BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Penduduk Dunia Menua dengan Kesehatan Memburuk

Gaya hidup tidak sehat menyebabkan penduduk dunia bakal menua dengan beban kesehatan yang memburuk.

Usia harapan hidup penduduk di dunia terus meningkat seiring dengan kemajuan pada langkah-langkah kesehatan masyarakat, terutama dalam mengatasi berbagai penyakit menular. Meskipun demikian, beban penyakit tidak menular cenderung meningkat karena gaya hidup tidak sehat menyebabkan lebih banyak tahun yang bakal dihabiskan dalam kondisi kesehatan yang buruk.

Temuan terbaru dari Global Burden of Disease Study (GBD) 2021, yang diterbitkan di jurnal The Lancet hari ini, Sabtu (18/5/2024), memperkirakan bahwa usia harapan hidup global akan meningkat sebesar 4,9 tahun pada pria dan 4,2 tahun pada wanita antara tahun 2022 dan 2050. Peningkatan terbesar terutama terjadi di negara-negara dengan angka harapan hidup yang lebih rendah sehingga berkontribusi terhadap konvergensi peningkatan angka harapan hidup di sejumlah wilayah geografis.
 
Peningkatan angka harapan hidup ini sebagian besar didorong oleh langkah-langkah kesehatan masyarakat yang berhasil mencegah dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, terutama dari berbagai penyakit menular, kematian ibu, neonatal, serta penyakit terkait gizi.

Dalam studi GBD terbaru ini, angka harapan hidup global (pria dan wanita) diperkirakan meningkat dari 73,6 tahun pada 2022 menjadi 78,1 tahun pada tahun 2050 atau meningkat sebesar 4,5 tahun. Sementara itu, harapan hidup sehat global, yaitu rata-rata lama hidup seseorang dalam keadaan sehat, meningkat dari 64,8 tahun pada tahun 2022 menjadi 67,4 tahun pada tahun 2050. Peningkatan harapan hidup sehat ini sebesar 2,6 tahun atau lebih rendah dari peningkatan angka harapan hidup.

”Selain peningkatan angka harapan hidup secara keseluruhan, kami menemukan bahwa kesenjangan harapan hidup antarwilayah geografis akan berkurang,” kata Chris Murray, Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)-Washington University, yang pemimpin studi ini.

Menurut Murray, meskipun kesenjangan kesehatan antara wilayah berpendapatan tertinggi dan terendah akan tetap ada, kesenjangan tersebut semakin mengecil, dan peningkatan terbesar diperkirakan akan terjadi di Afrika Sub-Sahara.

Studi GBD merupakan inisiatif IHME untuk mengukur kerugian kesehatan di berbagai belahan dunia dan dari waktu ke waktu. Hal ini memanfaatkan karya lebih dari 11.000 kolaborator di lebih dari 160 negara dan wilayah. GBD 2021 merupakan laporan yang baru diterbitkan, mencakup analisis proyeksi terhadap 371 penyakit dan cedera serta 88 faktor risiko kesehatan di 204 negara dan wilayah.

Pergeseran beban penyakit
Salah satu temuan menarik dari studi GBD terbaru ini adalah terjadinya pergeseran beban penyakit, dari penyakit menular dan kematian ibu serta anak ke penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit paru obstruktif kronik, dan diabetes. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya paparan terhadap faktor risiko terkait PTM, seperti obesitas, tekanan darah tinggi, pola makan yang tidak optimal, dan merokok.

Pergeseran beban penyakit ke PTM ini akan berdampak paling besar pada beban penyakit pada generasi berikutnya. Ketika beban penyakit terus bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular dan dari tahun hidup yang hilang (years of life lost/YLLs) ke tahun hidup dengan disabilitas (years lived with disability/YLDs) berarti semakin banyak orang diperkirakan akan hidup lebih lama, tetapi dengan lebih banyak tahun yang dihabiskan dalam kondisi kesehatan yang buruk.

Studi ini juga mengemukakan berbagai skenario alternatif untuk membandingkan potensi hasil kesehatan jika intervensi kesehatan masyarakat yang berbeda dapat menghilangkan paparan terhadap beberapa kelompok faktor risiko utama pada tahun 2050.

”Kami memperkirakan perbedaan besar dalam beban DALY global antara berbagai skenario alternatif untuk melihat apa yang paling berdampak pada data harapan hidup secara keseluruhan dan perkiraan DALY,” kata Stein Emil Vollset, penulis pertama studi yang memimpin Unit Kolaborasi GBD di Norwegian Institute of Public Health.

DALY merupakan kepanjangan dari disability-adjusted life years atau bisa dimaknai sebagai tahun-tahun hidup sehat yang hilang karena kesehatan yang buruk dan kematian dini.

”Secara global, dampak yang diperkirakan paling besar terjadi pada skenario Peningkatan Risiko Perilaku dan Metabolik, dengan penurunan beban penyakit (jumlah DALY) sebesar 13,3 persen pada tahun 2050 dibandingkan dengan skenario Referensi (yang paling mungkin terjadi),” kata Vollset.

Para penulis juga menjalankan dua skenario lagi: skenario pertama berfokus pada lingkungan yang lebih aman dan skenario lainnya berfokus pada peningkatan nutrisi dan vaksinasi pada anak-anak.

”Meskipun dampak terbesar pada beban DALY global terlihat dari skenario Peningkatan Risiko Perilaku dan Metabolik, kami juga memperkirakan pengurangan beban penyakit dari skenario Lingkungan yang Lebih Aman dan Peningkatan Gizi dan Vaksinasi Anak di luar perkiraan referensi kami,” kata Amanda E Smith, Asisten Direktur Peramalan di IHME. Hal ini menunjukkan perlunya kemajuan dan sumber daya yang berkelanjutan di bidang-bidang ini dan potensi untuk mempercepat kemajuan hingga tahun 2050.

Menurut Murray, dengan temuan ini, ada peluang besar di masa depan bagi kita untuk memengaruhi masa depan kesehatan global dengan mengatasi peningkatan faktor risiko metabolisme dan pola makan, terutama yang terkait dengan faktor perilaku dan gaya hidup seperti gula darah tinggi, indeks massa tubuh tinggi, dan tekanan darah tinggi.

Harapan hidup di Indonesia
Dalam laporan terbaru GBD 2021 ini, angka harapan hidup wanita di Indonesia sebesar 73,5 tahun pada tahun 2022, diproyeksikan akan naik menjadi 75,6 tahun pada 2030 dan menjadi 78,7 tahun pada tahun 2050. Angka usia harapan hidup pria di Indonesia masih lebih rendah dari rata-rata di Asia Tenggara, yang mencapai 75,8 tahun pada 2022 dan diproyeksikan menjadi 77,6 tahun pada 2030 dan 80,2 tahun pada 2050.

Usia harapan hidup pria di Indonesia sebesar 69,4 tahun pada 2022, dan diproyeksikan menjadi 71,8 tahun pada 2030, dan 75,5 tahun pada 2050. Angka usia harapan hidup pria di Indonesia ini juga lebih rendah dari rata-rata di Asia Tenggara, yang mencapai 70,1 tahun pada 2022, dan diproyeksikan menjadi 72,1 tahun pada 2030, dan 75 tahun pada 2050.

Sebelumnya, dalam laporan di jurnal The Lancet pada tahun 2022, angka harapan hidup penduduk Indonesia dalam tiga dekade terakhir telah meningkat signifikan walaupun masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Data juga menunjukkan, di balik peningkatan angka harapan hidup secara nasional terdapat ketimpangan yang nyata antardaerah. Selain itu, sekalipun terjadi peningkatan harapan hidup, harapan hidup sehat di Indonesia cenderung rendah.

Laporan ini juga menggunakan data GBD 2019 untuk menganalisis pola kesehatan di Indonesia di tingkat provinsi antara tahun 1990 dan 2019. Menteri Kesehatan 2012-2014 Nafsiah Mboi menjadi penulis pertama paper yang ditulis bersama puluhan peneliti sejumlah negara ini.

Dalam kajian ini, Nafsiah melaporkan, angka harapan hidup laki-laki sejak lahir di seluruh Indonesia meningkat dari 62,5 tahun pada 1990 menjadi 69,4 tahun pada 2019. Sementara itu, angka harapan hidup perempuan sejak lahir di Indonesia meningkat dari 65,7 tahun pada 1990 menjadi 73,5 tahun pada 2019.

Sekalipun data menunjukkan tren peningkatan angka harapan hidup di Indonesia, sebagaimana terjadi secara global, ada beberapa catatan penting dari laporan-laporan GDP ini. Angka harapan hidup di Indonesia, baik untuk pria maupun wanita, pada proyeksi 2050 sedikit lebih tinggi dari rata-rata global, tetpi masih lebih rendah dari rata-rata di Asia Tenggara.

Selain itu, Indonesia juga harus mewaspadai pergeseran beban kesehatan ke penyakit tidak menular yang trennya juga meningkat seiring faktor risiko yang juga meningkat, seperti obesitas, tekanan darah tinggi, pola makan yang tidak sehat, dan merokok.

Khusus untuk merokok, laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbaru menunjukkan, tren konsumsi rokok secara global terus mengalami penurunan dengan data tahun 2022 sekitar 1 dari 5 orang dewasa di seluruh dunia mengonsumsi tembakau dibandingkan dengan 1 dari 3 orang pada tahun 2000. Meskipun demikian, Indonesia masih mengalami tren peningkatan penggunaan tembakau, terutama karena masih bertambahnya perokok baru di kalangan anak dan remaja, baik rokok tradisional maupun rokok elektronik.

Paparan risiko penyakit tidak menular ini bakal menjadi beban berat kesehatan bagi Indonesia yang saat ini masih mengalami pertumbuhan populasi. Beban terberat terutama akan dialami generasi berikutnya yang berisiko mengalami penuaan dengan kondisi kesehatan yang buruk.

 

Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/18/penduduk-dunia-menua-dengan-kesehatan-memburuk?open_from=Humaniora_Page