BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menuju NTB Rendah Emisi

NTB Hijau merupakan salah satu program pembangunan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB)  yang tertuang dalam Program Kerja Gubernur. Program tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah NTB dalam menyelamatkan lingkungan dan konservasi hutan yang dilakukan mulai dari bagian hulu hingga hilir. Tidak hanya itu, Program NTB Hijau juga merupakan perwujudan dari Peraturan Gubernur (Pergub) No.51 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Bak gayung bersambut, kehadiran Blue Carbon Consortium (BCC) di NTB melalui Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi mendapatkan sambutan baik dari Pemerintah Daerah Provinsi NTB. BCC diharapkan mampu menjadi mitra dalam mewujudkan cita-cita NTB menuju daerah yang rendah emisi. Proyek yang dilaksanakan oleh BCC mendapatkan dukungan dana dari Milenium Challenge Account yang merupakan kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat.

Untuk itu pada tanggal 17-18 November 2015 bertempat di Hotel Santika, Mataram, BCC melaksanakan lokakarya awal dengan tema “Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi”.  Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan SKPD terkait baik di provinsi maupun di kabupaten lokasi proyek MCA Indonesia (Kab. Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur). Peserta lokakarya yang hadir diantaranya dari perwakilan Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Kehutanan, serta BPMD. 

Dalam melaksanakan proyek ini ada beberapa keluaran yang diharapkan bisa dicapai. Menurut Prianto Wibowo sebagai Manajer Proyek, data spasial dan non spasial untuk pengembangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis sangat penting untuk dikumpulkan dan dikelola. Sehingga pengetahuan tersebut dapat dijadikan referensi untuk Strategi Pembangunan Rendah Emisi (KLHS-SPRE). Dalam hal ini, perencanaan dan praktek pembangunan wilayah pesisir idealnya dapat diakses dalam fasilitas pengelolaan pengetahuan.

Selanjutnya, rencana kerja Forum Multi Stakeholder yang sudah disepakati, dipakai untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan pembangunan dan praktik-praktik rendah emisi di wilayah pesisir. Untuk mendukung hal ini, diperlukan KLHS-SPRE berbasis pulau untuk perencanaan pembangunan wilayah pesisir di kabupaten-kabupaten percontohan. Sehingga dari rekomendasi KLHS-SPRE digunakan untuk perencanaan Tata Ruang/Pembangunan desa pesisir yang terpilih.

Keluaran selanjutnya adalah kegiatan yang mendemonstrasikan praktik-praktik rendah emisi dalam menggunakan dan mengelola sumebrdaya pesisir di desa terpilih. Diharapkan juga ada modul-modul training dan materi IEC mengenai pengetahuan hijau (Informasi, Edukasi dan Komunikasi) yang dibuat untuk mempromosikan perencanaan dan praktek pembangunan rendah emisi di wilayah pesisir. Hal ini didukung oleh kampanye peningkatan pengetahuan mengenai pembangunan rendah emisi di level provinsi dan kabupaten.

Dengan kondisi yang ideal, diharapkan aparat pemerintah lokal dan Forum Multi Stakeholder (Provinsi dan Kabupaten) meningkat dalam pengetahuannya untuk mengembangkan rencana pembangunan wilayah pesisir rendah emisi. Dan terakhir adalah terciptanya aparat desa/kelompok masyarakat yang memiliki peningkatan dalam pengetahuan hijau, mampu mengintegrasikan SPRE ke dalam RPJMDes dan mampu melakukannya dalam praktik-praktik pengelolaan sumberdaya pesisisr rendah emisi dan perikanan yang berkelanjutan.

Kehadiran BCC disambut baik dan sejalan dengan program Pemerintah Daerah. Namun dalam pelaksanaannya tetap harus dilakukan penyelerasan dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.