BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Warga Maluku Khawatir 25 Blok Migas Tidak Bisa Dimanfaatkan

Kesejahteraan Daerah
Warga Maluku Khawatir 25 Blok Migas Tidak Bisa Dimanfaatkan
Ikon konten premium Cetak | 26 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 55 dibaca Ikon komentar 1 komentar

AMBON, KOMPAS — Warga Maluku yang tinggal di provinsi itu ataupun di luar wilayah khawatir keberadaan 25 blok minyak dan gas bumi di sejumlah daerah di Maluku tidak bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Blok migas itu hanya dieksploitasi pemerintah pusat atau asing. Rakyat Maluku tetap miskin di daerahnya yang kaya raya.

Kekhawatiran itu terungkap dalam pemutaran film berjudul Kabaressi (Keberanian) dan dialog di Kampus Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Ambon, Maluku, Selasa (25/8).

Dialog dan pemutaran film yang dibuka oleh Wakil Ketua STAKPN Ambon J Taihutu itu menampilkan pembicara, antara lain, Direktur Archipelago Solidarity Foundation (Arso) Engelina Pattiasina, Wakil Rektor Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Prof Dr Nus Saptenno, antropolog dari Unpatti Prof Dr Mus Huliselan, dan Sutradara Kabaressi Chris Pelamonia.

Film dokumenter Kabaressi diproduksi Arso dan mengisahkan kepahlawanan Thomas Matulessy Pattimura dan Christina Marta Tiahahu. Pemutaran film dan dialog sebelumnya dilakukan di Kampus Unpatti dan akan digelar di sejumlah daerah di Maluku.

Blok migas

Film Kabarassi juga menggambarkan kekayaan alam Maluku pada masa lalu yang kaya akan pala dan rempah-rempah. Potensi kekayaan produk agro itulah yang mengundang banyak bangsa untuk mengunjungi kepulauan tersebut. Namun, rempah-rempah yang melimpah itu tak membuat rakyat Maluku sejahtera, bahkan justru kemudian dijajah bangsa asing.
content

Setelah merdeka dan Maluku menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kesejahteraan rakyat Maluku tidak juga beranjak. Rempah-rempah tidak mampu membuat rakyat Maluku menjadi kaya, tetapi kata Nus Saptenno dan Mus Huliselan, rakyat Maluku seperti dilupakan dan dimiskinkan.

Engelina mengakui, kisah rempah-rempah yang seharusnya bisa membuat rakyat Maluku kaya raya kini tinggal cerita. Faktanya, kini Maluku adalah provinsi yang tergolong lima besar termiskin di negeri ini.

Tidak kurang dari 18,44 persen dari seluruh rakyat Maluku masih termasuk penduduk miskin. Kini, lanjut Engelina, di Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Aru, dan Seram ditemukan 25 blok migas, yang cadangannya bisa jadi merupakan yang terbesar di Indonesia.

Namun, dari 25 blok migas itu 15 blok di antaranya sudah ada penanam modalnya. Masih ada 10 blok migas di Maluku yang masih mencari investor. Namun, dari pengaturan selama ini, lanjut Engelina, sebagian besar hasil migas dikuasai pemerintah pusat atau investor. Rakyat di daerah itu, seperti di Aceh dan Papua, harus memperjuangkan agar diperhatikan.

Engelina ataupun pembicara lain dan peserta dialog di STAKPN khawatir, kisah migas di Maluku akan menjadi seperti kisah rempah-rempah pada masa lalu, yaitu meski melimpah dan berharga jual tinggi, tidak bisa membuat rakyat sejahtera. Bahkan, warga Maluku, seperti yang ditunjukkan Pattimura dan Martha Tiahahu, terpaksa mengangkat senjata untuk memperjuangkan hak dan keadilan bagi rakyat Maluku.

Dalam dialog terungkap harapan dari warga Maluku agar siapa pun tokoh Maluku dan di mana pun bersama-sama memperjuangkan agar blok migas benar-benar memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat. Rakyat Maluku tak lagi hanya menjadi penonton saat kekayaannya justru dipakai untuk memperkaya orang lain, sementara warga Maluku tetap miskin. (tra)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/26/Warga-Maluku-Khawatir-25-Blok-Migas-Tidak-Bisa-Dim

Related-Area: