektor pelayanan publik
sumber: papua pos : http://www.papuapos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=531...
masih terkait dengan tulisan dengan judul Anggaran Besar Bukan Satu-satunya Jawaban, meskipun kasuistik , artikel ini mengerucutkan perhatian pada besarnya animo keterlibatan masyarakat yang menyertai proses penganggaran. Mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. "Dewan Adat Siap Melakukan Pengawasan Anggaran"
*Regulatory Framework
Anggaran Besar bukan satu-satunya jawaban.
ini sisi lain, dari kenyataan bahwa anggaran besar bukan satu-satunya jawaban pembangunan. Dalam pembiayaan pembangunan, masalah yang hadir bukan hanya soal alokasi anggaran, kebijakan strategis, relevansi perda, tapi juga faktor praktek mafioso, seperti yang muncul dalam berita berikut ini: "ada mafia anggaran DPID 2011 di Kemenkeu"
Ini mengingatkan saya, bagaimana seorang teman di Papua yang bergerak di sektor infrastruktur, menyebutkan betapa lumrah sebuah proyek "dijemput" di Jakarta.
apa komentar teman-teman?
Temans,
Ahmad Erani Yustika Guru besar ilmu ekonomi kelembagaan Universitas Brawijaya, dalam pidato pengukuhan guru besarnya, memaparkan argumen kenapa ekonomi Indonesia bukan saja tidak bertumbuh tapi juga belum mensejahterakan rakyat, dengan memakai pendekatan kelembagaan.
Paparan ini juga menunjukkan ke-harus-diperhitungkannya komponen political rent-seekers, sebagai faktor penghambat reformasi ekonomi. Siapa mereka?
bacaan selanjutnya silah diikuti di link berikut: http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=86132
Mengikuti berita mengenai 407 Perda Bermasalah, menarik sekali melihat garis merah betapa perda-perda bermasalah mempengaruhi potensi keuangan daerah. Ikuti rangkaian berita mengenai Perda Bermasalah.
Bagaimana perda-perda bermasalah ini, mempengaruhi potensi keuangan provinsi, di satu sisi, sedang di sisi lain para pihak yang secara langsung terlibat dengan pembuatan kebijakan, memiliki prioritas yang berbeda.
berikut linknya : 407 Perda Bermasalah, 40 Perda di Sulsel Bermasalah, Dewan Fokus Rancangan Perda Aset
*regulatory framework
Anggaran Pemilihan Gubernur
Perdebatan tentang sistem pemilihan gubernur antara pemilihan langsung dan dipilih oleh Dewan, menunjukan selisih yang sangat besar. untuk kasus Sulawesi Selatan: bisa dilihat dalam rangkaian artikel berikut ini:
Pilgub Masuk APBD, Estimasi Anggaran Pilgub 400 M. Anggaran yang besar itu, dalam kaitannya dengan fungsi legislatif menghadirkan liputan-liputan berikut: Dewan: Untuk Pilgub Cukup 250M, Langsung 400M, di Dewan 1M
Jika ada yang bisa kita diskusikan menyangkut hal ini, mari!
Dari beberapa Provinsi, komposisi Anggaran penerimaan APBD memberi gambaran masih besarnya ketergantungan daerah kepada Pusat salah satunya dalam hal dana perimbangan. Rendahnya penyerapan belanja modal, jika dibandingkan dengan alokasi dana untuk belanja pegawai, defisit anggaran, merupakan hal-hal yang perlu dicermati mengenai manajemen pembelanjaan, yang terkait erat dengan Perencanaan dan Penganggaran Keuangan.
Besarnya anggaran lagi-lagi bukan jawaban satu-satunya.
Lihat: Belanja Pemprov Gorontalo Menurun, Setiap Tahun Gaji Naik , Tunjangan PNS Bertambah
Alokasi belanja infrastruktur yang 'minim' tahun ini, membuat Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan perlu mengambil kebijakan menghentikan pembangunan pelabuhan baru di seluruh Indonesia. Bahkan untuk pembagunan pelabuhan ikan kelas Nusantara diprioritaskan untuk Ambon, Bitung dan ternate di wilayah TImur Indonesia, dan di Pelabuhan Ratu, Muncar, Bangka Belitung dan Belawan di wilayah Indonesia Barat.
Menteri KKP, Fadel Muhammad, juga menyarankan 3 cara pembiayaan pembagunan infrastruktur. Apa saja cara pembiayaan itu, baca lebih lanjut di:
http://www.batukar.info/news/belanja-infrastruktur-minim-kkp-stop-bangun-pelabuhan-untia
Pembangunan di Indonesia kelihatannya akan terbentur pada beberapa hal yang secara langsung berdampak pada kemaslahatan hidup dan harkat orang banyak. Hal-hal itu antara lain: kelola sumber daya alam, kelola keuangan publik, dan penggerogotan dana pembangunan.
Dari data ICW (Indonesia Corruption Watch) selama 2010, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 23 perkara. Empat di antaranya adalah kasus keuangan daerah yang jumlah kerugian negaranya mencapai Rp99,8 miliar.
Dari 23 kasus itu, lima sektor korupsi terbesar adalah energi yakni Rp204 miliar (3 kasus), infrastruktur Rp146,1 miliar (3 kasus), keuangan daerah Rp99,8 miliar (4 kasus), kesehatan Rp93,4 miliar (3 kasus), dan perbankan Rp5 miliar (1 kasus). Dari data terlihat, kasus keuangan daerah jumlahnya terbesar yakni 4 kasus.
Berita mengenai hal ini dapat dilihat di: Kasus APBD terbanyak di KPK.
Gubernur Sulawesi Utara kecewa banyak kepala daerah yang tidak hadir dalam Musrembang. Padahal Musrembang yang merupakan proses penting pembangunan partisipatif di daerah seharusnya menjadi prioritas agenda pertermuan kepala daerah. Dalam Musrembang ini dipresentasikan hasil analisa pengeluaran publik Provinsi Sulawesi Utara. Analisa pengeluaran publik ini, kelihatannya menjadi masukan bagi arah, strategi dan prioritas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara
Berikut Opini menarik yang ditulis oleh Muhammad Syarkawi Rauf Kepala Laboratorium Pengkajian Ekonomi dan Bisnis FE Unhas yang dimuat di harian kompas terbitan hari ini Tanggal 14 Maret 2011 yang berjudul "KTI Jangan Dilupakan"
Apa hubungan minyak mentah, RAPBN yang meningkat, juga subsidi pemerintah yang membengkak?
Selengkapnya dapat dibaca di Penerimaan RAPBN meningkat, Subsidi Membengkak, sebuah kupasan berbasis interview dengan Baso Siswadarma, pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin di Harian Fajar.
RTI International telah menyerahkan laporan akhir tentang LGSP kepada USAID pada bulan Desember 2009. Laporan tersebut berisi temuan dari berbagai studi analisis yang dilakukan pada waktu penyelesaian proyek. bisa didownload di http://www.lgsp.or.id/Index.cfm?&setLocale=id_ID
Kemendagri Bak "Macan Ompong" Jika Berhadapan dengan Pemda Soal APBD.. demikian hari ini di Harian Republika.
Pemerintah daerah (pemda) berlomba-lomba menghabiskan APBD untuk anggaran belanja pegawai, bukan belanja modal dan infrastruktur. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku tidak berdaya untuk mengawasi dan menegur pemda sebab mereka dilindungi aturan.
Jurubicara Kemendagri Reydonnizar Moenok mengatakan, besaran tunjangan pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dibebankan pada pos belanja tidak langsung. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pemberian tunjangan, kata dia, didasarkan pada kriteria tugas, keterpencilan tempat tugas, dan beban tugas. Sayangnya banyak pemda dalam memberi tunjangan tidak berpatokan hal itu. Sehingga satu daerah dengan daerah lain saling berlomba memberi tunjangan berlebih kepada pejabatnya.
Karena itu, Reydonnizar tidak heran tunjangan eselon I Pemprov DKI dengan eselon I Pemprov Banten bisa sama sebesar Rp 50 juta per bulan. Padahal pendapatan asli daerah (PAD) DKI sebanyak Rp 11,8 triliun dan PAD Banten Rp 1,6 triliun. "Kemendagri ingin mengendalikannya, tapi ada aturan untuk mengatasi persoalan itu," ujarnya, Senin (11/7).
Tulisan di Kompas, Banyak Parpol Enggan Laporkan Anggaran oleh Ary Wibowo danTri Wahono menyangkut akses informasi kepada lembaga publik seperti partai politik menunjukkan bahwa permintaan Informasi (terutama) menyangkut keuangan badan publik, masih sangat sulit diakses. Tidak merespon permintaan informasi, sengketa ini dapat dibawa ke Komisi Informasi. Tapi kemudian ? Kalau Banyak Parpol Enggan Laporkan Anggaran Apakah peran Komisi Informasi dapat didorong sedemikian rupa sehingga transparansi pengelolaan keuangan lembaga publik bukanlah jargon semata..
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2011/08/02/02013942/Banyak.Parpol.Enggan.Laporkan.Anggaran
Papua's special autonomy funds going to waste, say experts
Kurangnya pengawasan pemerintah telah mendorong otonomi khusus di Papua dan Papua Barat keluar jalur. Pemerintah pusat mungkin telah sengaja mengabaikan pemerintah daerah di Papua. "Sejak tahun-tahun transisi awal [status khusus Papua otonomi], tidak pernah ada pendampingan dan panduan yang jelas dari pemerintah pusat ke pada pemerintah Papua tentang bagaimana mereka harus menangani dana otonomi khusus," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth. "Hal ini menyebabkan dana otonomi khusus tidak dimanfaatkan secara optimal." Sehingga penting bagi pemerintah pusat untuk membantu dan mementori pejabat pemerintah lokal dalam perencanaan pembangunan.
The government’s lack of supervision has knocked special autonomy in Papua and West Papua off track, leaving residents in the midst of poverty and a conflict that is seemingly never ending, experts say.
Indonesian Institute of Sciences (LIPI) researcher Adriana Elisabeth said that the central government may have deliberately neglected local governments in Papua, arguing that it was necessary for central government to assist and mentor local government officials on development planning.
“Since the early transition years [of Papua’s special autonomy status], there has never been any accompaniment and clear guidance from central government to local Papuans on how they should handle the special autonomy funds,†Adriana said. “This caused special autonomy funds to be not utilized optimally.â€
In 2001, the government granted special autonomy status for the province, which was later developed into Papua and West Irian Jaya (also known as West Papua).
The status gave local administrations the authority to manage their own areas with little intervention from central government.
However, the interests of many parties in the resource-rich region have led to unresolved conflicts.
Fatal incidents often occur in Papua province, especially near the mining site of PT Freeport Indonesia.
Adriana argued that Papua’s special autonomy funds might not be fully utilized to improve the lives of local Papuans, saying that in reality the hefty budget “was channeled to the bureaucrats and political elitesâ€.
Vidhyandika Perkasa, a researcher at the Center for Strategic and International Studies (CSIS) said that mentoring and assistance from central government were imperative, as most Papuan administration officials responsible for managing budgets were still “clueless†on how to develop their region.
“The local government officials [in Papua] are still lacking the capacity to deal with their special autonomy status,†Vidhyandika said.
“They have no sufficient knowledge of development management and planning. Consequently, they don’t know what to do with special autonomy funds.â€
Vidhyandika went on to explain that local government officials in Papua sometimes mistakenly defined special autonomy funds as the same as local budget funds. “Based on my interviews with Papuan local government officials, there was confusion [on special autonomy funds] as these funds were sometimes muddled with the local budget.â€
Besides the local government’s lack of capacity in handling the funds, Vidhyandika suggested tighter supervision of the funds, as he argued that they were extremely prone to fraudulent practices by officials from both central and local governments.
“Corruption spreads from central to local government. In fact, many local government officials from Papua went to Jakarta to lobby the budget planners who play “vital roles†in disbursing [the special autonomy funds] to the Papuans,†Vidhyandika said.
Although experts perceived Papua’s special autonomy funds as “unproductive†in improving the welfare of local Papuans, the government recently approved a 23 percent increase in the budget allotted to Papua’s special autonomy funds for next year.
In the 2012 budget, the provinces of West Papua and Papua would receive Rp 1.64 trillion (US$186.96 million) and Rp 3.8 trillion respectively, which are significant increases from this year’s budget that allotted the two provinces Rp 1.33 trillion and Rp 3.1 trillion respectively.
The disbursement process of Papua’s special autonomy funds was said to be beset with corruption and fraudulent practices, with the government’s lack of supervision being blamed as the root cause.
Between 2001 and 2010, the Supreme Audit Agency (BPK) found indications that Rp 4.12 trillion of the Rp 19.12 trillion in special autonomy funds for Papua and West Papua may have been misused or embezzled.
In April, the BPK’s findings also revealed that Rp 1.8 trillion of Papua’s special autonomy funds, which were supposed to be allocated to developing medical and educational infrastructure in Papua, were instead deposited in private bank accounts for “short-term investmentsâ€. (sat)
sumber : http://www.batukar.info/news/papua%E2%80%99s-special-autonomy-funds-going-waste-say-experts
Keuangan Daerah Kian Berat
(repost dari http://desentralisasi2011.wordpress.com/2011/08/09/keuangan-daerah-kian-berat/)
Jakarta, Kompas – Pemerintah daerah mengaku keberatan dengan wacana pembagian subsidi bahan bakar minyak antara pusat dan daerah. Langkah ini dinilai akan semakin memberatkan keuangan daerah yang selama ini sudah sangat minim bagi pembangunan di daerah.
Demikian pandangan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Bangka Belitung Iskandar Zulkarnain, Bupati Bangka Yusroni Yazid, dan Ketua DPRD Kabupaten Jember Saptono Yusuf, yang ditemui terpisah, Rabu (3/8).
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan wacana pembagian beban subsidi antara pusat dan daerah. Pembagian itu salah satu alternatif jika subsidi BBM ingin dipertahankan (Kompas 3/8).
Anggaran subsidi bahan bakar minyak dalam APBN Perubahan 2011 ditetapkan Rp 129,723 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan awal antara Badan Anggaran DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yakni Rp 117,59 triliun. Secara total, subsidi energi, gabungan BBM dan listrik, pun melonjak dari perhitungan awal Rp 180,01 triliun jadi Rp 195,723 triliun.
Iskandar mengatakan, selama ini, keuangan daerah sudah cukup berat untuk mendanai pembangunan. Akan semakin berat jika harus menanggung sebagian subsidi BBM. â€Kalau tidak ada tambahan dana bagi hasil dan dana-dana alokasi lain, kami akan keberatan,†ujarnya di Pangkal Pinang. Iskandar mengatakan, pusat harus adil jika menghendaki pembagian beban. Pusat harus menyerahkan sebagian penghasilan kepada daerah. â€Untuk Babel, misalnya, dengan meningkatkan persentase bagi hasil timah dari 3 persen menjadi 10 persen,†tuturnya.
Sementara Bupati Bangka Yusroni Yazid mengatakan, bagi hasil antara pusat dan daerah harus diperbesar porsi untuk daerah. Pasalnya, banyak retribusi dan pajak daerah dihapus.
Bangka juga akan keberatan jika beban subsidi harus langsung dibagi rata. Pusat harus menanggung porsi lebih besar dulu. â€Setelah keuangan daerah cukup mampu, baru porsi daerah diperbesar,†tuturnya.
Selain peningkatan penghasilan, Iskandar juga meminta pusat dan Pertamina harus lebih terbuka terkait penyaluran BBM bersubsidi. Selama ini, daerah tidak pernah tahu berapa realisasi penyaluran BBM bersubsidi.
â€Daerah memang mendapat pajak BBM. Namun, pajak itu dihitung sendiri oleh Pertamina. Jadi, kami tidak tahu berapa sebenarnya,†tuturnya.
Ketua DPRD Jember Saptono Yusuf menegaskan, jika pemerintah daerah masih harus ikut membantu meringankan beban pusat dalam subsidi BBM, keuangan daerah kian semakin rapuh. Selama ini, dana untuk gaji pegawai negeri, dana pembangunan atau belanja modal berasal dari pemerintah pusat.
Sebagian besar biaya belanja langsung ataupun tidak langsung berasal dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan, antara lain, bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, serta dana alokasi khusus dan perimbangan. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) sedikit sehingga belum mampu untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. (RAZ/SIR/WER)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/08/04/04203673/keuangan.daerah.kian.berat
Anggaran untuk Daerah Sulit Dikontrol
Jakarta, Kompas – Anggaran yang diperuntukkan bagi daerah selama ini dinilai belum efektif. Pemerintah pusat sulit mengontrol penggunaan anggaran karena otonomi daerah. Anggaran daerah juga semakin membebani karena banyaknya pemekaran daerah, yang motivasinya hanya menciptakan kekuasaan baru.
Hal tersebut disampaikan ekonom CReco Research Institute, Muhammad Chatib Basri, menanggapi pidato nota keuangan, yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (16/8). â€Anggaran untuk daerah sudah sangat membebani. Beban anggaran untuk daerah semakin terasa dengan banyaknya daerah yang melakukan pemekaran,†katanya.
Dia mengatakan, peruntukan anggaran daerah juga kurang efektif. Banyak dana yang justru disimpan di bank daerah setempat, sehingga program pembangunan infrastruktur tidak maksimal. Penyerapan anggaran yang lamban di daerah sering kali mengganggu realisasi anggaran nasional.
Untuk mengefektifkan anggaran daerah, Chatib mengusulkan agar pemekaran ditinjau ulang. Jangan sampai, motivasinya hanya pemekaran kekuasaan. Dia juga menyarankan agar porsi dana alokasi khusus diperbesar melebihi dana alokasi umum. â€Jika DAK lebih besar, maka jelas reward dan punishment untuk daerah. Selama ini, DAU selalu lebih besar dari DAK,†katanya.
Dalam pidatonya, Yudhoyono memandang pengalokasian dan penggunaan anggaran daerah perlu dibenahi. Dia memaparkan, sejak pelaksanaan otonomi daerah pada 1999 hingga saat ini, terdapat 205 daerah pemekaran baru yang berimplikasi terhadap sisi fiskal. Alokasi anggaran yang sesungguhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dialihkan guna pembangunan fasilitas pemerintahan, belanja pegawai, dan keperluan lain bagi pemekaran daerah baru.
Sementara itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyatakan, buruknya perencanaan anggaran dan terlalu gemuknya birokrasi di daerah menjadi penyebab minimnya alokasi APBD untuk pembangunan di Aceh. Kondisi tersebut diperparah dengan inefisiensi penggunaan anggaran di tingkat realisasi serta minimnya transparansi di sejumlah sektor.
Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, mengungkapkan, 50 persen hingga 55 persen dana APBD di kabupaten dan kota di Aceh dihabiskan untuk belanja rutin. (HAN/ENY)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/08/18/02545352/Anggaran.untuk.Daerah.Sulit.Dikontrol
Anggaran Terus Naik, Kesejahteraan Turun
JAKARTA, KOMPAS – Peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terjadi selama ini ternyata tidak berkorelasi positif dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Faktanya justru sebaliknya. Karena itu, perlu perubahan dan lompatan paradigma dalam pembahasan Rancangan APBN 2012.
Demikian pandangan sejumlah anggota DPR yang dihubungi secara terpisah berkenaan dengan Pidato Kenegaraan dan Penyampaian RAPBN 2012 dan Nota Keuangan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di DPR dan DPD, Selasa (16/8) ini.
â€Kita berharap pidato nota keuangan ini tidak sekadar ritual keuangan, tetapi akan ada perubahan dan lompatan paradigma karena data menunjukkan peningkatan jumlah anggaran tidak berbanding lurus dengan pengurangan penduduk miskin,†kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P sekaligus Ketua Kaukus Ekonomi Konstitusi DPR, Arif Budimanta, di Jakarta.
Menurut Arif, APBN 2011 sebesar Rp 1.320 triliun atau naik Rp 194 triliun dari APBN 2010 sebesar Rp 1.126 triliun. Namun, total angka kemiskinan ternyata naik, yakni 64,54 juta jiwa tahun 2010 menjadi 67,64 juta jiwa tahun 2011. Angka kemiskinan adalah jumlah penduduk sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.
Artinya, Arif melanjutkan, rencana pembangunan jangka menengah yang menerapkan prinsip pro-poor, pro-growth, dan pro-job tak tepat sasaran. Kalau tidak ada perubahan strategi dan paradigma, jumlah total penduduk miskin dikhawatirkan semakin bertambah.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis mengatakan, permasalahan yang selalu muncul dalam APBN adalah nilai anggaran belanja pegawai, subsidi, dan utang di satu sisi selalu lebih besar dibandingkan dengan anggaran belanja infrastruktur dan kesejahteraan di sisi lain. Dalam APBN 2011, belanja kesejahteraan Rp 66 triliun dan belanja infrastruktur Rp 122 triliun. Sementara belanja pegawai Rp 182 triliun, belanja subsidi Rp 230 triliun, dan utang Rp 150 triliun.
â€Artinya, selama ini anggaran sebesar Rp 182 triliun hanya untuk 4,2 juta pegawai. Sementara anggaran kesejahteraan Rp 66 triliun untuk 31 juta penduduk miskin, belum lagi ditambah 20 persen penduduk hampir miskin. Jadi, untuk RAPBN 2012, anggaran belanja kesejahteraan dan infrastruktur harus lebih tinggi nilainya,†kata Harry.
Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menegaskan, pelaksanaan RAPBN 2012 hanya akan efektif apabila pemerintah memiliki strategi jitu untuk mempercepat penyerapan anggaran belanjanya. Tanpa percepatan anggaran, dana belanja tidak akan terasa dampaknya.
â€Selesaikan dulu masalah lambatnya anggaran ini karena percuma saja memperbesar anggaran belanja kalau akhirnya tak terpakai, lalu menjadi SAL (sisa anggaran lebih). Padahal, itu, kan, berasal dari utang. Masa tabungan diambil dari utang,†ujarnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, politik anggaran pemerintah dalam RAPBN 2012 konsisten pada prioritas yang ditetapkan pemerintah selama ini. Adapun strateginya tetap mengacu pada prinsip pro-poor, pro-growth, pro-job, dan pro-environment. (LAS/OIN)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/08/16/0308125/anggaran.terus.naik.kesejahteraan.turun
Mampukah Anggaran Negara Mengentaskan Kemiskinan?
oleh Kemal Stamboel
Tak dapat disangkal bahwa kemiskinan merupakan ancaman paling berbahaya bagi kemanusiaan dan negara di milenium ini. Begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia sekarang yang berasal dari permasalahan kemiskinan. Bahkan bila kita melihat lebih detail dalam 15 sasaran strategis Millenium Development Goals, semuanya pada akhirnya mengacu kepada permasalahan ekonomi. Bagaimana menciptakan edukasi yang merata tanpa penghapusan kemiskinan, bagaimana memerangi HIV dan penyakit menular lainnya tanpa adanya peningkatan terhadap kesejahteraan.
Tidak sampai disitu, permasalahan kemiskinan juga menjadi ancaman terbesar bagi keamanan sebuah negara (national security) karena pada akhirnya kemanan (security) merupakan sesuatu yang dirasakan ditingkat individual (human security). Karena pada akhirnya human security berdampak besar terhadap national security, pernyataan selanjutnya adalah sejauh mana peran negara dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pada pidato Presiden di depan sidang DPR dan DPD RI tanggal 16 Agustus 2011 yang lalu secara jelas disebutkan bahwa prioritas kebijakan Pemerintah pada tahun 2011 yang akan datang masih tetap melanjutkan kebijakan pembangunan yang pro growth (pro pertumbuhan), pro poor (pro kemiskinan), pro job (pro penciptaan lapangan kerja) dan pro-environment (pro peningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup). Tentunya kebijakan ini akan berjalan efektif seandainya seluruh komponen bangsa, baik lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, civil society organzation hingga seluruh masyarakat bekerjasama dengan profesional, jujur dan transparan.
Semua kita sepakat bahwa salah satu musuh terbesar kita dan negara berkembang lainnya adalah kemiskinan. Salah satu poin penting dalam tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani bangsa-bangsa di dunia adalah pengurangan angka kemiskinan. Targetnya sangat signifikan, yaitu setengah dari jumlah kemiskinan pada saat MDGs ditandatangani pada tahun 2000. Kesepakatan ini berlaku hingga 2015. Dalam pidato di Sidang Tingkat Tinggi PBB ke-65 pada 20-22 September 2010 lalu, Pemerintah menyatakan telah berhasil mencapai target pengentasan kemiskinan (US$ 1/kapita/hari) karena target MDGs mensyaratkan Indonesia harus berhasil menurunkan separuh jumlah penduduk yang hidup hanya dengan US$ 1 per harinya dari basis data tahun 1990. Menurut data dari laporan yang disampaikan, pada tahun 2008 hanya 5,9 persen penduduk yang hidup dengan US$ 1 per kapita tiap harinya. Angka tersebut sudah melebihi separuh dari basis data (baseline) tahun 1990, di mana saat itu (1990) masih ada 20,6 persen penduduk yang hidup dengan US$ 1 per harinya.
Tentunya, prestasi pemerintah ini harus kita apresiasi dan terus kita kawal program-programnya sehingga semakin banyak target dari MDGs yang dapat tercapai. Terlepas dari masih tingginya angka kemiskinan, paling tidak upaya untuk terus-menerus menekan laju kemiskinan harus kita dukung baik secara anggaran maupun dalam pelaksanaan teknis di lapangan. Sebagaimana dirilis oleh BPS, jumlah pendukuk miskin (pengeluaran per kapita di bawah garis angka kemiskinan) pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), atau hanya turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Angka-angka yang ada tersebut menjadi semakin menarik untuk dicermati karena mayoritas masyarakat miskin di negeri ini adalah kelompok petani.
Salah satu tantangan utama kita adalah bagaimana mempercepat proses pengentasan kemiskinan di Indonesia khususnya untuk petani. Pada tahun yang akan datang, pemerintah telah menargetkan bahwa Sektor yang diharapkan bangkit untuk mengentaskan kemiskinan adalah sektor pertanian dan industri pengolahan (manufaktur). Sebagaimana diketahui, studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) tahun 2009 menunjukkan bahwa 82% pekerja miskin kini berada di pedesaan, dengan 66%-nya terkait pertanian, mirisnya lagi upah pekerja informal di sektor pertanian hanya sekitar 46% dari karyawan setor formal.
Ada beberapa faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di daerah pedesaan khususnya dikalangan petani. Beberapa diantaranya adalah semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan bangunan infrastruktur, pembagian waris kepada anak-anak juga menjadi pemicu menurunnya produksi pertanian. Sebagai contoh ada seorang petani yang memiliki luas lahan satu hektare, ketika anak-anaknya meningkat dewasa dibagi waris, maka lahan yang dimiliki masing-masing anak menjadi berkurang sesuai dengan jumlah anak yang dimiliki petani. Dengan demikian hasil pertanian per petani juga semakin menipis. Dampak dari semakin sedikitnya lahan yang dimiliki, otomatis penghasilan anak-anak petani ini juga semakin kecil. Akibatnya minat generasi muda untuk menjadi petani juga semakin menyurut. Jumlah petani yang berubah status menjadi buruh tani pun makin banyak karena tidak lagi memiliki lahan sendiri. Selain itu banyak kehidupan petani menjadi tidak menentu, hidup bergelimang kemiskinan karena hasilnya lebih banyak dinikmati oleh tengkulak dan pedagang.
Alternatif solosi untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan produktivitas pekerja pertanian setara dengan peningkatan produktivitas dan kelayakan upah karyawan di Tanah Air dengan dukungan modal, pembinaan dan pembangunan infrastruktur yang tepat guna. Dengan kepemilikan lahan petani di Indonesia rata-rata hanya 0,3 hektare (ha) membuat mereka sulit meningkatkan pendapatan jika hanya mengandalkan tanaman pangan. Dari budidaya lahan yang dimiliki petani, pendapatan mereka hanya sekitar Rp 2-3 juta dalam satu kali panen. Pendapatan ini masih dipotong untuk biaya tenaga kerja, pupuk dan biaya lainnya, sehingga rata-rata hasil bersihnya hanya Rp 1 juta per ha. Jika dibagi dalam tiga bulan, pendapatan petani hanya Rp 300-400 ribu. Jumlah ini sangat kecil dan sangat jauh di bawah upah minimum regional. Pendapatan riil petani tidak juga meningkat meski produksi pangan terus meningkat. Padahal, setiap tahun, ada sekitar 25 juta rumah tangga petani yang memproduksi pangan, meliputi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, dengan nilai sekitar Rp 258,2 triliun. Ironisnya lagi, 60% penerima bantuan raskin adalah petani.
Langkah mendesak yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah kebijakan dan realisasi penambahan lahan garapan untuk sektor pertanian serta pengurangan konversi lahan pertanian untuk pembangunan infrastruktur. Kalaupun hal ini terpaksa terjadi, maka harus ada konversi lahan pertanian produktif, harus ada ganti kerugiannya sesuai dengan Undang-Undang nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Misalnya, untuk lahan irigasi teknis penggantiannya harus tiga kali lipat dari luas lahan. Dengan begitu, walaupun untuk kepentingan umum jangan sampai membuat konversi lahan pertanian produktif semakin mudah dilakukan. Apalagi tekanan terhadap konversi lahan semakin tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan konversi lahan pertanian produktif di pulau Jawa mencapai 27 ribu hektar. Dari 27 ribu hektar ini sekurang-kurangnya kita kehilangan 250 ribu ton gabah kering giling. Untuk mengatasi konversi lahan pertanian tersebut maka seharusnya seluruh Kabupaten/Kota perlu secepatnya melakukan pendataan lahan-lahan pertanian produktif yang akan dilestarikan. Penetapan ini harus sejalan dengan pembuatan tata ruang daerah. Bersamaan dengan upaya pemerintah daerah menetapkan tata ruang, Kementerian Pertanian harus segera menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur perlindungan lahan pertanian produktif. Besarnya penduduk miskin dan menganggur serta tinggal di wilayah pedesaan, sudah seharusnya pemerintah menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas dalam pembangunan.
Dalam Nota keuangan dan RAPBN tahun 2011, pemerintah akan menganggarkan sekitar Rp. 49,3 Trilyun untuk penanggulangan kemiskinan. Pertanyaannya kemudian adalah, mampukah pemerintah mengatasi permasalahan kemiskinan tersebut melalui APBN? Sepertinya pemerintah tidak akan mampu mengatasi permasalahan tersebut jika hanya mengandalkan sumber anggaran negara, karena APBN kita terbatas. Harus ada upaya serius dan keberpihakan yang jelas dalam pengurangan tingkat kemiskinan karena bila dibiarkan begitu saja maka jumlah rakyat miskin akan terus bertambah.
Pentingnya sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran mengharuskan pemerintah untuk segera sadar bahwa proses reformasi birokrasi yang telah dijalankan masih belum efektif, etos kerja aparat masih perlu ditingkatkan dan kualitas sumber daya manusia yang ada belum memadai. Kesadaran tersebut harus segera disikapi dengan melakukan penegakan good governance secara tegas di seluruh institusi pemerintahan sehingga dapat dipastikan program yang sifatnya prioritas menjadi lebih terarah dan tepat sasaran dalam menurunkan angka kemiskinan. Sementara pada saat yang sama diharapkan seluruh stakeholder bangsa Indonesia mampu berfikir kreatif dan bekerja keras memotong lingkaran kemiskinan di negeri ini sehingga tujuan bangsa untuk mensejahterakan warga negara segera tercapai.
Akhirnya, bagaimanpun juga negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di negara manapun tujuan dari anggaran negara adalah untuk kesejahteraan warganya. Maka dari itu, agenda mendesak pemerintah saat ini adalah mengalokasikan anggaran yang berpihak pada kebijakan dan program-program pro kesejahteraan rakyat. APBN yang setiap tahun terus naik sudah seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.
http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/mampukah-anggaran-negara-mengentaskan-kemiskinan.html
Belanja Pegawai Dominan, Pembangunan Telantar
Semenjak otonomi daerah bergulir, pemerintah daerah mendapat keleluasaan lebih untuk mengurus anggaran pendapatan dan belanja daerahnya. Tujuannya agar pembangunan dapat lebih merata dan lebih tepat sasaran karena pemerintah daerah dianggap lebih paham kebutuhan daerah masing-masing.
Nyatanya, hingga kini harapan itu masih jauh dari terwujud. Data Kementerian Keuangan menyebutkan, rata-rata belanja pegawai kabupaten/kota mencapai 51 persen dan 21 persen habis untuk belanja barang dan jasa. Pengeluaran kedua mata anggaran ini terus naik dari tahun ke tahun.
Yang tersisa untuk belanja modal yang digunakan untuk membangun sarana fisik sebagai perangsang pertumbuhan ekonomi pun tersisa tak sampai 23 persen. Persentasenya terus turun sejak 2007 terhadap belanja total.
Secara agregat—yaitu angka di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota—perbandingan belanja modal terhadap belanja daerah besarnya 22,85 persen. Ada 19 provinsi yang perbandingannya di bawah rata-rata dan 14 provinsi yang anggaran belanja modalnya di atas rata-rata angka agregat.
Provinsi DI Yogyakarta ternyata mengalokasikan anggaran terendah (11,1 persen) untuk belanja modal, sementara alokasi tertinggi ada di Provinsi Kalimantan Timur (38 persen).
Keadaan tersebut memperlihatkan, sebagian besar provinsi belum memberi perhatian cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Bila dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2008-2009 (Badan Pusat Statistik, Desember 2011), ternyata peningkatan angka IPM Yogyakarta berada dalam kelompok lima provinsi dengan pengurangan shortfall terendah. Berarti peningkatan IPM Yogyakarta termasuk terendah.
IPM merupakan ukuran standar pembangunan manusia yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. IPM mengukur tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu, pertama, umur panjang dan sehat yang diukur dengan angka harapan hidup saat lahir; Kedua, pengetahuan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; Dan, ketiga, standar hidup layak yang diukur dengan kemampuan daya beli. Secara umum, angka IPM Indonesia meningkat tahun 2004-2009, meskipun peningkatan tidak merata, bahkan dalam satu provinsi.
Angka IPM juga menunjukkan banyak hal, sebab dimensi umur harapan hidup, misalnya, diukur dari tingkat kematian. Tingkat kematian ditentukan oleh, antara lain, keadaan gizi, ketersediaan pangan, kemiskinan, penyakit menular, fasilitas kesehatan, kecelakaan, bencana, dan kelaparan massal.
Pengukuran memakai IPM dianggap lebih mewakili kondisi kesejahteraan masyarakat suatu negara daripada hanya menggunakan ukuran produk domestik bruto (PDB) yang tidak menyentuh dimensi manusia.
Gambaran tersebut memperlihatkan, tanpa perubahan radikal kemampuan aparat pemerintah—terutama kemampuan kewiraswastaan menggarap potensi daerah, serta perubahan radikal pola pemerintahan yang digerakkan dari pusat—kemiskinan struktural sulit berkurang.
(Ninuk MP)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/09/16/0531475/belanja.pegawai.dominan.pembangunan.telantar
Transfer Daerah Belum Berdampak Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengalokasikan dana transfer ke daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 sebesar Rp 464,4 triliun. Persoalannya, tren meningkatnya dana transfer selama ini belum memberikan dampak ekonomi yang berarti untuk daerah.
Menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Senin (26/9), ekonom Universitas Indonesia, Jakarta, Faisal Basri, menyatakan, meski pemerintah sudah banyak menggelontorkan dana ke daerah melalui desentralisasi fiskal, hal itu belum efektif. Salah satunya akibat dana yang ditransfer ke daerah justru sebagian kembali ke Jakarta.
Contohnya adalah dana alokasi umum yang biasanya hanya disimpan di bank daerah. Lalu bank yang bersangkutan menaruhnya di Sertifikat Bank Indonesia. Berkaitan dengan proyek di daerah, sebagian besar justru dimenangi oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jakarta sehingga dana daerah mengalir kembali ke Jakarta.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan nota keuangan, 16 Agustus, menyatakan, pengelolaan dana di daerah belum efektif. Ini, antara lain, ditunjukkan oleh alokasi belanja pegawai yang terus meningkat. Sebaliknya, porsi belanja modal untuk pembangunan daerah justru menurun.
â€Yang lebih memprihatinkan, sebagian belanja modal digunakan untuk pembangunan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan pembelanjaan lain yang tak tepat,†kata Presiden.
Dalam RAPBN 2012, total dana transfer ke daerah mencapai Rp 464,4 triliun atau naik 12,6 persen dibandingkan dengan APBN-P 2011. Rinciannya, Rp 98,5 triliun untuk dana bagi hasil, Rp 269,5 triliun untuk dana alokasi umum, Rp 26,1 triliun untuk dana alokasi khusus, Rp 11,8 triliun untuk dana otonomi khusus, dan Rp 58,4 triliun untuk dana penyesuaian.
Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance, nilai belanja daerah di semua provinsi selama 2005-2010 naik 10 persen. Sementara pertumbuhan produk domestik regional bruto hanya naik sebesar 0,06 persen, sedangkan jumlah penganggur naik 0,19 persen. (ENY/LAS)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/09/27/02455556/transfer.daerah.belum.berdampak.ekonomi
Modus Pengerukan Anggaran
Jakarta, Kompas – Persekongkolan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diduga melibatkan oknum pimpinan, komisi, Badan Anggaran DPR, pejabat kementerian, pejabat daerah, pengusaha, dan calo menyuburkan praktik mafia anggaran dengan modus tertentu.
Melalui persekongkolan tersebut, hak rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan dan pembangunan terabaikan akibat korupsi yang terlegitimasi lewat praktik mafia anggaran itu.
Dari hasil penelusuran Kompas, Minggu (2/10), termasuk hasil verifikasi Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran, setidaknya terungkap modus operandi dugaan mafia anggaran.
â€Modus ini berlangsung terus-menerus sejak era Reformasi dengan pelibatan oknum- oknum yang berganti- ganti, mulai dari DPR, kementerian, daerah, pengusaha, hingga calo atau perantara,†ujar deklarator Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran DPR, yang juga fungsionaris Partai Golkar, Zainal Bintang, Minggu.
Enam modus
Sedikitnya ada enam modus. Pertama adalah dugaan kerja sama oknum Badan Anggaran DPR dengan Komisi DPR melalui pelibatan calo dan pengusaha di daerah. Ini terlihat dari pengaduan Rizal dan Jonathan Salisi ke Pos Pengaduan, Kamis lalu. â€Melalui orang bernama Andi, disebutkan pimpinan Badan Anggaran bernama Melchias Markus Mekeng sehingga kami percaya dengan adanya proyek tersebut,†kata Rizal dan Jonathan.
Namun, anehnya, tambah Rizal, saat pertemuan, di sebuah hotel di Ancol, Jakarta Utara, 6 Desember 2010, yang hadir dalam pertemuan adalah anggota Komisi X DPR, Jeffry Riwukore. â€Setelah pertemuan itu, kami bayar uang muka untuk proyek infrastruktur jalan Rp 1,2 miliar. Namun, sampai sekarang, proyeknya tidak keluar,†katanya.
Jonathan mengaku sudah meminta konfirmasi tertulis kepada Mekeng dan Jeffry, tetapi hingga kini belum ada jawaban dari mereka.
Mekeng yang dikonfirmasi terkejut. â€Saya akan tuntut mereka yang memfitnah saya. Saya tak tahu apa-apa. Cerita itu tidak benar,†katanya. Ia mengaku sudah mendengar isu tersebut beberapa pekan lalu. â€Saya tak kenal mereka. Nama saya dicatut karena yang ternyata hadir bukan saya, ada orang lain,†tambah Mekeng.
Jeffry saat dikonfirmasi Kompas membenarkan dirinya hadir dalam pertemuan di hotel di Ancol. â€Waktu itu, saya diberi tahu katanya mau bertemu Bupati Kupang. Saya datang saja, apalagi yang beri tahu tenaga ahli saya, Gustaf. Tetapi, ternyata tidak ada dan tidak tahu untuk apa pertemuan itu,†tutur Jeffry.
Menurut Jeffry, dirinya malah ditanya bagaimana prosedur anggaran. â€Saya bingung, kan, saya bukan anggota Badan Anggaran. Jadi, saya tidak tahu apa-apa. Saya malah kasih kartu nama saya,†tambah Jeffry.
Seperti Mekeng, Jeffry juga memilih akan memproses secara hukum di kepolisian. â€Nama saya juga dicatut. Anehnya, Andi malah bilang, itu sebenarnya bukan urusan saya,†lanjut Jeffry.
Modus berikutnya, orang- orang yang menjadi kepercayaan oknum pimpinan dan anggota DPR. â€Kasusnya ada di Sumatera, yang melibatkan pimpinan DPR. Siapa dia? Itu yang suka tampil di televisi,†kata Zainal.
Modus lainnya adalah calo yang jadi penghubung oknum anggota DPR dengan daerah dan kementerian. â€Proyeknya pertanian, yaitu jaringan usaha tadi di Sulawesi. Ada orang yang mengaku berhubungan dengan pimpinan di fraksi DPR,†ujarnya.
â€Ada juga mereka yang mengaku keluarga oknum DPR atau staf DPR seperti kasus di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,†tambah Zainal.
Terkait kasus itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung membantah tentang calo-calo yang mengaku mengenalnya dan anggota keluarganya. â€Saya memang kenal dengan Acos, tetapi saya tahu dan menyetujui itu?†tanya Tamsil saat dikonfirmasi. Menurut Tamsil, jika ada yang mengaku anggota keluarganya, seharusnya pihak-pihak langsung mengonfirmasinya agar bisa diklarifikasi.
Dari cerita mantan Kepala Pendapatan Daerah di Sulawesi, didapat cerita ada oknum anggota DPR yang datang ke daerah dan menjanji-janjikan proyek untuk penanggulangan bencana. Walaupun sudah bayar Rp 5 miliar, proyeknya tidak ada.
Saat DPRD setempat menanyakan kas daerah yang kosong akibat pembayaran tersebut, daerah kebingungan. â€Akhirnya, perusahaan yang biasa jadi rekanan daerah terpaksa dimintai tolong menutup kas yang kosong itu,†lanjut bekas pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida membenarkan cerita bekas pejabat itu.
Modus lain yang diketahui adalah adanya aktivis yang mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membuatkan proposal yang diajukan ke DPR ataupun ke kementerian.
â€Saya membuatkan proposal karena orang daerah tidak bisa membuat proposal sesuai kemauan DPR dan kementerian. Saya membantu mereka daripada mereka bolak-balik daerah ke Jakarta,†ujar Reza, aktivis sebuah partai. Reza mengaku dibayar Rp 15 juta-Rp 20 juta untuk sebuah proposal. â€Saya tidak merugikan negara karena saya hanya membantu membuat proposal,†demikian Reza, Jumat lalu.
Peluang korupsi pun tercipta sejak perencanaan. Karena itu, diperlukan perbaikan sistem perencanaan anggaran di DPR dan pemerintahan. â€Dulu, pengusaha melobi birokrasi sehingga spesifikasi diarahkan kepada pengusaha yang sudah memberi fee, atau proyek ditempatkan di lokasi operasi perusahaan itu. Sekarang, pengusaha melobi politisi, lalu politisi menekan birokrat untuk mengarahkan proyek kepada pengusaha tertentu atau politisi,†tutur Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan mencontohkan, kasus Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) dan Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) dibagikan ke daerah tanpa kriteria jelas. Ini membuka ruang DPR dalam mencari â€pendapatanâ€.
Menurut Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran, membuat posisi di kementerian menjadi amat penting bagi kekuatan politik tertentu. â€Misalnya, Kementerian Pertanian, dalam beberapa kasus, dapat menentukan bantuan sapi atau pupuk akan diberikan ke daerah yang selain membutuhkan, juga secara politik banyak dihuni pendukung partai politik tertentu,†ujarnya.
(HAR/LAS/INA/SIN/NWO/ONG)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/10/03/05314415/modus.pengerukan.anggaran
Rancang Anggaran Realistis
Jakarta, Kompas – Sejumlah kalangan mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012 yang lebih realistis dan lebih adil berpihak kepada rakyat.
Politik anggaran yang mengutamakan pencitraan pemerintahan, ditandai dengan subsidi besar tetapi salah sasaran, harus dihentikan. Pemihakan anggaran untuk memperkuat landasan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan meningkatkan alokasi anggaran pembangunan atau belanja modal secara signifikan harus menjadi prioritas utama. Dengan cara itu, APBN diharapkan bisa lebih adil dirasakan rakyat dan dapat diandalkan untuk mengatasi masalah pengangguran serta kemiskinan yang masih membelit puluhan juta warga.
Desakan tersebut diutarakan sejumlah kalangan menyambut pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan sidang paripurna di parlemen. Sebagaimana lazimnya setiap tanggal 16 Agustus, Presiden Yudhoyono akan menyampaikan pidato kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, yang berisi laporan pelaksanaan pemerintahan dan rancangan APBN 2012 beserta nota keuangannya.
APBN tahun 2011 dinilai tidak adil serta tidak propertumbuhan dan prorakyat. Anggaran sebesar Rp 1.230 triliun lebih banyak digunakan membiayai birokrasi yang tak produktif, subsidi energi yang tak tepat sasaran, dan membayar utang. Bahkan, belanja pegawai pusat dan daerah telah memakan porsi sangat besar, yakni sekitar 60 persen dari total volume APBN dan APBD.
Postur dan struktur APBN seperti itu, menurut ekonom Didik J Rachbini, hanya menyisakan sangat sedikit anggaran pembangunan. Padahal, anggaran pembangunan, biasa disebut belanja modal, itulah tumpuan untuk membiayai proyek infrastruktur penopang pertumbuhan ekonomi tinggi.
Seiring dengan perkembangan eksternal dan internal, DPR dan pemerintah, 22 Juli lalu, menyepakati rancangan APBN Perubahan 2011. Volume anggaran belanja dinaikkan menjadi Rp 1.320 triliun. Untuk tahun 2012, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, anggaran belanja sekitar Rp 1.400 triliun. Itu berarti akan ada peningkatan belanja sekitar Rp 170 triliun dari APBN 2011.
Kenaikan belanja itu berkonsekuensi pula pada upaya menggenjot penerimaan pajak. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmani menyatakan, pajak tahun depan diharapkan meningkat Rp 145 triliun di atas perolehan tahun 2011. Dalam kesepakatan pemerintah dan DPR untuk APBN-P 2011, penerimaan pajak mencapai Rp 878,7 triliun.
â€Peningkatan anggaran yang sangat besar itu jangan hanya untuk belanja konsumtif, tetapi dialokasikan lebih besar untuk pembangunan. Percepat pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Jalan, listrik, pelabuhan, semuanya jalan di tempat, bagaimana ekonomi mau gerak cepat,†kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi.
Hal senada dikemukakan Didik. â€Makanya, kita tidak melihat adanya pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Itu karena politik anggaran tidak berpihak kepada rakyat,†katanya.
Ironisnya, kata Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo, anggaran belanja modal yang sudah minim dan belanja barang yang lebih kecil itu masih dikorupsi beramai-ramai oleh aparat birokrat, politisi, dan calo-calo anggaran. Sementara di sisi penerimaan, anggaran digerogoti mafia pajak.
Penyakit
Salah satu penyakit APBN adalah anggaran terus meningkat, sementara penyerapannya oleh kementerian dan lembaga, juga daerah, sangat kedodoran, terutama pada awal-awal tahun anggaran. Karena itu, kualitas penggunaan anggaran menjadi sangat buruk karena pengelola anggaran dari pusat hingga daerah asal hajar di ujung tahun untuk sekadar menghabiskan anggaran.
Penyebabnya, antara lain, sistem dan prosedur tender proyek berbelit, di samping kapasitas pengelola anggaran memang payah. Akibatnya, sisa anggaran lebih semakin menumpuk tak dibelanjakan. Kalaupun sisa anggaran itu dipakai, kebanyakan untuk membiayai anggaran mengikat. Lagi-lagi anggaran pembangunan dikorbankan.
Perbesar ruang fiskal
Untuk mengatasi penyakit APBN tersebut, tidak bisa lain meningkatkan kapasitas penyusun dan pengelola anggaran. Pada saat bersamaan, pemerintah mesti memacu penghematan atau peningkatan efisiensi penggunaan anggaran. Anggaran yang tidak produktif, asal dibelanjakan, harus dipangkas.
Menurut Didik, potensi penghematan anggaran belanja di pusat saja bisa mencapai Rp 40 triliun sampai Rp 50 triliun. Lebih besar lagi kalau ditambah penghematan di daerah. Jumlah itu tentu sangat besar untuk dialokasikan menjadi belanja modal dan signifikan untuk pembangunan.
Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, menyatakan, salah satu persoalan kebijakan anggaran yang harus diangkat dalam pembahasan RAPBN 2012 adalah efektivitas penyaluran anggaran dari pusat ke daerah. Penyerapan selalu di bawah target sehingga berakibat pada lambannya pembangunan.
â€Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, misalnya. Apakah pelaksanaannya sudah efektif selama ini? Setidaknya pemerintah perlu mengevaluasi pelaksanaan anggaran pendidikan di APBN 2011, lalu hasilnya dipublikasikan agar semua pihak bisa belajar dari pengalaman tersebut untuk menentukan model untuk APBN 2012,†kata Haryo.
Direktur Econit Hendri Saparini menyatakan, tren volume penyaluran dana dari pusat ke daerah akan semakin meningkat. Permasalahannya, pemanfaatan dana-dana tersebut selama ini belum maksimal.
Sejak 2010, menurut Hendri, pemerintah berusaha mencari solusi dengan memunculkan istilah dana penyesuaian. Istilah itu tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. â€Dana penyesuaian itu diputuskan Badan Anggaran. Seberapa besar keterlibatan daerah,†katanya.
Antisipasi krisis
Sofjan Wanandi mengatakan bahwa APBN-P 2011 dan RAPBN 2012 harus mengantisipasi krisis utang Amerika Serikat dan Eropa. â€AS, Eropa, dan Jepang, tiga pilar perekonomian dunia, bermasalah. Kita tidak tahu kapan selesainya. Karena itu, tak ada penolong bagi kita kecuali menggenjot ekonomi domestik yang masih sangat besar potensinya, asal pemerintah mau kerja keras,†katanya.
Dalam kondisi krisis itu, katanya, dana-dana investasi global kemungkinan tertahan masuk Indonesia. Bahkan, dana-dana yang sudah ditempatkan di sejumlah negara kemungkinan besar akan ditarik oleh perusahaan induknya di AS dan Eropa. Permintaan barang ekspor kita bisa melemah, yang berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekspor Indonesia.
Dalam situasi seperti itu, kata Sofjan, pasar domestik harus digenjot. APBN harus berperan menstimulasi pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan supaya menambah tenaga beli masyarakat, pasar domestik bergairah, dan sektor riil dapat mencegah pemutusan hubungan kerja.
â€Ini kesempatan pemerintah untuk membangun infrastruktur guna meningkatkan efisiensi ekonomi, yang tidak boleh lagi dibuang percuma,†ujar Sofjan.(LAS/OIN/DIS)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/08/15/0309276/rancang.anggaran.realistis
Transfer Dana Berbasis Kinerja
Jakarta, Kompas – Bank Dunia menyarankan agar transfer dana ke daerah tidak menggunakan basis masukan atau input, tetapi basis kinerja. Pertimbangannya karena basis input tidak cukup efektif mendorong kemajuan daerah. Dengan input yang sama, kualitas pelayanan publiknya ternyata bisa jauh berbeda.
Hal tersebut tertuang hasil survei Bank Dunia di laporan perekonomian Indonesia triwulan III. Berdasarkan survei tersebut, transfer dana ke daerah selama satu dekade terakhir tidak banyak menunjukkan hasil positif. Padahal sejak desentralisasi, transfer dana ke daerah naik hingga dua kali lipat. Berdasarkan survei Bank Dunia, sekitar 30 persen daerah justru mencatat penurunan pada semua indikator hasil pelayanan publik.
Kepala Ekonom Bank Dunia Shubham Chaudhry di Jakarta, Kamis (6/10), mengatakan, negara-negara lain sudah lama meninggalkan sistem berbasis input.
â€Dengan basis kinerja, daerah akan lebih terpacu. Anggaran ditentukan berdasarkan kinerja dan prestasi tiap daerah. Jadi tidak dipukul rata,†katanya.
Dia mengatakan, koordinasi vertikal dalam transfer dana seharusnya juga lebih ramping. Banyaknya badan yang terlibat akan menimbulkan biaya transaksi dan beban koordinasi yang tinggi. Misalnya saja kesulitan koordinasi bidang pendidikan karena tiap sekolah menerima tujuh transfer yang berbeda dari empat pos anggaran berlainan.
Memicu pemekaran
Bank Dunia juga mencatat sistem anggaran berbasis input telah memicu pemekaran wilayah. Pada saat desentralisasi bergulir, Indonesia memiliki 30 provinsi dan 342 kabupaten/kota. Pada tahun 2008, jumlahnya membengkak menjadi 33 provinsi dan 490 kabupaten/kota.
Insentif keuangan mendorong daerah melakukan pemekaran. Setelah mendapatkan dana, alokasinya tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
Sebesar 30-40 persen anggaran habis untuk administrasi pemerintahan. (ENY)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/10/07/05120336/transfer.dana.berbasis.kinerja
RAPBN 2012 Dipertaruhkan
Jakarta, Kompas – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012, yang dilakukan dalam waktu sangat sempit, akan menghasilkan alokasi yang asal-asalan. Akibatnya, APBN 2012 pun dipertaruhkan dan dapat dinilai tidak kredibel oleh pelaku pasar.
Penilaian semacam itu berisiko menimbulkan koreksi di pasar, antara lain nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Menurut undang-undang, APBN harus ditetapkan dua bulan sebelum tahun anggaran berjalan. Dengan demikian, RAPBN 2012 harus sudah ditetapkan 31 Oktober 2011.
â€Saya rasa, untuk ditetapkan tanggal 31 Oktober masih bisa dikejar. Dengan catatan, mulai minggu depan, RAPBN dibahas, siang-malam. Tetapi, kualitasnya tidak akan sebaik biasanya,†kata ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Wibowo, Selasa (27/9).
Persoalan Badan Anggaran mencuat setelah badan itu menghentikan pembahasan RAPBN 2012 hingga pimpinan DPR menjelaskan status kewenangan Badan Anggaran menyusul diperiksanya pimpinan Badan Anggaran oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anggota Badan Anggaran, Agun Gunanjar Sudarsa, mengatakan bahwa belum ada perkembangan berkaitan dengan dihentikannya pembahasan RAPBN 2012 itu. Sampai Selasa atau sekitar sebulan menjelang jadwal pengesahan rancangan instrumen kebijakan fiskal pemerintah tersebut, Badan Anggaran masih menunggu tindak lanjut pimpinan badan legislatif.
Agun menambahkan, Badan Anggaran dalam posisi menunggu tindak lanjut surat yang dikirim Badan Anggaran kepada pimpinan DPR. Jika tidak ada perkembangan, pembahasan tidak akan maksimal. Akibatnya, bisa saja fraksi menolak RAPBN 2012 sehingga pemerintah terpaksa menggunakan skema APBN 2011 pada tahun 2012.
â€Badan Anggaran tidak mempunyai motif politik apa pun. Kami ingin bekerja sesuai dengan harapan masyarakat. Namun, kami juga butuh kepastian. Kami tak budek. Jadi, kami tak mungkin terus jalan, sementara ada suara-suara di luar yang menginginkan pembubaran Badan Anggaran. Ini harus dijelaskan terlebih dahulu,†tutur Agun.
Pembahasan RAPBN 2012, menurut Agun, sebenarnya sudah separuh jalan. Terakhir, tiga panitia kerja telah dibentuk, yakni panitia kerja asumsi makroekonomi, panitia kerja belanja pemerintah pusat, dan panitia kerja belanja transfer daerah.
Berdasarkan jadwal, pembahasan RAPBN 2012 harus selesai per 28 Oktober 2011. Selanjutnya, per 1 November 2011, DPR akan menggelar sidang paripurna pengesahan RAPBN 2012. â€Saya meminta pimpinan DPR merespons surat Badan Anggaran, yakni segera melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden, termasuk dengan penegak hukum lain, supaya Badan Anggaran dalam kerjanya bisa melakukan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif dengan baik,†kata Agun.
Solusi yang paling cepat, menurut Dradjad, adalah pimpinan partai politik yang memiliki anggota di Badan Anggaran segera memerintahkan untuk menggelar rapat. Jangan sampai kepentingan kelompok kecil mengacaukan kepentingan negara yang sedang menghadapi kondisi ekonomi global tak menentu.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, menyatakan bahwa penghentian pembahasan RAPBN 2012 menyusul pemeriksaan oleh KPK sungguh mencurigakan. Sikap itu tidak saja melemahkan DPR, tetapi dapat disebut sebagai tindakan subversif karena mengganggu pemerintahan.
Menurut Ikrar, kalau KPK ingin menunjukkan â€giginya†tidak takut kepada DPR, inilah saatnya untuk membersihkan orang-orang yang telah disebut Muhammad Nazaruddin, mengungkap tudingan bahwa Badan Anggaran DPR bisa mengatur semuanya, siapa yang bisa mendapatkan tender, dan lain-lain.
â€Kalau Badan Anggaran diperiksa KPK, itu bukan intervensi kepada DPR. Masyarakat ingin tahu apakah ada permainan politik anggaran?†ujar Ikrar.
Pemeriksaan
KPK menjadwalkan pemeriksaan lanjutan terhadap dua unsur pimpinan Badan Anggaran, yaitu Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey, Rabu ini. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dharnawati dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pemeriksaan keduanya merupakan pemeriksaan lanjutan atas pemeriksaan yang dilakukan pekan lalu. â€Minggu lalu pemeriksaan Pak Olly dan Pak Tamsil belum selesai. Lalu disepakati, Rabu ini pemeriksaan lanjutan. Jadi, tidak perlu surat panggilan,†kata Johan kemarin.
Menurut Johan, pemeriksaan terhadap pimpinan Badan Anggaran itu sebagai pribadi, bukan mewakili instansi lembaga. â€Mereka diperiksa orang per orang, bukan mewakili instansi. Mereka sebagai saksi untuk tersangka D (Dharnawati),†ujar Johan. Jika kedua unsur pimpinan Badan Anggaran itu tidak datang, menurut Johan, KPK akan mengirim surat panggilan.
Tamsil Linrung pun mengaku belum ada panggilan dari KPK untuk diperiksa pada Rabu ini. Namun, dia membenarkan, pada pemeriksaan Selasa pekan lalu, ada beberapa permintaan dokumen dari KPK, seperti daftar hadir rapat di Badan Anggaran.
â€Jika yang diminta data seperti daftar hadir, KPK bisa mengambilnya di DPR atau kami yang akan kirimkan data itu ke KPK,†kata Tamsil. Ia menambahkan, pihaknya masih menunggu perkembangan pertemuan antara pimpinan DPR dan pimpinan KPK, Kamis besok.
Olly Dondokambey menyatakan, KPK memang meminta data di Badan Anggaran.(IDR/LAS/RAY/NWO/LOK)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/09/28/03355779/RAPBN.2012.Dipertaruhkan
Laporan ini menyoroti, pengaruh outlook jangka pendek perekonomian Indonesia yang dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. Kenaikan yang ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia dengan mengajukan Rancangan APBN-Perubahan (RAPBN-P) kepada DPR di dalamnya termasuk usulan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada April 2012. Setelah melalui perdebatan yang panjang DPR menyetujui opsi kenaikan harga sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter dengan syarat harga rata-rata ICP selama kurun waktu enam bulan berjalan lebih tinggi 15 persen di atas asumsi APBN-P sebesar 105 dolar Amerika per barel .
Laporan ini juga menyoroti: perihal kesetaraan gender yang perlu dicapai Indonesia: tingkat kematian akibat kehamilan masih tinggi, perempuan yang masih berpendapatan lebih rendah dibanding laki – laki di semua sektor. Penelitian terakhir juga menunjukan bahwa bila masyarakat Indonesia mampu mengkompensasi manusianya berdasarkan keahlian dan kemampuannya, dan bukan berdasarkan gendernya, maka produktivitas per pekerja dapat meningkat sampai dengan 14 persen. Ini tentunya dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Laporan ini dapat dibaca di: http://www.batukar.info/komunitas/articles/perkembangan-triwulan-perekonomian-indonesia-mengarahkan-kembali-belanja-publik
Opini WTP Belum Tentu Bebas Korupsi
http://www.batukar.info/news/opini-wtp-belum-tentu-bebas-korupsi
Banyak kesalahpahaman mengenai opini BPK. Banyak yang beranggapan, kementerian yang mendapat opini WTP dari BPK berarti bersih dari korupsi. Kondisi ini akhirnya menimbulkan polemik, salah satunya terkait laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2011.
Pemeriksaan keuangan bukan untuk melihat ada tidaknya korupsi, melainkan untuk mengetahui apakah laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi pemerintah atau belum.Dengan demikian, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tidak bisa dijadikan tameng untuk menyatakan suatu kementerian atau lembaga bersih dari korupsi.
Bacaan lengkap mengenai Opini WTP Belum Tentu Bebas Korupsi
dapat dilihat di http://www.batukar.info/news/opini-wtp-belum-tentu-bebas-korupsi
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/07/20/0234353/opini.wtp.belum.tentu.bebas.korupsi