BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Guru Romanus Meak, Sang Inovator di Lumpur Asmat

Penulis: Petrus Supardi

Asmat terkenal karena ukirannya memesona. Di atas hamparan sungai dan rawa, orang Asmat hidup berpindah-pindah dari satu bevak ke bevak lainnya. Mereka mengambil makanan yang tersedia di alam: sagu, ikan, kepiting, sayur dan berbagai jenis binatang seperti babi hutan dan kuskus.

Sebagian besar wilayah Asmat diliputi rawa dan sungai. Apabila air pasang, maka seluruh permukaan tanah tergenang air. Kondisi tanah berlumpur sehingga usaha pertanian belum mengalami kemajuan. Sayur dan buah-buahan didatangkan dari Timika dan Merauke.

Medan Asmat yang diliputi rawa-rawa dan sungai selalu menjadi tantangan bagi pembangunan di Kabupaten Asmat.

Dunia pendidikan sebagai pusat transformasi sosial pun sedang redup. Belum banyak guru mau berinovasi "mengalahkan" tantangan alam dan geografis Asmat. Keluh kesah, rintihan dan berbagai alasan terlontar mengungkapkan ketidakberdayaan menghadapi manusia Asmat dengan budaya dan alamnya.

Di tengah berbagai tantangan terebut, Romanus Meak, guru di SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri berinovasi. Ia membuka kebun pertanian di area sekolah. Luasnya mencapai 4 hektar. Ia menggali kolam-kolam berukuran besar. Tanah hasil galian, ditimbun di sekitar kolam.

Di atas gundukan tanah itulah, ia menanam berbagai jenis sayur-mayur dan buah-buahan. "Pada saat musim angin Barat, tanah-tanah di pinggir kolam dinaikkan ke atas bedeng. Tanah-tanah itu mengandung unsur garam sehingga hanya bisa ditanami petatas. Setelah itu, baru bisa ditanami sayur dan buah-buahan," ungkap pria yang lahir di Sikka, Maumere 55 tahun silam ini.

Pada hamparan kebun terdapat bedeng-bedeng yang siap ditanami sayur dan buah-buahan. Lebar parit adalah dua meter. Di antara parit-parit itu, bedeng adalah dua meter.

Inovasi guru "gila" ini dimulai sejak tahun 2009, setahun setelah dirinya mulai bertugas di Kampung Yufri. Ia mengajak para guru dan masyarakat sekitar membuat kolam ikan. "Awalnya, saya mulai beberapa kolam. Di pinggir kolam, saya tanam pisang," tuturnya sembari menunjuk ke arah timur kebun.

Ia meneruskan cerita. "Pada waktu itu, ada teman guru orang Jawa. Dia punya teman orang Dinas Perikanan, yang meminta kami untuk mendampingi masyarakat membuat kolam ikan. Saya menerima tawaran itu. Saya membuat kolam ikan. Tetapi, saya lihat, ikan-ikan tersebut tidak memiliki pasaran. Saya lebih fokus ke tanaman pertanian," kisahnya. Ia menceritakan bahwa para guru yang dulu membantu dirinya sudah pindah ke SD Inpres Beriten dan SD Inpres Waganu.

Berjalan mengitari area pertanian SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri serasa tidak berada di Asmat. Bedeng-bedeng besar berukuran lebar mencapai tiga meter dan panjang puluhan meter ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan dan sayur. Sedangkan di dalam kolam berukuran 20x30 meter yang berjejer terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan nila dan bandeng. 

Apa sebenarnya yang mendorong lelaki asal Sikka, Maumere ini berinovasi di lumpur Asmat? Ia menjelaskan bahwa dirinya membuka usaha pertanian di lingkungan SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri untuk mendorong masyarakat Asmat bercocok tanam.

"Pada waktu membuka kebun ini, terutama menggali kolam-kolam ini, saya melibatkan masyarakat. Saya membayar mereka sesuai hasil kerja. Tetapi, sebenarnya, saya mau melatih mereka untuk bertani. Saya minta mereka untuk membuat kolam dan kebun pribadi," tuturnya sambil menunjuk ke arah kolam yang belum selesai dan kebun yang sudah ditumbuhi rumput karena tidak dikerjakan oleh masyarakat setempat.

Romanus bercerita bahwa dirinya telah berusaha supaya masyarakat Asmat juga memiliki kebun semi modern, tetapi upayanya belum berhasil. Masyarakat belum serius mengelola pertanian yang lebih teratur dan berkelanjutan. Meskipun demikian, Romanus tidak putus asa. Ia selalu percaya bahwa pada waktunya, orang Asmat bisa menjadi petani profesional.

"Selama saya ada di Yufri, saya merefleksikan bahwa cara terbaik untuk memastikan bahwa orang Asmat memiliki masa depan yang baik yaitu melalui pendidikan. Anak-anak Asmat kita didik supaya mereka memiliki masa depan yang baik. Sebab, hanya dengan pendidikan saja, kita dapat memutus mata rantai keterbelakangan orang Asmat," tutur pria yang menyelesaikan Diploma I Guru Agama Katolik di Waena, Jayapura pada tahun 1985 ini.

Memberi Makan Siswa

Pertanian yang dirintis Romanus di SD YPPK St. Petrus, Yohanes Pemandi berdampak positif pada pertumbuhan anak-anak sekolah. Hasil pertanian, berupa sayur, buah-buahan dan ikan dijual ke kota Agats. Uang hasil berjualan tersebut dikelola untuk membeli makanan bagi anak-anak sekolah. Sebagian hasil penjualan, ia sisihkan untuk membiayai para pekerja yang setiap hari membersihkan rumput di kebun sekolah.

Pemberian makanan kepada anak-anak SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri dilakukan setiap hari sehingga anak-anak rajin ke sekolah. Anak-anak pun tampak sehat. "Setiap hari, sepanjang tahun pelajaran, saya memberikan makanan kepada anak-anak," tuturnya. Ia meyakini bahwa dengan gizi yang baik, anak-anak akan tumbuh sehat dan dapat menerima pelajaran dengan baik. Apabila anak-anak lapar, mereka tidak akan ke sekolah dan kalaupun ada yang ke sekolah, mereka tidak bersemangat mengikuti pelajaran.

Menu makan bagi anak-anak SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri sederhana. Anak-anak diberi makan bubur kacang ijo. Mereka juga diberi minum susu dan teh. Pada hari tertentu, anak-anak makan roti dan minum teh sehingga tidak jenuh. Makanan diolah oleh para guru. Sebagian bahan makanan diambil dari hasil kebun seperti sayur, pisang dan buah-buahan segar lainnya.

Kebun Milik Sekolah dan Masyarakat

Setiap mata yang memandang kebun SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri pasti jatuh cinta padanya. Laksana putri bersolek, kebun yang ditanami berbagai jenis sayur, buah-buahan dan pisang serta puluhan kolam ikan itu menarik minat setiap pengunjung. Setiap mata yang memandangnya, pasti ingin memilikinya.

Romanus berkisah bahwa sebagai guru, suatu waktu dirinya pasti akan pindah ke tempat tugas yang baru. Bagaimana dengan kebun tersebut? "Saya sudah rencanakan, kalau saya pindah, kebun ini akan menjadi milik sekolah. Sebagian, saya akan berikan kepada masyarakat yang selama ini membantu saya mengelola kebun ini," tuturnya. Ia berharap agar kebun tetap terpelihara sehingga memberikan pemasukan bagi SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri. Uang yang terkumpul dari hasil kebun harus digunakan untuk memberi makan kepada anak-anak.

Tidak mudah mendampingi orang Asmat untuk berkebun secara profesional. "Saya selalu berusaha memberikan motivasi kepada masyarakat yang biasa bantu saya supaya mereka juga punya kebun tetapi masih belum berhasil," tuturnya.

Romanus juga menambahkan bahwa di Yufri hampir setiap keluarga memiliki kolam ikan, tetapi tidak dirawat. Ia mengajari masyarakat menanam pisang di tepi kolam ikan. Jaraknya di antara pisang tujuh meter. Sekarang pisang-pisang itu pun tidak terawat.

Di kebun sekolah ini, Romanus juga menanam pohon kopi, kelapa, sirih, pinang. Tampak bahwa setiap pohon yang ditanamnya tumbuh subur.

Ada pula pohon gaharu yang juga tumbuh subur. Melihat kebun yang dikelola oleh guru "gila" ini, membuktikan bahwa sebenarnya Asmat memiliki potensi pertanian yang menjanjikan. Hanya saja, apakah ada pribadi yang inovatif dan siap menghadapi tantangan budaya dan alam Asmat seperti Romanus? 

Pengawas Sekolah Dasar 

Sejak November 2017, Romanus tidak lagi menjabat Kepala SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri. Ia diangkat menjadi pengawas Sekolah Dasar wilayah Distrik Unir-Sirau. Ia rutin melaksanakan tugas sebagai pengawas. Sayangnya, hingga kini, biaya operasional, terutama transportasi menuju sekolah-sekolah dampingannya tak kunjung menemui titik terang. "Kami diminta melaksanakan tugas, tetapi tidak ada biaya transportasi. Bagaimana kami bisa melakukan perjalanan berjam-jam dengan speed yang menghabiskan ratusan liter bensin?"

Meskipun tidak lagi menjadi kepala sekolah, ia tetap merawat kebun sekolah. Apa lagi, saat ini Kepala SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri dijabat oleh istrinya, Maria Hurulean, keduanya mengelola sekolah dengan baik. Seluruh proses pembelajaran berlangsung tertib. Para guru wajib tinggal di Yufri dan mendidik anak-anak.

Kedisiplinan dalam mendidik anak-anak tampak pada siswa/i, yang meskipun masih di bangku kelas 3 SD, tetapi sudah lancar membaca, menulis dan berhitung. "Anak-anak di SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri sudah terbiasa membaca Kitab Suci dan menyanyikan Mazmur di gereja pada saat ibadah hari Minggu," tuturnya.

Romanus menjelaskan bahwa di dalam kehidupan ini tidak ada yang sulit dan susah. "Kita hidup harus ada tantangan. Kita harus menghadapi tantangan itu. Kita tidak bisa hanya mengeluh saja. Saya pikir semua bisa kita kerjakan yang penting ada niat dan kemauan. Kalau sudah ada niat dan kemauan kita bisa melakukan apa saja dan pasti berhasil," tuturnya. (Agats, Asmat, 25 Mei 2018)

 

Sumber : Guru Romanus Meak, Sang Inovator di Lumpur Asmat