Peraturan Bupati No. 41/2015 yang ditetapkan tanggal 15 Desember 2015 merupakan peraturan resmi pemerintah setempat yang pertama di Provinsi Sulawesi Selatan mengenai imbal jasa lingkungan air. Setelah melalui proses panjang dan berlika-liku, kini masyarakat Kabupaten Bantaeng memiliki peraturan yang mengatur dasar-dasar pengelolaan sumber air, subyek dan obyek pemakai air serta hak dan kewajiban pihak yang terlibat di dalamnya.
Praktik penggunaan sumber daya alam (SDA) secara tepat sangatlah jarang diketahui masyarakat umum; padahal penerapan secara bijak sangatlah dibutuhkan dan penting untuk menjaga keberlanjutannya. Pemanfaatan SDA harus dijalankan bersamaan dengan usaha konservasi untuk memastikan ketersediaannya dalam jangka waktu yang panjang.
Dalam acara Sosialisasi Perbup Imbal Jasa Lingkungan Air tanggal 16 Januari 2016, Kepala Bappeda Bantaeng, Prof. Dr. Ir. Samsu Alam, MSi, menegaskan hal itu, ”Sumber air merupakan salah satu SDA dan lingkungan yang perlu dijaga karena sudah jelas, air merupakan salah satu elemen utama dalam kehidupan sehari-hari yang dibutuhkan setiap makhluk hidup.”
Daerah Tangkapan Air (DTA) Biang Loe merupakan salah satu sumber daya lingkungan yang terpenting di Kabupaten Bantaeng karena menjadi sumber air bagi desa-desa di sekitarnya, antara lain Desa Pa’bumbungan, Kampala, Parang Loe, dan Campaga. Sumber air di DTA Biang Loe dimanfaatkan bukan hanya oleh penduduk desa, tapi juga oleh pengguna air dalam jumlah besar seperti PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dan perusahaan air minum dalam kemasan, yang kemudian memasang pipa dan beberapa peralatan untuk kepentingan penyediaan air bersih bagi pelanggannya. Pemanfaatan air oleh perusahaan air minum kemasan ini dilakukan berdasarkan peraturan kabupaten dan retribusi dibayarkan ke PDAM dan menjadi pendapatan kabupaten.
Penggunaan air secara masif tanpa adanya timbal balik ke ekosistem berlangsung hingga awal tahun 2013 saat masyarakat Campaga menyuarakan pemikirannya akan pentingnya dibentuk suatu ketentuan yang mengatur penggunaan sumber air dan konsep timbal-balik antara penyedia dan pengguna air.
“Inspirasi ini kemudian diikuti dengan baseline survey oleh AgFor dan LSM Balang, serta dihasilkannya sebuah dokumentasi yang berjudul Pengelolaan Lanskap Daerah Hulu untuk Penyediaan Air Bersih,”ujar Mustafa, S.Hut, MP, Kepala Bidang Bina Hutan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bantaeng.
Hasil yang didapat dari kajian dan survei tersebut memperlihatkan adanya isu dalam manajemen air di DTA Biang Loe. Seiring dengan tujuan proyeknya, AgFor memfasilitasi berbagai pertemuan, diskusi, pelatihan, dan lokakarya mengenai jasa ekosistem/lingkungan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam manajemen DTA Biang Loe di Bantaeng.
Agroforestry and Forestry (AgFor) Sulawesi, sebuah proyek yang berfokus pada pengelolaan sumber daya alam, turut berperan serta dalam menjaga keberlangsungan alam. Dengan didanai oleh Departemen Luar Negeri, Perdagangan dan Pembangunan Kanada, AgFor memulai kegiatannya pada tahun 2011 di empat kabupaten, yaitu Bantaeng dan Bulukumba di provinsi Sulawesi Selatan, serta Kolaka Timur dan Konawe di provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian yang dihasilkan dan keinginan untuk menyebarluaskan dampak positif kegiatan proyek ini membuat bertambahnya wilayah kerja pada awal tahun 2014 di Jeneponto dan Gowa (Sulawesi Selatan), Konawe Selatan dan Kota Kendari (Sulawesi Tenggara) serta kabupaten Gorontalo dan Boalemo (Gorontalo).
Pasal 5 Bab IV dalam Perbup No. 41/2015 menyatakan bahwa setiap orang dan/atau badan hukum yang memanfaatkan jasa lingkungan air untuk tujuan komersil dan industri harus memberikan imbal jasa lingkungan air.
“Bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk membangun pemahaman masyarakat mengenai jasa lingkungan air,”ujar Adam Kurniawan, S.Ip, Ketua LSM Balang, salah satu mitra strategis dalam Pokja Imbal Jasa Lingkungan Air. “Perlu waktu cukup lama dan persistensi, serta kerjasama berbagai pihak untuk mendapatkan pemahaman yang tepat. Namun, bersama-sama dengan semua mitra, seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bappedalda (Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah), para kepala desa, dan perwakilan masyarakat melalui BUMAS (Badan Usaha Masyarakat) dan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), akhirnya peraturan bupati mengenai jasa lingkungan ini ditetapkan.”
Tata cara dan jenis pemberian imbal jasa lingkungan air diatur melalui dokumen kesepakatan kerjasama antara penyedia atau penjaga dan penerima jasa lingkungan air dengan melibatkan Tim Pokja Jasa Lingkungan Air. Dengan demikian, penetapan Perbup ini masih memerlukan tindak lanjut komunikasi dan diskusi antara penyedia air (institusi dan masyarakat di hulu) dan pengguna air (masyarakat hilir, PDAM, perusahaan air kemasan) tentang jenis dan mekanisme pemberian imbal jasa dalam bentuk program atau kegiatan untuk membantu penghidupan masyarakat di hulu.
Pernyataan yang senada dengan pasal itu diucapkan oleh Dr. Atiek Widayati, koordinator Komponen Lingkungan proyek AgFor. “Penetapan peraturan bupati mengenai jasa lingkungan air ini berasal dari masyarakat sehingga manfaatnya haruslah dapat dinikmati oleh masyarakat juga. Akan tetapi, haruslah diingat, bahwa penetapan peraturan ini sama sekali bukan berarti perjuangan konservasi lingkungan sudah selesai. Malah sebaliknya. Perjuangan yang sebenarnya baru saja dimulai – sekarang semua pihak harus saling bahu-membahu dalam implementasinya.”
Kepala Bappeda Bantaeng, Prof. Dr. Ir. Samsu Alam, MSi, yang juga merupakan koordinator tim Pokja menegaskan pentingnya konservasi jasa lingkungan,”Imbal jasa lingkungan air ini harus cepat ditangani supaya konservasi sumber air di DTA Biang Loe bisa terlaksana dengan baik. Bappeda akan melibatkan dan bekerjsama dengan sedikitnya empat SKPD, yaitu PU Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Bappedalda untuk implementasi Perbup ini.”
“Jalan panjang menuju tercapainya Bantaeng menjadi kota konservasi lingkungan masih harus ditempuh. Penetapan Peraturan Bupati No. 41/2015 merupakan awal dan pembuka jalan yang baik,” ujar Mustafa, S.Hut, MP, Kepala Bidang Bina Hutan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bantaeng, “Dan saat ini kami juga dalam proses untuk meningkatkan Perbup ini menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bantaeng supaya lebih sahih dan bermanfaat bagi lebih banyak orang. Insya Allah bisa tercapai.”
Perjuangan masih harus dilanjutkan dengan kerjasama dan keterbukaan berbagai pihak dan instansi yang terkait. Keterbukaan dan kesediaan semua pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan Perbup ini tentunya akan membuahkan hasil yang dapat dinikmati bersama sehubungan dengan konservasi SDA.
Attachment | Size |
---|---|
IMG_7650.jpg | 242.02 KB |
- Log in to post comments
- 850 reads