BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Petani Daerah Binaan Baru Belajar dari Kelompok Tani Bersatu

Penulis: Enggar Paramita

Petani asal desa wilayah binaan baru AgFor Sulawesi mengunjungi Kelompok Tani Bersatu di Desa Lawonua, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara pada 11 September 2014 lalu. Lebih dari 30 petani asal 6 desa di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari berpartisipasi dalam kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang teknik pengelolaan kebun sekaligus memberikan peserta gambaran aktivitas proyek.

Dalam kegiatan kunjungan lapangan, AgFor menggandeng Mustakim, Agus, dan Hamsari  untuk berperan sebagai fasilitator utama. Ketiganya adalah ‘champion’ atau petani penyuluh yang telah aktif berpartisipasi dalam kelompok tani binaan AgFor. Kepada para petani peserta kunjungan mereka berbagi cerita tentang pengalaman dengan AgFor Sulawesi. “Memang harus diakui bahwa pada awalnya agak berat, karena kita kerja lebih di pembibitan. Mungkin gara-gara hal ini, ada beberapa anggota yang berhenti dari kelompok, sebab berpikir kegiatan AgFor hanya menambah-nambah pekerjaan. Tapi sebenarnya kerja lebih itu hanya awalnya saja, karena setelahnya, pembibitan akan sangat bermanfaat bagi kita, jadi tempat belajar, dan juga dapat dijadikan sumber pendapatan,” jelas Agus yang kini telah membangun pembibitan sendiri di kebunnya.

Hamsari, ketua Kelompok Tani Bunga Mawar, sebuah kelompok susulan asal Desa Onembute berujar bahwa melalui AgFor, ia mendapat banyak kesempatan diskusi dan bertukar informasi dengan sesama petani sehingga mempermudah pencarian solusi atas masalah yang dihadapi. Ia juga mengatakan bahwa ia telah merasakan keuntungan dari sistem agroforestri dibanding monokultur. “Bisa panen terus jadinya, misalkan habis panen kakao, lanjut lagi panen merica,”.

Menanggapi hal tersebut, Hari Basuki perwakilan dari Department of Foreign Affairs, Trade and Development Canada yang hadir dalam kegiatan mengatakan bahwa sistem wanatani, atau kebun campur, atau ‘pombahara’ dalam bahasa  lokal memang telah lama dipraktikkan oleh petani setempat. Akan tetapi penerapannya belum beraturan dan cenderung asal campur saja, sehingga hasilnya pun belum maksimal. “Lewat AgFor, kita sama-sama akan belajar tentang bagaimana mengelola agroforestri yang benar, dengan campuran tanaman yang tepat dan jarak tanam yang sesuai, agar nanti hasilnya maksimal dan juga berkelanjutan, tidak hanya dari satu jenis komoditas saja,”.

Peserta kunjungan lapangan dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing diketuai oleh petani penyuluh. Tiap kelompok berkeliling kebun campur milik Mustakim dan mengamati komoditas-komoditas yang ditanam serta pola naungannya. Secara bergantian ketua kelompok memperkenalkan pengelolaan tanaman kakao, karet, dan durian. Cara pemilihan dan pengambilan entres, teknik pemangkasan, perbanyakan vegetatif, pengendalian hama dan penyakit tanaman menjadi pokok pembahasan, yang setelahnya langsung dipraktikkan bersama agar mempermudah pemahaman anggota baru.

Selain teknik pengelolaan kebun, metode perbanyakan tanpa uap yang diadopsi dari Afrika Barat turut diperkenalkan kepada peserta. Hamsari terlihat menjelaskan manfaat propagator untuk memperbanyak jenis tanaman yang sulit dikembangbiakkan dan cara kerjanya. Setelah itu, peserta bergerak ke rumah kompos, di mana sang ketua kelompok berbagi informasi tentang bahan-bahan yang diperlukan dan cara pembuatannya. Ketua kelompok pun menekankan keuntungan dari pupuk kompos, yang selain menghemat biaya sehingga petani tidak perlu membeli pupuk kimia, juga berefek baik terhadap tanah, dan dengan mudahnya dapat dibuat menggunakan bahan-bahan yang diperoleh di sekitar kebun.

Kegiatan kunjungan lapangan tak hanya berfungsi sebagai ajang pertukaran pengetahuan dan penjalin silaturahmi antar petani, namun turut menjadi bursa jual-beli bibit. Hal ini terbukti dari banyaknya peserta yang membeli bibit contohnya markisa, durian, karet, dan mahoni dari pembibitan Kelompok Tani Bersatu. Terlihat Mustakim dan Agus mondar-mandir pembibitan untuk memeriksa kondisi bibit dan menyiapkan pesanan. 

Goli, petani dari Kelurahan Mangga Dua, Kecamatan Kendari, Kota Kendari yang baru bergabung dalam AgFor selama 3 bulan mengatakan bahwa ia mengikuti kunjungan lapangan karena ingin melihat kebun campur dan pembibitan yang sudah berhasil. “Saya sebelumnya sudah ketemu Pak Agus, dan beliau pernah cerita bahwa dulunya tidak tahu apa-apa, tapi sekarang sudah bisa membuat pembibitan sendiri. Saya ingin tahu dan mau lihat sendiri,” ungkapnya.

Nurliana, petani perempuan  dari Kelurahan Benuanirae, Kecamatan Abeli, Kota Kendari mengaku bahwa ia tidak menguasai ilmu pertanian sama sekali. Dengan mengikuti kegiatan AgFor, Nurliana berkeinginan untuk memperoleh pengetahuan pertanian, menyebarluaskan, dan mempraktikkannya bersama masyarakat sekitar.

Melalui kunjungan lapangan,  Koordinator AgFor Sulawesi untuk Sulawesi Tenggara, Mahrizal berharap agar petani di wilayah binaan baru dapat memahami maksud kegiatan AgFor. “Tidak lupa, melalui AgFor, kami ingin mengajak petani di wilayah baru untuk membangun mimpi-mimpi, yang kita coba untuk wujudkan bersama,” katanya.