BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

4.000 Pos Pembinaan Terpadu Tak Aktif

PENYAKIT TIDAK MENULAR
4.000 Pos Pembinaan Terpadu Tak Aktif
Ikon konten premium Cetak | 28 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 24 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 4.000 pos pembinaan terpadu atau posbindu di Indonesia tidak aktif. Padahal, posbindu berperan penting dalam mengedukasi warga agar tak terkena penyakit tak menular. Untuk itu, posbindu akan diintegrasikan dengan tempat kegiatan warga.

Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Rabu (26/8), di Jakarta, upaya promosi kesehatan dan surveilans penyakit tak menular dilakukan di posbindu penyakit tak menular (PTM). Kegiatannya, antara lain, pengukuran tekanan darah, pengecekan gula darah, pengukuran lingkar perut, dan deteksi dini penyakit tak menular.

Posbindu PTM merupakan bentuk keterlibatan masyarakat dalam deteksi dini dan pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular, terutama yang rutin dilakukan, terpadu, dan periodik.

Namun, dari sekitar 10.000 posbindu PTM di sejumlah daerah di Indonesia, hanya 6.000-an unit yang aktif. Itu disebabkan, antara lain, sebagian besar anggaran kesehatan tersedot untuk kegiatan kuratif.

Terkait hal itu, ke depan posbindu PTM akan diintegrasikan dengan tempat-tempat kegiatan masyarakat, seperti tempat kerja, sekolah, posyandu, dan pos kesehatan desa.

Karena itu, perlu lebih banyak kader posbindu PTM yang dilatih. "Posyandu seharusnya tak lagi hanya mengurusi anak balita, tetapi juga edukasi faktor risiko dan deteksi dini penyakit tidak menular. Jadi, penanganan penyakit tak terlambat," kata Lily.

Bisa dicegah

Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, saat membuka Forum Tingkat ASEAN tentang Penyakit Tidak Menular (NCD) Ke-2, di Jakarta, Selasa (25/8), menyatakan, sekitar 80 persen penyakit tak menular bisa dicegah dengan diet dan gaya hidup sehat. Karena itu, komunitas global berpeluang untuk mengubah arah epidemi.

Pemerintah dapat menekan angka kematian prematur akibat penyakit tidak menular dengan sejumlah kebijakan, antara lain menekan konsumsi rokok dan alkohol, mendorong diet sehat, dan mempromosikan aktivitas fisik. Selain itu, warga juga didorong mendaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar penyakit tak menular bisa ditangani sejak dini.

Menurut analisis awal Sample Registration Survey 2014, survei kematian berskala nasional terhadap 41.950 kematian pada 2014, stroke, penyakit jantung, dan diabetes melitus dengan komplikasi jadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dari angka kematian itu, sebanyak 21,1 persen karena stroke, 12,9 persen karena penyakit jantung, dan 6,7 persen karena diabetes melitus.

Namun, menurut Nila, negara-negara di kawasan ASEAN kesulitan menanggulangi penyakit tak menular. Sebab, pesatnya peningkatan kasusnya tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai. Berbeda dengan negara maju yang mampu mengendalikan penyakit menular, negara berkembang menghadapi dua masalah yang belum terkendali, yakni penyakit infeksi dan penyakit tak menular.

Jika tak ada intervensi, kematian akibat penyakit tak menular diperkirakan naik 15 persen pada 2010-2020. Peningkatan terbesar akan terjadi di Afrika, Mediterania Timur, dan Asia Tenggara.

Deputi Sekretaris Jenderal Komunitas Sosial Budaya ASEAN Alicia Dela Rosa Bala mengatakan, pihaknya berharap negara-negara di Asia Tenggara tak hanya menyepakati terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN, tetapi juga berkomitmen menjadikan ASEAN sebagai komunitas yang sehat. Untuk mewujudkan hal itu, perlu penguatan kerja sama antarnegara ataupun dengan kelompok masyarakat sipil. (ADH)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/28/4-000-Pos-Pembinaan-Terpadu-Tak-Aktif

Related-Area: