BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sebagai Pendorong Utama Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Oleh S. Budi Santoso

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemeritah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta guna penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan (Ananda & Susilowati, 2017).

Tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang disediakan.

Pengangguran merupakan masalah terbesar bagi suatu negara, karena pengangguran menyebabkan pendapatan dan produktivitas masyarakat rendah yang pada akhirnya akan menimbulkan kemiskinan dan masalah sosial lain. Negara berkembang seringkali dihadapakan pada besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah usia kerja. sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan faktor kelangkaan modal investasi, banyaknya angkatan kerja, dan masalah sosial politik di negara tersebut. (Limongan dalam Vanda Ningrum, 2008).

Kondisi perekonomian yang kurang menarik di negaranya sendiri dan penghasilan yang cukup besar dan yang tampak lebih menarik di negara tujuan telah menjadi pemicu terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional. Pendapatan yang meningkat di negara yang sedang berkembang memungkinkan penduduk di negara berkembang untuk pergi melintas batas negara, informasi yang sudah mendunia dan kemudahan transportasi juga berperan meningkatkan mobilitas tenaga kerja secara internasional (Ananta; 1996;245).

Di bawahini disajikan tabel Rasio Penduduk dan Angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Selatan;

Rasio penduduk yang bekerja pada tahun 2013-2017 mengalami fluktuatif, Rasio penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja tertinggi pada tahun 2016 sebesar 95,20 persen dan terendah pada tahun 2015 sebesar 94,05 persen. Pada tahun 2017 rasio penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja mengalami penurunan sebesar 0,81 point jika dibandingkan dengan tahun 2016.

Mengacu pada Renstra perubahan 2018-2023 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan, terdapat capaian dan target sasaran Tingkat Pengangguran Terbuka daritahun 2019-2023 sebagai berikut:

 

Masih tingginya rasio penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja antara lain disebabkan oleh beberapa permasalahan pada bidang ketenagakerjaan sebagai berikut:

Masih Rendahnya daya saing tenaga kerja; Tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka; belum   maksimalnya pengawasan dan perlindungan ketenagakerjaan; belum kondusifnya hubungan industrial dan rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha maupun syarikat pekerja/buruh dalam pelaku hubungan industrial; Upah Minimum Regional Tersedianya tenaga kerja yang trampil dalam mengelolah usahanya melalui pelatihan kewirausahaan, AMT dan peningkatan produktivitas. Tenaga Kerja Asing; Produktivitas Tenaga Kerjamasih rendah dan penyelesaian dan Perselisihan Tenaga Kerja (Covid19).

Sementara itu untuk sektor Transmigrasi terdapat beberapa masalah yang perlu ditingkatkan pelayanannya; Status Tanah (bersertifikat atau tidaknya); Konflik dengan Penduduk Lokal; Tingkat kesejahteraan warga transmigrasi masih rendah; Persaingan Usaha dengan Penduduk Lokal; Kecemburuan social dengan penduduk lokal, berkaitan dengan Fasilitas yang diberikan penduduk migran dan penduduk lokal; dan semangat/etos kerja penduduk pendatang, jauh lebih kuat disbanding dengan penduduk lokal.

 

A.   Perumusan Masalah

 

Dari permasalahan di atas dapat diuraikan beberapa Permasalahan pada sector tenaga kerja dan transmigrasi sebagai berikut;  Masih  tingginya tingkat pengangguran terbuka; Belum maksimalnya pengawasan dan perlindungan ketenagakerjaan;  Belum kondusifnya hubungan industrial dan rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha maupun syarikat pekerja/buruh dalam pelaku hubungan industrial;  Tingkat kesejahteraan warga transmigrasi masih rendah; Upah Minimum Regional Tersedianya tenaga kerja yang trampil dalam mengelolah usahanya melalui pelatihan kewirausahaan, AMT dan peningkatan produktivitas. Tenaga Kerja Asing; Tenaga Kerja Migran; KualitasTenaga Kerjamasih rendah; Produktivitas Tenaga Kerja rendah; dan penyelesaian dan Perselisihan Tenaga Kerja (Covid19).  Sementara itu untuk sektor Transmigrasi terdapat beberapa masalah yang perlu ditingkatkan pelayanannya; Status Tanah (bersertifikat atau tidaknya); Konflik dengan Penduduk Lokal; PersainganUsaha dengan Penduduk Lokal; Kecemburuan social dengan penduduklokal, berkaitan dengan Fasilitas yang diberikan penduduk migran dan penduduk local dan semangat/Etos Kerja penduduk pendatang, jauh lebih kuat disbanding dengan penduduk lokal.

BAB II. PEMBAHASAN
 

Sejumlah persoalan masih dihadapi Indonesia dan khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan seperti rendahnya pendidikan pekerja serta ketidaksesuaian (mismatch) antara pendidikan dengan pekerjaan yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019 pendidikan pekerja Indonesia didominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 52,40 juta pekerja, sementara di Sulawesi Selatan jumlah pengangguran yang berfluktuatif danmemilikitrned semakin besar, terutama pada masa Pandemi Covid 19, dan keterampilan dan kompetensi sumber daya manusia masih belum optimal. Hal ini semakin dilemahkan dengan belum maksimalnya pemerataan sertifikasi profesi tenaga kerja. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan, memiliki dua sisi yaitu sebagai objek yang perlu dibangun dan disejahterakan sekaligus sebagai subjek pelaku pembangunan itu sendiri. Kesejahteraan seluruh masyarakat pada dasarnya adalah kesejahteraan para pekerja yang mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Bahkan pendapatan suatu negara baik berupa penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak sesungguhnya berasal dari hasil dari pekerja, baik berasal dari pekerja sebagai fungsi produksi maupun pekerja sebagai fungsi konsumsi.

Sementara itu, jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 sebanyak 139,81 juta orang, naik 1,59 juta orang dibanding Agustus 2020 (BPS, 2021). Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,31 persen poin.  Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2021 sebesar 6,26 persen, turun 0,81 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020. Penduduk yang bekerja sebanyak 131,06 juta orang, meningkat sebanyak 2,61 juta orang dari Agustus 2020. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,34 persen poin). Sementara sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Transportasi dan Pergudangan (0,30 persen poin).  Sebanyak 78,14 juta orang (59,62 persen) bekerja pada kegiatan informal, turun 0,85 persen poin dibanding Agustus 2020.   Persentase setengah penganggur turun sebesar 1,48 persen poin, sementara persentase pekerja paruh waktu naik sebesar 1,13 persen poin dibandingkan Agustus 2020.

Situasi di Sulawesi Selatan memperlihatkan data ketenagakerjaan sebagai berikut:  Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 4.276.437 orang, bertambah sebanyak 21.063 orang jika   dibandingkan Agustus 2019. Sebaliknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurun sebesar 0,40 persen poin menjadi 63,40 persen.

Dalam setahun terakhir, pengangguran meningkat sebanyak 73.038 orang, sejalan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat sebesar 1,69 persen poin menjadi 6,31 persen pada Agustus 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 10,96 persen. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2020 sebanyak 4.006.620 orang, berkurang 51.975 orang sejak Agustus 2019(BPS, 2020). Data dari BPS menjelaskan bahwa, jumlah pekerja yang terserap di sektor pertanian sebanyak 1.593.816 orang atau sebesar 39,78 persen dari total pekerja, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sebanyak 715.327 orang (17,85 persen). Sebanyak 2.573.172 (64,22 persen) penduduk bekerja di sektor informal. Selama setahun terakhir (Agustus 2019-Agustus 2020), pekerja informal meningkat sebesar 3,68 persen poin. Terdapat 801.276 orang yang terdampak Covid-19 atau 11,88 persen. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (61.148 orang), BAK karena Covid-19 (21.289 orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (61.309 orang), dan penduduk bekerjan yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (657.530 orang).

Rasio penduduk di Sulawesi Selatan yang bekerja pada tahun 2013-2017 mengalami fluktuatif, Rasio penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja tertinggi pada tahun 2016 sebesar 95,20 persen dan terendah pada tahun 2015 sebesar 94,05 persen. Pada tahun 2017 rasio penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja mengalami penurunan sebesar 0,81 point jika dibandingkan dengan tahun 2016.  

Dampak nyata dari pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap sektor ketenagakerjaan adalah terganggunya semua aktivitas di dunia kerja baik dari sisi pengusaha, pekerja/buruh maupun dari sisi Pemerintah atau dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan. Dilihat dari sisi Pengawasan Ketenagakerjaan menjadi terhambat, baik menyangkut pembinaan, pemeriksaan, pengujian dan penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan termasuk penanganan kasuskasus ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan adanya risiko penularan dari virus, seperti COVID-19. Masa pandemi tidak menjadikan pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan terhenti, diperlukan inovasi dengan memanfaatkan sarana dan prasarana serta teknologi yang ada untuk menjamin pelaksanaan fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan tetap berjalan. Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bekerja sama dengan ILO. 

Umumnya, perselisihan hubungan industrial mencuat karena perbedaan pendapat yang berujung pertentangan. Baik itu dialami Pengusaha maupun gabungan pengusaha dengan buruh atau pekerja. Maupun antara sesama serikat pekerja atau serikat buruh dalam perusahaan yang sama.  Perselisihan hubungan industrial yang dimaksudkan adalah mengenai “perbedaan pendapat yang menyebabkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan terkait hak, perselisihan kepentingan, perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam perusahaan”.

Pandemi covid-19 telah menjadi permasalahan global yang menimbulkan beragam dampak dalam sendi kehidupan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Kondisi yang ada ini semakin diperparah dengan upaya penanggulangan covid-19 yang belum optimal, sehingga masyarakat menjadi resah menghadapi persoalan kehidupan yang muncul. Berbagai langkah penanggulangan covid-19 lanjutan dan kebijakan pemerintah telah dikeluarkan. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dilanjutkan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 di Jawa dan Bali. Kebijakan tersebut dikeluarkan berdasarkan data epidemologi terbaru (Indonesia tengah mengalami lonjakan kasus pada gelombang kedua setinggi 381% per 21 Juni 2021), keberadaan varian delta covid19, dan pertimbangan politis. PPKM Darurat membatasi aktivitas masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Bali secara lebih ketat.

Suatu produk hukum yang bertujuan memutus mata rantai penyebaran covid-19. Pemberlakuan peraturan tersebut, hingga kini masih belum mampu meredam penyebaran covid-19. Permasalahan ini bukan hanya sekedar menambatkan sektor kesehatan semata. Implikasi dari persoalan ini juga menyangkut sektor perekonomian dan pemenuhan hidup masyarakat pada umumnya. Terlebih dengan beragamnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Berdampak pada peredupan diberbagai kegiatan perekonomian masyarakat. Terdapat beberapa upaya dunia usaha untuk mengambil suatu langkah guna menekan kerugian yang terjadi akibat covid-19 mulai dari efisiensi kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga penutupan usaha (Juaningsih,2020:3).

Pemerintah pusat dan daerah telah memberlakukan kenaikan tingkat upah minimum yang cukup besar. Di Provinsi sulawesi Selatan, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan melalui Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman akhirnya memutuskan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar Rp 3.165. 876, hal tersebut bertambah sebesar Rp. 876 jika dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp 3.165.000, -. Dalam iklim pertumbuhan ekonomi yang rendah padamasa Pandemi Cpvid 19 ini, kenaikan upah minimum lebih lanjut akan memicu keprihatinan bahwa hal tersebut mungkin akan menghambat upaya pemulihan ekonomi, memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri moderen.

Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian, 2002, p.2). Oleh karena itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain; pertama, karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa; kedua, karena masukan pada faktor-faktor lain seperti modal (Kussriyanto, 1993, p.1).

Program transmigrasi di Indonesia telah lama dikenal dan dilaksanakan semenjak jaman pemeritah Kolonial Belanda. Pada awal abad ke – 20, telah dilaksanakan program transmigrasi yang saat itu dikenal dengan nama Kolonisasi atau pembukaan daerah koloni baru. Ide awal program kolonisasi adalah untuk mengurangi tekanan jumlah penduduk yang ada di Pulau Jawa serta membangun suatu koloni dengan membangun suatu koloni dengan mendatangkan orang dari pulau Jawa ke pulau lain. Kolonisasi begitu pentingnya semenjak diperkenalkannya politik etis di Indonesia. Tempat pertama yang dijadikan daerah pemukiman adalah sebelah selatan pulau Sumatera tepatnya di Lampung pada tahun 1905 (Setiawan, B (2011).

Adanya program transmigrasi memungkinkan perubahan yang terjadi di daerah tempat tujuan transmigrasi mulai dari persoalan sosial, budaya, ekonomi, bahkan dalam aspek politik. Hal ini disebabkan karena kedatangan suku Jawa yang sebagai transmigran akan mempengaruhi kehidupan sosial seperti interaksi sosial, perubahan sosial dan sebagainya bagi penduduk lokal. Begitu pula dalam aspek budaya. Tidak sedikit terjadi akulturasi bahkan asimilasi budaya antara suku Jawa sebagai Transmigran dan suku – suku lainnya sebagai penduduk asli yang telah lama menempati daerah yang menjadi tujuan transmigrasi. Perubahan – perubahan dalam aspek ekonomi dan juga politik kemungkinan besar akan terjadi pula di daerah yang menjadi tujuan transmigrasi tersebut.

Penciptaan mekanisme sistem penempatan tenaga kerja di luar negeri dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya arus penempatan yang berdaya guna dan berhasil guna, karena berbagai sumber masalah sering menghadang tenaga kerja tanpa diketahui sebelumnya oleh yang bersangkutan seperti : 1) Sistem dan mekanisme yang belum mendukung terjadinya arus menempatan yang efektif dan efisien; 2) Pelaksanaan penempatan yang kurang bertanggung jawab; 3) Kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah; 4) Latar belakang budaya negara yang akan dituju yang berbeda (Majalah Tenaga Kerja; Vol 37, 1999;14).

Salah satu solusinya dengan meningkatkan kualitas SDM. Demi mengatasi daya saing tenaga kerja Indonesia yang masih tertinggal, pemerintah mengupayakan berbagai program seperti pelatihan vokasi, pemagangan berbasis kompetensi di perusahaan, dan sertifikasi kompetensi. Program tersebut dicanangkan dalam rangka pemenuhan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri serta meningkatkan serapan tenaga kerja.

Disamping itu untuk menguatkan hubungan industrial yang harmonis dan kondusif serta pengawasan norma ketenagakerjaan dan peningkatan perlindungan hak-hak dasar pekerja/buruh dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat transmigrasi melalui pembangunan satuan permukiman di kawasan transmigrasi dan pembukaan konektivitas dengan pusat kegiatan ekonomi wilayah

 

KESIMPULAN
Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah diantaranya, memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci. Selanjutnya, menjaga kesinambungan sektor pangan, makanan dan minuman. Kemudian, pemerintah mampu memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang.

Dalam hal meningkatkan indek daya saing negara kita, maka upaya peningkatan kualitas SDM dalam bentuk peningkatan kecerdasan, kesehatan, kompetensi dan etos kerja dari tenaga kerja atau dengan kata lain meningkatkan produktivitas tenaga kerja, harus menjadi salah satu prioritas pembangunan.

Terdapat dua masalah utama yang membuat produktivitas SDM Indonesia tertinggal yaitu; “Pertama, para pekerja di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan belum memiliki wadah untuk meningkatkan kemampuan. Berdasarkan data, 60% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal yang produktivitasnya kurang, sementara 40% lainnya baru di sektor formal.  Kita kekurangan basis sektor yang punya produktivitas tinggi, sehingga perlu adanya upaya peningkatan keterampilan kompetensi dan kualitas produktivitas tenaga kerja untuk mencetak tenaga kerja dan wirausaha baru yang berdaya saing.

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu perusahan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan baik hubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun factor-faktor yang berhubungan deng lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.

Disamping itu perlu adanya dukungan Kantor Perburuhan Internasional seperti ILO kepada para buruh, dan kegagalan untuk menyebutkan perusahaan, produk komersial, atau proses tertentu bukanlah tanda ketidaksetujuan.

 
REKOMENDASI
Fokus arah kebijakan pembangunan ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian diimplementasikan dalam:   

  • Penguatan mekanisme yang ada agar koordinasi lebih efektif antara dinas terkait maupun antara unit dalam dinas.
  • Memperkokoh proses kelemahan desentralisasi, untuk menyempurnakan kebijakan yang ada pada tingkat regional dan lokal.
  • Pengembangan SDM pada tingkat Provinsi dan regional.
  • Penguatan sistem informasi pasar kerja yang ada, termasuk upaya peningkatan kapasitas teknik sistem tersebut, serta melengkapi dengan fasilitas agar secara cepat dapat melakukan penilaian terhadap kualitas tenaga kerja yang ada.
  • Dikembangkan suatu program yang mampu memberikan bantuan dan tanggapan yang cepat terhadap tenaga kerja yang terkena PHK, juga perusahaan, Serikat Pekerja dan masyarakat yang menderita akibat lesunya ekonomi, penutupan pabrik / perusahaan atau pemutusan hubungan kerja masal.
  • Pembangunan permukiman transmigrasi baru diarahkan pada terwujudnya kondisi yang layak huni, layak usaha, layak berkembang dan layak lingkungan sehingga dapat menjadi basis dan titik tolak pengembangan pertanian dan perekonomian unit permukiman transmigrasi sampai kepada tingkat perkembangan tertentu untuk selanjutnya dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
  • Untuk dapat lebih mendorong dinamika masyarakat diupayakan adanya komposisi transmigrasi yang tidak miskin.
  • Peningkatan penerangan dan penyuluhan pembangunan transmigrasi kearah sasaran perioritas penyerahan.
  • Pembinaan permukiman untuk dapat menggalang kemampuan transmigrasi agar mampu mandiri. 

Daftar Pustaka.

Ananda, A. D., & Susilowati, D. (2017). Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) Berbasis Industri Kreatif di Kota Malang. Jurnal Ilmiah Ekonomi, 10(10), 120– 142.
Ananta, Aris, (1996). Liberalisasi ekspor dan impor Tenaga Kerja suatu pemikiran awal, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta.
BPS Sulawesi Selatan (2013-2017).  Data Susenas,” sector Ketenagakerjaan”.
DSLA (2021). Tentang Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia.
ILO (2021).  Panduan Pengawasan Ketenagakerjaan. Kerjasama dengan Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Terbitan pertama 2021.
Juaningsih, I. N. 2020. “Analisis Kebijakan PHK Bagi Para Pekerja Pada Masa Pandemi Covid19 di Indonesia”. Jurnal Adalah Buletin Hukum dan Keadilan. Volume 4. Nomor 1.
Majalah Tenaga Kerja, Sistem Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, Vol 37, 1999.
Ningrum, Vanda. (2008). Penanaman Modal Asing dan Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri. Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. III, No. 2, 2008.
Setiawan, B. (2011). Program Transmigrasi: Upaya Mengatasi Permasalahan Kependudukan dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, dalam Mita Noveria (Editor). Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan, Jakarta: LIPI Pres., hal 179.
RENSTRA Perubahan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan 2018-2023.
RPJMD Perubahan Provinsi Sulawesi Selatan (2018-2023); SK. Gubernur Nomor 1 tahun 2021.