Wajegeseng Hijau Berseri
“Apalah Arti Sebuah Nama”, seringkali kita mendengar kalimat itu. Namun bagi pemuda dan masyarakat Wajegeseng hal itu tidak benar, karena menurut mereka nama memiliki arti yang begitu besar. Bisa bermakna doa dan harapan, bahkan bisa menjadi goal pembangunan. Nama yang disandangkan akan menjadi motivasi mereka untuk terus berbuat yang lebih baik bagi kemajuan desa. Setidaknya hal itulah yang mendasari pemilihan nama Wajegeseng Hijau Berseri untuk CLC (Community Learning Center/Pusat Belajar Masyarakat), kata Berseri merupakan singkatan dari Bersih, Sehat, dan Asri.
Namanya yang disepakati saat proses Rembuk Hijau Warga Desa Wajegeseng pada tanggal 25 Januari 2016 ini menggambarkan mimpi dan tujuan desa. Bukan hal yang mudah memang, tapi dengan semangat dan kemauan serta komitmen Wajegeseng Berseri bisa terwujud. Usaha mencapai itu tidak hanya dilakukan saat ini saja melainkan dari jauh sebelumnya. Tidak jarang kepala desa atau kepala dusun menetapkan sanksi sosial misalkan saja untuk mengurangi BABS (Buang Air Besar Sembarangan), jika ada kedapatan BABS akan di foto dan di pajang di tempat umum. Sanksi ini ternyata cukup ampuh dan kini sudah tidak ada lagi warga yang berani BABS. Tentunya pelaksanaan sanksi tersebut disertai dengan respon pemerintah desa yang menyediakan WC dan tempat pemandian umum.
Selain membentuk CLC beserta kurikulum beserta kelembagaannya, rembuk hijau warga ini juga membahas mengenai rencana pembangunan desa hijau dan indikator lingkungan hijau. Tentunya semua rencana pembangunan dan indikator disusun berdasarkan hasil temuan peneliti dan Pandu Tanahair selama 12 hari sebelumnya sejak tanggal 15 - 24 Januari 2016 di masing-masing dusun di Desa Wajegeseng, baik potensi yang bisa dikembangkan maupun krisis sosial ekologi yang perlu untuk diperbaiki.
Terkait dengan tiga isu Konsorsium Hijau, Desa Wajegeseng memiliki potensi yang cukup besar. Misalkan dibidang kewirausahaan hijau, masyarakat di desa ini sudah banyak yang mengolah kolang kaling dan anyaman baik berbahan dasar bambu maupun ketak (sejenis rumput yang dikeringkan), yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pola pemasaran dan promosi. Di bidang energi terbarukan, ada potensi pengolahan limbah serutan kayu menjadi briket untuk bahan bakar dan pengembangan biogas dari limbah ternak sapi, namun yang menjadi titik tekan adalah bagaimana kandang kolektif yang telah dibangun dibeberapa dusun dapat difungsikan. Dimana kandang kolektif ini sudah dilengakapi dengan bak penampung Kohe (Kotoran Hewan) dan juga reaktor untuk biogas . Kapasitas satu kandang kolektif sekitar 25 ekor sapi, sehinga jika ini berfungsi tidak ada lagi rumah yang menyatu dengan kandang. Kualitas udara dan lingkungan di sekitar pemukiman akan menjadi lebih baik.
Tidak berbeda dengan kedua isu diatas, bidang pertanian terpadu juga memiliki potensi yang besar. Beberapa juga sudah menerapkan sistem tumpang sari (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam satu lahan) dan juga mina padi (kombinasi pemeliharaan ikan dan tanaman padi). Kedua pola ini akan memberikan keuntungan tidak hanya dari satu jenis tanaman saja melainkan dari beberapa tanaman yang diusahakan. Selain itu juga bagaimana mempertahankan identitas desa dengan memperbanyak varian hortikultura yang ada, karena selama ini di tataran Kabupaten Lombok Tengah jika menyebut Hortikultura maka mengarah pada Desa Wajegeseng. Untuk itu, malalui program Konsorsium Hijau yang melibatkan pemuda serta peran aktif masyarakat akan mampu menggugah kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
- Log in to post comments
- 374 reads