BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kreativitas, Paten, dan Anak Cucu

Oleh Achmad Zen Umar Purba

Tanggal 26 April diperingati sebagai Hari Kekayaan Intelektual Dunia. Konsep hak kekayaan intelektual sesungguhnya sudah lahir sejak abad ke-19, sejalan dengan pertumbuhan industri waktu itu.

Negara-negara merasakan perlu adanya sistem perlindungan berbagai karya intelektual yang telah dan akan terus melayani kepentingan umat sejagat. Tahun ini, peringatan Hari kekayaan Intelektual Dunia mengambil tema: ”Creativity: The next generation”. Kaitan antara hak kekayaan intelektual (HKI) dan kreativitas amat jelas. Semua karya yang berguna bagi umat manusia berasal dari kreativitas individu.

Sejak peringatan Hari Kekayaan Intelektual Dunia pertama tahun 2001, mayoritas tema peringatan kebetulan berkaitan dengan kreativitas, termasuk inovasi dan ide. Apa makna kreativitas bagi Indonesia, yang punya berbagai modal dasar pembangunan nasional itu? Sangat fundamental dan berkaitan dengan berbagai aspek.

Akan tetapi, yang relevan sekali saat ini, kreativitas harus dipersepsikan sebagai kegiatan yang bersenyawa dengan teknologi. Dan, teknologi membutuhkan perlindungan yang dalam sistem HKI dinamai paten.

Dari tujuh bidang HKI, Indonesia amat tertinggal dalam hal paten. Pengajuan permohonan paten oleh WNI amat rendah dibandingkan permohonan paten secara keseluruhan. Dari data permohonan paten yang sudah dikabulkan sejak tahun 2009 hingga 2011, paten yang diajukan oleh WNI tak lebih dari 5 persen dari keseluruhan permohonan paten pada periode tersebut.

Fakta ini sejalan dengan rendahnya pengajuan permohonan paten oleh WNI ke AS. Selama tahun 2010, hanya enam permohonan. Bandingkan dengan Singapura (603 permohonan), Malaysia (113), Thailand (46), dan Filipina (37). Pada 2009, permohonan paten oleh WNI ke AS ini lebih rendah lagi: hanya tiga permohonan.

Hanya ”nol koma”

Paralel dengan data di atas, Indonesia belum juga bisa memanfaatkan secara maksimal sistem pendaftaran paten multinegara yang difasilitasi Patent Cooperation Treaty (PCT). Menurut The Global Competitiveness Report (GCR) 2012-2013 terbitan Forum Ekonomi Dunia, dari 144 negara, penggunaan PCT di Indonesia berada di peringkat ke-101 dengan nilai 0,10. Malaysia jauh di atas kita, di posisi ke-34 (nilai 3,4), sedangkan Thailand di posisi ke-72 (nilai 0,6).

Kementerian Riset dan Teknologi ikut menggalakkan pertumbuhan paten di Indonesia dengan Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional. Mulai 2007, program ini telah berhasil menaikkan proposal invensi dari 62 menjadi 108 pada 2008. Namun, setelah itu jumlah proposal invensi menurun. Selama tahun 2012, di bidang makanan hanya 88 dan obat 3.

Invensi yang merupakan cikal bakal paten memang memerlukan biaya yang cukup besar. Menurut Prof Zuhal, Ketua Komite Inovasi Nasional, dana riset di negeri ini amat rendah: hanya 0,15 persen dari PDB. Padahal, mestinya paling kurang 1 persen atau sama dengan Rp 15 triliun. Jangan bandingkan dengan negara maju, seperti Jepang, yang biaya risetnya sampai lebih dari 3 persen dari PDB.

Dari dimensi lain, pemerintah semestinya dapat memanfaatkan masuknya modal asing untuk alih teknologi agar Indonesia tak hanya jadi pasar. Kita telah memperbarui UU Penanaman Modal Asing 1967 dengan UU Penanaman Modal 2007. Adakah pengaruh investasi asing langsung yang diatur dalam UU ini dan alih teknologi? GCR 2012-2013 mencatat, dalam hubungan antara investasi asing langsung dan alih teknologi, Indonesia menduduki peringkat ke-61 dengan nilai 4,8. Thailand di posisi ke-47 (nilai 4,9) dan Malaysia di posisi ke-16 (5,3).

Mendarah daging

Perusahaan asing juga mestinya bisa diminta berperan dalam pendanaan bagi membiayai penelitian dan pengembangan. GCR 2012-2013 dalam topik ini menunjukkan, Indonesia berada di peringkat ke-25, tetapi Malaysia di kursi ke-16. Sementara untuk aspek perusahaan asing yang terlibat dalam kegiatan penelitian, Indonesia di peringkat ke-40, masih di bawah Malaysia yang ada di posisi ke-18.

Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik. Namun, ketertinggalan kita dari negara-negara tetangga di atas menempelkan citra yang tidak pas dengan capaian itu. Lalu, bagaimana kita memperbaiki data internasional yang negatif tadi, khususnya dalam kaitan dengan teknologi, yang pada awalnya beranjak dari kreativitas itu?

Saatnya pihak-pihak terkait dapat berkontemplasi bagi peningkatan kreativitas demi masa depan Indonesia, buat anak cucu. Kreativitas harus mendarah daging dalam tubuh setiap insan Indonesia. Di Jepang, trinitas strategi pembangunannya adalah business strategy, R&D strategy, dan IP strategy. Jangan lupa, sebentar lagi ASEAN akan menjadi arena perdagangan bebas.

Achmad Zen Umar Purba Mantan Direktur Jenderal HKI, Departemen (Kementerian) Hukum dan HAM RI

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2013/04/26/02201274/kreativitas.paten.dan.anak.cucu.