Catatan dari Training of Trainer Program LANDASAN di Papua Barat
Oleh Nyur Yawati
Saya Yohanes dari RT 3, begini bapak setiap hari itu mobil masuk sa punya dusun, tong tanya kau masuk dapat ijin dari siapa, katanya kepala kampung, lalu sa pu anak-anak dari dusun itu dong berjalan kaki ke kampung 6 kilo, padahal dong punya murid itu paling banyak, dong pulang itu menangis, bapak tidak pernah pikir sa pu sekolah jarak jauh ka? sa pu kampung ini jauh juga. Lalu kau mengeluh tentang guru, bapak punya retribusi to, kenapa tak alokasikan untuk honor ka? bapak kepala kampung dan tim 11 ini macam pu mata kabur, coba turun lihat kebutuhan di sana apa, jadi bapak kepala kampung saya usul dana galian C dan retribusi itu bapak bantu, jangan cuma berharap dana kampung, tapi potensi kampung itu juga harus diperhatikan, pendidikan dan kesehatan itu penting eee…
Begitulah Yohanes warga RT 3 Kampung Mandiri mengikuti musyawarah kampung yang dihadiri oleh masyarakat, perwakilan puskesmas dan sekolah, serta Tim 11. Mereka sedang melakukan musyawarah kajian kampung dengan mendengarkan pemaparan kondisi kesehatan dan pendidikan berdasarkan data dari Puskesmas dan Sekolah, juga aspirasi dan harapan dari masyarakat. Yohanes sebagai bagian dari warga Kampung Mandiri pun turut menyuarakan aspirasinya agar mendapatkan layanan dasar yang lebih baik.
Kampung Mandiri adalah kampung imajinasi dalam kegiatan Training of Trainer (ToT) Sinergi Perencanaan Kampung, Kesehatan, dan Pendidikan untuk meningkatan layanan dasar di Papua Barat. Peserta musyawarah merupakan orang-orang yang disiapkan untuk menjadi calon fasilitator dalam sinergi perencanaan. Mereka sedang bermain peran seolah-olah berada dalam situasi musyawarah kampung. Setidaknya begitulah gambaran proses awal dari sinergi perencanan kampung, kesehatan, dan pendidikan.
ToT yang digelar di Hotel Vega Kota Sorong pada 5 – 9 November 2019 ini merupakan bagian dari kegiatan Landasan Fase II. Setelah sebelumnya Landasan di fase awal fokus pada peningkatan kapasitas perencanaan Kampung, Puskesmas, dan Sekolah, maka pada 2019 hingga 2021 program kerjasama Pemerintah Daerah dan KOMPAK ini fokus pada sinergi perencanaan di tiga sektor tersebut.
Sinergi perencanaan sebenarnya bukan hal baru. Konsep ini sudah lama ada dan tertuang dalam aturan, hanya saja sinergitas tersebut masih dalam tataran konsep dan belum menjadi implementasi. Maka disinilah Landasan ingin membangun kesadaran bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak-hak sipil dasar masyarakat.
Program membangun sinergi perencanaan ini diawali dengan mempersiapkan calon fasilitator perwakilan dari tiga OPD yang membidangi tiga sektor layanan dasar, yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK), Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan. Mereka adalah orang-orang potensial yang diharapkan dapat mengimplementasikan sinergi perencanaan pada level dibawahnya yaitu kampung, puskesmas, dan sekolah. Setidaknya terdapat 24 calon fasilitator yang siap memegang tongkat estafet sinergi perencanaan di empat Kabupaten dampingan Landasan Papua Barat, yakni Fakfak, Kaimana, Manokwari Selatan, dan Sorong.
ToT juga diikuti oleh perwakilan tiga bidang terkait dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, yaitu DPMK, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan. Selain itu, hadir pula Bappeda Kabupaten sebagai leading sector dari program sinergi perencanaan. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga sinergitas dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten, hingga Distrik, juga sebagai upaya untuk memastikan keberlanjutan program.
Seperti yang diungkapkan oleh Lead Program Landasan, M. Yusran Laitupa, dalam pembukaan acara bahwa persoalan-persoalan yang ada di kampung adalah tanggung jawab bersama, apa yang direncanakan bersama juga diintervensi secara bersama. Ya, sinergi yang dimaknai sebagai bentuk kerjasama antar unsur ini akan mencapai hasil lebih baik dibanding harus bekerja sendiri.
Melahirkan Empat Model Sinergi Perencanaan di Papua Barat
Landasan fase II rupanya tidak hanya menyiapkan orang-orang potensial untuk menjadi fasilitator sinergi perencanaan layanan dasar, namun juga berupaya melahirkan empat model sinergi perencanaan yang muncul dari empat kabupaten wilayah dampingan di Papua Barat, yakni Fakfak, Kaimana, Manokwari Selatan, dan Sorong.
Empat Kabupaten tersebut merupakan pilot project yang kelak diharapkan muncul adanya replikasi. Proses membangun sinergi perencanaan ini juga diharapkan dapat melahirkan model pembelajaran yang dapat menjadi contoh bagi kabupaten di Papua Barat, juga Provinsi lainnya di Indonesia.
“Kompak tidak hanya meningkatkan kapasitas secara teknis, tetapi mengupayakan modeling untuk direplikasi, ToT ini bisa menyiapkan paling tidak ada empat model untuk menjadi dasar replikasi di Papua Barat,” ujar M. Yusran Laitupa, Lead Program Landasan dalam sambutannya di acara pembukaan ToT.
Ia juga mengungkapkan bahwa akan ada praktik cerdas dari Papua Barat kelak dapat ditampilkan. “Mari kita memulai niat ini, orang tidak hanya melihat yang susah-susah saja di Papua, tapi kita bisa memberikan solusi, ada praktik baik yang bisa dicontoh oleh banyak orang,” pungkasnya.
Seperti apa model sinergi perencanaan layanan dasar yang dikembangkan pada ToT Landasan Papua Barat?
Sinergi dimulai sejak dari perencanaan. Langkah tersebut dimulai ketika menyusun rencana pembangunan jangka menengah. Prosesnya pun tak ubahnya dengan tahapan perencanaan yang ada di setiap sektor tersebut. Modifikasi hanya dilakukan pada proses pengkajian masalah dengan mengatur timeline dari masing-masing sektor.
“Apa yang dilakukan Landasan tidak merubah proses yang ada, kita tidak membongkar, kita berangkat dari apa yang kita lakukan dua tahun lalu, kampung, puskesmas, dan sekolah sudah dilatih membuat perencanaan, agar capaian itu bisa lebih baik lagi maka kita perlu mengaitkan itu, bukan merombak tapi mengatur timeline dari masing-masing proses perencanaan, sehingga perencanaan itu dapat dimulai dalam waktu yang sama, proses inilah yang dimodifikasi untuk mencapai hal tersebut,” ujar Ricky Djodjobo, Monitoring and Evaluasi Manager Landasan.
Lantas, di titik mana proses perencanaan tersebut dikaitkan? Di tingkat kampung, perencanaan termodifikasi pada proses pengkajian kampung, di tingkat Puskesmas pada saat melakukan analisis situasi, sementara itu di sekolah pada saat penyusunan visi dan misi. Di titik itulah tahapan perencanaan coba dimodifikasi dengan mengaitkan prosesnya.
Mula-mula masing-masing sektor malakukan kajian mengenai kondisi kesehatan dan pendidikan di kampung bersangkutan berdasarkan data kinerja pada periode sebelumnya. Sementara kampung juga mulai pembentukan Tim penyusun dan penyelarasan arah kebijakan. Pada proses ini, peserta ToT dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan sektor masing-masing.
Proses selanjutnya adalah puskesmas dan sekolah menghadiri kegiatan pengkajian kampung. Semua peserta ToT dari ketiga sektor pun bertemu. Di sana kampung melakukan refleksi dengan melihat kembali apa yang menjadi masalah dan potensi mereka. Pada saat proses pengkajian kampung ini Puskesmas dan Sekolah menyampaikan kondisi kesehatan dan pendidikan berdasarkan data yang sudah mereka siapkan sebelumnya.
Pada saat penyampaian informasi permasalahan kesehatan dan pendidikan itulah puskesmas dan sekolah mendengarkan harapan dan aspirasi masyarakat tentang masalah mereka, dengan demikian kondisi itu diketahui dan diakui oleh masyarakat. Di samping itu, masyarakat juga mendapat penjelasan. Ini juga menjadi bagian dari upaya edukasi kepada masyarakat. Pada akhirnya masyarakat menyadari masalahnya dan merasa menjadi bagian penting dari upaya untuk mengatasinya.
Berbekal informasi tentang harapan dan aspirasi dari masyarakat dalam forum musyawarah kampung, masing-masing sektor kembali melakukan kajian di tempat masing-masing. Mereka merumuskan masalah yang menjadi penghambat hingga muncul usulan rencana kegiatan.
Proses selanjutnya adalah sektor kesehatan dan pendidikan bertemu kembali dalam proses pengkajian kampung. Mereka memaparkan rencana-rencana yang akan ditindaklanjuti oleh kampung, puskesmas, dan sekolah. Inilah yang akan masuk ke dalam rencana pembangunan jangka menengah masing-masing.
Setelah itu, proses pun berjalan seperti proses yang ada pada masing-masing sektor hingga menghasilkan rencana tahunan masing-masing, Kampung mimiliki RKPK, Puskesmass memiliki RUK dan RPK, pun sekolah memiliki RKT dan RKAS.
Pada akhir periode, siklus kembali berulang dengan melakukan evaluasi capaian-capaian pada tahun sebelumnya. “Ketika evalusi sebaiknya tidak terfokus pada terlaksana dan tidak terlaksananya program, namun fokuslah pada pencapaian, bagaimana perubahan pada kondisi tersebut sehingga dapat diketahui mana kegiatan yang efektif dan yang tidak,” ungkap Ricky.
Setelah proses evaluasi pencapaian, maka hasilnya akan dibawa ke musyawarah kampung yang kembali dihadiri oleh semua sektor. Di sana akan diputuskan mana kegiatan yang dapat dilanjutkan dan mana yang tidak perlu dilanjutkan. Begitulah selanjutnya siklus sinergi perencanaan itu akan berjalan.
Berdasarkan uraian tahapan sinergi perencanan di atas, setidaknya terdapat tiga prinsip yang harus dipahami. Pertama, membangun dasar informasi yang sama dalam melihat permasalahan untuk perencanaan. Kedua, memberi ruang kepada masyarakat menjadi subjek dari perencanaan unit layanan dan merasa sebagai penerima manfaat dari rencana kegiatan unit layanan. Ketiga, membangun komitmen unit layanan untuk melakukan tindakan dalam rangka mencapai harapan dan kebutuhan masyarakat.
Siap Menjadi Fasilitator di Kabupaten Masing-masing
Meskipun konsep sinergi perancanaan ini baru dipelajari oleh peserta ToT, namun tidak sulit bagi mereka untuk memahaminya. Hal ini karena rerata peserta sudah memiliki bekal kemampuan perencanaan di sektor masing-masing. Selain itu proses tersebut juga sudah menjadi tugas sehari-hari bagi sebagian peserta.
ToT sinergi perencanaan ini juga didukung oleh fasilitator yang kompeten dibidangnya. Di bidang pemberdayaan kampung difasilitasi oleh Muhammad Guzali Tafalas dari Universitas Papua dan Teguh Sugiarto dari LSM PERDU. Di bidang kesehatan difasilitasi oleh dr Siti R. Saifoeddin, MPH dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Frederik Teurupun dari Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak. Sementara itu bidang pendidikan difasilitasi oleh tim dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Papua Barat, yakni Basir La Ily dan Tuning Supriadi.
Model kelas pun sangat dinamis dan membuka ruang diskusi bagi peserta untuk menggali banyak informasi mengenai konsep-konsep perencanaan. Metode pengajaran yang diberikan antara lain berupa ceramah, diskusi kelompok, dan praktik. Peserta juga diajak melakukan simulasi musyawarah kampung yang menggambarkan proses sinergi perencanaan berjalan.
Setelah peserta mengikuti ToT selama lima hari, selanjutnya kegiatan serupa akan direplikasi di Kabupaten masing-masing. Peserta ToT akan bertindak sebagai fasilitator dengan pendampingan dari tim Landasan.
Sebagian peserta mengaku siap menjadi fasilititor di Kabupaten masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh Jantje Tupalessy peserta dari DPMK Kabupaten Fakfak bahwa saat kembali nanti dirinya siap menjadi fasilitator. “Saya pikir sudah siap dan saya cukup percaya diri karena ini memang tugas sehari-hari,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Triyanti Ina Sunarjo, peserta dari Bidang Kesehatan Kabupaten Manokwari Selatan. “Kemungkinan siap dan kita akan usahakan karena tugas ini nyambung dengan tugas sehari-hari saya di Puskesmas.”
Tak mau kalah, Blasius Kilmas, peserta bidang Pendidikan Kabupaten Kaimana pun mengaku siap menjadi fasilitator. Posisinya sebagai pengawas Sekolah Dasar dirasa cukup strategis untuk menularkan sinergi perencanaan ke sekolah-sekolah.
Dari Kabupaten Sorong, Yanerius Bukifan, peserta bidang pemberdayaan kampung juga mengatakan bahwa meski tugas tersebut tidak berkaitan dengan tupoksi saat ini, pihaknya mengaku siap karena ini sudah ia kuasai dan memang tugasnya sebelum ditempatkan di posisi baru.
Perencanaan Responsif Gender dan Inklusi Sosial
Perencanaan responsif gender dan inklusi sosial menjadi salah satu materi penting dalam ToT Sinergi Perencanaan Layanan Dasar Provinsi Papua Barat. Hal ini sesuai dengan strategi nasional tentang Pengarusutamaan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) yang mengamanatkan semua kementerian untuk dapat menerapkannya di semua level, mulai dari nasional hingga kampung.
Ratna Fitriani, Gender and Social Manager Kompak, yang menjadi pemateri pada sesi ini mengungkapkan bahwa Undang-undang Desa telah memberikan perspektif untuk pemenuhan hak asasi manusia, termasuk penyandang disabilitas. Meski demikian, regulasi secara spesifik di level kampung masih perlu didorong lagi.
Secara sumber daya, kondisi kampung saat ini jauh lebih baik. Kampung memiliki alokasi anggaran khusus, juga bantuan dari Kabupaten. Namun, menurut perempuan yang akrab disapa Pipit ini terdapat dua hal yang menjadi permasalahan. Pertama, perencanaan pembangunan yang membantu penyelesaian persoalan dan memenuhi target sasaran secara tajam. Kedua, perencanaan berbasis masyarakat yang dapat mendengarkan apa yang menjadi masalah dan perhatian masyarakat. Faktanya, sengaja atau tidak ada kelompok rentan yang selama ini masih terabaikan, mereka adalah perempuan miskin, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas.
“Ada kondisi khusus yang harus dipahami jika ingin melibatkan mereka secara bermakna, mereka hadir tidak hanya untuk mendengar tapi juga betul-betul diberikan ruang apa yang sebetulnya menjadi kebutuhan mereka. Bagaimana pembangunan itu memberikan ruang bagi mereka, teman-teman harus ingat bahwa sebagai bagian dari perencana pembangunan, teman-teman memiliki peran untuk memenuhi itu,” Pipit berpesan.
Pesan Fasilitator
dr Siti R. Saifoeddin – Fasilitator Perencanaan Puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat
“Pada dasarnya peserta sudah punya bekal perencanaan, namun konsep sinergi dengan kampung dan sekolah adalah hal baru. Meski baru konsep ini sangat mungkin diterapkan. Hambatan yang mungkin ditemui teman-teman adalah ketika berada di kampung. Namun kami sudah mengajari teman-teman Puskesmas untuk pro aktif ke kampung. Puskesmas memiliki banyak jalur ke kampung, tidak hanya perencanaan, namun banyak program kesehatan lain misalnya Program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Di saat mereka turun, sebenarnya jalur komunikasi itu sudah dapat dibangun di awal dengan kepala kampung. Selanjutnya tinggal pro aktif saja. Kami juga sudah membekali teman-teman dengan proses-proses yang harus mereka lalui, tahap demi tahap mulai dari ujung sini sampai ujung sana, mereka paham apa yang harus dilakukan”.
Frederik Teurupun - Fasilitator Perencanaan Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak
“Bagi saya teman-teman peserta ini baru siap 75%, maka dalam prosesnya nanti harus ada pendampingan. Memang waktu lima hari dengan jadwal padat kita tidak bisa berharap terlalu ideal, tapi kita masih punya waktu untuk memperbaikinya ketika praktik di Kabupaten. Pertama kita harus konsolidasi, kita susun rundownnya, apa yang dibutuhkan, mau data apa, setelah ini apa, habis itu apa, bila perlu dibuat kerangka acuan kerja sebagai peta jalan. Selain itu perlu juga diperkuat teknik fasilitasi untuk bisa menggerakkan orang, ini memang tidak cukup satu atau dua kali, tapi itu adalah proses hidup. Untuk mencegah kegagalan jangan lupa teman-teman untuk melakukan monev dari setiap proses. Terakhir dan paling pokok adalah selalu bekerja dalam tim.”
Basir La Ily – Fasilitator Perencanaan Sekolah, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Papua Barat
“Menurut saya keiatan ini sangat bermanfaat sekali, terutama kami dari pendidikan pun selama ini tidak tahu kegiatan apa saja yang ada di kampung. Setelah kami melihat beberapa kali simulasi, memang seharusnya menggali informasi itu seperti ini, jadi kebutuhan masyarakat dan kesehatan bisa diakomodir. Setelah menjalani proses ToT, sebagian peserta sudah siap. Awalnya mugkin ragu-ragu saja, lalu memahami alurnya, dan setelah kegiatan hari terakhir ini kami berikan penguatan, jadi sebagian besar sudah memahami. Teman-teman bisa langsung praktik pendampingan di sekolah, mengamati dan memahami ternyata kondisi sekolah tidak seperti yang mereka orang laporkan berdasarkan laporan bualan saja, mereka bisa lihat kondisinya, kekuarangannya, mereka juga bisa lihat apa yang bisa mereka bantu untuk menyelesaikan masalah pendidikan.”
Tuning Supriadi - Fasilitator Perencanaan Sekolah, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Papua Barat
“ToT ini sangat luar biasa, karena kami di pendidikan saat mendampingi sekolah saat menysuun rencana kerja itu hanya sebatas berandai-andai, tidak melibatkan kampung dan puskesmas. Jadi kami memberi gamabaran saja, jika guru mengajarkan tentang organ tubuh mengalami kesulitan sebenarnya minta tolong ke puskesmas saja menggunakan alat-alat mereka, tapi pertanyaannya ini bisa direalisasikan tidak. Nah melalui kegiatan ini kebetulan dari kampung ada, puskesmas ada, trus masing-masing punya program ternyata tiga-tiganya bisa sinkron. Ini akan menjadi pembelajaran yang bagus seandainya bukan hanya sekolah sasaran saja, namun semua sekolah bisa memerankan ini dengan kampung, pasti luar biasa.”
Teguh Sugiarto – Fasilitator Perencanaan Kampung, LSM PERDU
“Konsep sinergi perencanaan sudah pas, namun kalau bicara perubaan tidak hanya visi, tapi juga mindset, makanya tidak cukup hanya pertemuan, tapi nanti teman-teman di lapangan komunikasi dengan pihak-pihak yang akan disinergikan itu harus lebih sering, jadi forum itu kan hanya sebuah forum, saya selalui bilang teman-teman untuk bangun komunikasi dengan kampung, sekolah, dan puskesmas, jadi sebelum pertemuan itu sudah ada komunikasi lebih dulu. Selain itu, teman-teman harus memperdalam proses penggalian masalah. Selain itu teman-teman juga harus paham tentang proses pengorganisasian, bagaimana jalur-jalur komunikasi itu bisa dibangun.”
Muhammad Guzali Tafalas – Fasilitator Perencanaan Kampung, Universitas Papua
Situasi yang dihadapi kampung selama ini dalam menyusun RPJMK selalu menggunakan pihak ketiga, maka ToT ini sangat penting. Sinergi perencanaan ini juga penting karena pembangunan yang ada di kampung, baik kesehatan atau pendidikan juga menjadi tanggung jawab pemerintah kampung. Maka sinergitas ini sangat dibutuhkan. Jika menghitung prosentasi pemahaman peserta ToT mungkin hanya sekitar 40%. Mereka sudah memahami konsepnya melalui regulasi, tapi belum praktiknya, jadi masih membutuhkan pendampingan. Dari sisi SDM, di lapangan nanti teman-teman harus siap ketika bertemu aparatur kampung yang memiliki kapasitas belum memadahi. Sementara dari sisi kelembagaan, pihak distrik dan DPMK harus mendukung penuh agar ini bisa berjalan.
Attachment | Size |
---|---|
Newsletter_ToT Landasan Papua Barat.pdf | 3.79 MB |
- Log in to post comments