Forum Musrembang baik yang dilakukan dari desa hingga secara nasional selama ini oleh sebagian masyarakat terkesan sebagai upaya menggugurkan kewajiban Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Meski telah melibatkan stake holders dalam perumusannya, setelah dirumuskan menjadi APBD/APBN dan disahkan DPRD/DPR, seringkali tidak sesuai dengan apa yang diperdebatkan di lapangan. Hal ini juga diakibatkan karena dalam level pengambil keputusan berbagai kepentingan kemudian muncul sehingga aspirasi yang telah disampaikan sebelumnya menjadi terpinggirkan, karena ternyata hasil perencanaan setelah masuk tahap penganggaran keputusan terakhir berada pada top leader baik eksekutif maupun legislatif yang selalu dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Alasan yang sering muncul adalah tidak mungkin seluruh aspirasi ditampung karena ada keterbatasan dana atau anggaran pembangunan.
Bagaimana membangun sinkronisasi politik perencanaan dengan politik penganggaran? diskursus tentang makna musrenbang inilah yang kemudian muncul. Lemahnya fungsi Bappeda dalam konteks menyelaraskan program dan ketersediaan anggaran sehingga penetapan prioritas dan alokasi menjadi sesuatu yang tidak bisa disepakati dan dihasilkan dalam musrenbang. Hal ini mengemuka setelah keluar UU 25 /2004 yang mengakibatkan ada beberapa fungsi yang dulunya dimiliki Bappeda sedikit berkurang. Sebagai contoh misalnya fungsi arahan alokasi anggaran program yang tadinya menempel dalam fungsi Bappeda bersamaan dengan fungsi perencanaan program, kini tidak terlihat lagi. Walaupun konsep performance budget telah menggeser politik pembiayaan dari anggaran hanya sebagai instrumen pengendalian kepada anggaran kinerja yang mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik namun substansi sistem pelayanan minimal pun masih dikendalikan Pusat sehingga meski program yang disusun telah menganut asas minimal pun ternyata masih menjadi maksimal bagi sebagian besar daerah karena kapasitas keuangannya untuk membiayai program dalam standar itu masih jauh dari cukup.
Semoga kedepan nanti musrenbang tidak hanya sebagai upaya menggugurkan kewajiban tahunan, akan tetapi dapat menjadi forum bertemunya stake holders untuk membangun daerah atas dasar kewenangan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing daerah
sebaiknya, pelaksanaan Musrenbang cukup dilaksanakan sekali dalam 1 Tahun (dalam penyusunan RPJMN, RPJMD) sehingga tidak terkesan hanya Formalitas dan menghabiskan anggaran. dan hanya dapat ditinjau ulang jika ada kejadian luar biasa, ini dimasudkan agar arah pembangunan cukup terarah dari tahun ketahun.
selama ini musrenbang kadang menggugurkan apa yang ada dalm RPJMN/RPJMD, sehingga tidak kurang hasil musrenbang di abaikan oleh BAPPEDA karena tidak singkron dengan RPJMD.
atau jika musrenbang akan tetap dilakukan setiap tahun, harus ada perubahan mekanisme yang selama ini terjadi.
Numpang minta informasi, apakah ada dokumen selain UU dan peraturan (entah berbahasa Indonesia atau Inggris) yang mendeskripsikan sistem dan praktek perencanaan pembangunan di Indonesia?
Forum Musrembang baik yang dilakukan dari desa hingga secara nasional selama ini oleh sebagian masyarakat terkesan sebagai upaya menggugurkan kewajiban Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Meski telah melibatkan stake holders dalam perumusannya, setelah dirumuskan menjadi APBD/APBN dan disahkan DPRD/DPR, seringkali tidak sesuai dengan apa yang diperdebatkan di lapangan. Hal ini juga diakibatkan karena dalam level pengambil keputusan berbagai kepentingan kemudian muncul sehingga aspirasi yang telah disampaikan sebelumnya menjadi terpinggirkan, karena ternyata hasil perencanaan setelah masuk tahap penganggaran keputusan terakhir berada pada top leader baik eksekutif maupun legislatif yang selalu dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Alasan yang sering muncul adalah tidak mungkin seluruh aspirasi ditampung karena ada keterbatasan dana atau anggaran pembangunan.
Bagaimana membangun sinkronisasi politik perencanaan dengan politik penganggaran? diskursus tentang makna musrenbang inilah yang kemudian muncul. Lemahnya fungsi Bappeda dalam konteks menyelaraskan program dan ketersediaan anggaran sehingga penetapan prioritas dan alokasi menjadi sesuatu yang tidak bisa disepakati dan dihasilkan dalam musrenbang. Hal ini mengemuka setelah keluar UU 25 /2004 yang mengakibatkan ada beberapa fungsi yang dulunya dimiliki Bappeda sedikit berkurang. Sebagai contoh misalnya fungsi arahan alokasi anggaran program yang tadinya menempel dalam fungsi Bappeda bersamaan dengan fungsi perencanaan program, kini tidak terlihat lagi. Walaupun konsep performance budget telah menggeser politik pembiayaan dari anggaran hanya sebagai instrumen pengendalian kepada anggaran kinerja yang mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik namun substansi sistem pelayanan minimal pun masih dikendalikan Pusat sehingga meski program yang disusun telah menganut asas minimal pun ternyata masih menjadi maksimal bagi sebagian besar daerah karena kapasitas keuangannya untuk membiayai program dalam standar itu masih jauh dari cukup.
Semoga kedepan nanti musrenbang tidak hanya sebagai upaya menggugurkan kewajiban tahunan, akan tetapi dapat menjadi forum bertemunya stake holders untuk membangun daerah atas dasar kewenangan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing daerah
sebaiknya, pelaksanaan Musrenbang cukup dilaksanakan sekali dalam 1 Tahun (dalam penyusunan RPJMN, RPJMD) sehingga tidak terkesan hanya Formalitas dan menghabiskan anggaran. dan hanya dapat ditinjau ulang jika ada kejadian luar biasa, ini dimasudkan agar arah pembangunan cukup terarah dari tahun ketahun.
selama ini musrenbang kadang menggugurkan apa yang ada dalm RPJMN/RPJMD, sehingga tidak kurang hasil musrenbang di abaikan oleh BAPPEDA karena tidak singkron dengan RPJMD.
atau jika musrenbang akan tetap dilakukan setiap tahun, harus ada perubahan mekanisme yang selama ini terjadi.
Numpang minta informasi, apakah ada dokumen selain UU dan peraturan (entah berbahasa Indonesia atau Inggris) yang mendeskripsikan sistem dan praktek perencanaan pembangunan di Indonesia?
Terima kasih
Maddi