Oleh: Bintang W. Putra
Penanda lahirnya perubahan iklim di planet kita ialah lahirnya Revolusi Industri pertama yang menyebabkan meningkatkan karbon dioksida secara drastis. Perubahan iklim sudah mulai dirasakan pada tahun 1885, seorang ilmuwan bernama Svante Arrhenius mengamati bahwa peningkatan suhu udara punya kaitan erat dengan meningkatnya jumlah karbon dioksida yang dihasilkan.
Temuan Svante Arrhenius didukung oleh Guy Stewart Callendar yang menemukan bahwa emisi karbon juga bisa memperngaruhi suhu udara. Puncaknya adalah tahun 1988, Amerika Serikat menjadi negara yang tercatat mengalami perubahan iklim ekstrem karena terjadinya musim panas dengan suhu paling tinggi yang pernah terjadi.
Berangkat dari fenomena tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pembahasan dan dibentuklah Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Lembaga ini diharapkan bisa berperan mengatasi perubahan iklim dan mengurangi dampak lingkungan yang muncul.
Dalam studinya IPCC menemukan ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim, diantaranya adalah perubahan temperatur udara, mencairnya salju abadi di kutub, kenaikan permukaan air laut, cuaca buruk, kebakaran, dan kekeringan.
Dampak Perubahan Iklim pada Masyarakat
Saat ini dampak perubahan iklim tidak hanya menjadi fokus perhatian lembaga pemerintah dan organisasi internasional saja, tapi juga harus menjadi perhatian setiap masyarakat. Sebab, perubahan iklim bisa berdampak pada aspek paling kecil dari kehidupan kita.
Dampak perubahan iklim yang sudah mulai dirasakan penduduk dunia saat ini berupa berubahnya siklus alam, berubahnya struktur ekosistem, air bersih dan pangan mulai langka, krisis kesehatan, mulai banyak spesies yang terancam punah hingga infrastruktur masyarakat yang mulai terancam. Di Indonesia dampak perubahan iklim tersebut sudah mulai terjadi. Berdasarkan Laporan ASEAN State of Climate Change, negara kita sedang mengalami kerusakan ekosistem hutan bakau yang menyebabkan menurunnya produksi udang. Selain itu, terjadi juga banjir di kawasan pesisir dengan total kerusakan seluas 42.000 hektar. Kasus terbaru yang terjadi di pesisir utara Pulau Jawa, Semarang dan sekitarnya yang mengalami banjir rob karena naiknya permukaan air laut.
Dampak lain yang dirasakan masyarakat adalah menurunnya angka produktivitas petani hingga mencapai 32 persen akibat kemarau yang berkepanjangan. Musim kemarau panjang juga menyebabkan ketersediaan air bersih menurun. Menurut Lembaga World Resources Institute, dampak lain dari perubahan iklim ini adalah terancamnya populasi ikan akibat rusaknya terumbu karang yang merupakan ekosistem ikan laut.
Rusaknya ekosistem ikan di laut akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Produksi ikan yang minim berpengaruh pada konsumsi protein yang minim pula, kehidupan nelayan juga akan terdampak karena jumlah tangkapan yang turun. Tidak terhitung berapa kerugian ekonomi yang dialami masyarakat.
Mendorong Inovasi Sosial Masyarakat
Mencegah perubahan iklim tidak hanya tugas pemerintah ataupun lembaga internasional, kita sebagai masyarakat juga perlu turun tangan mengatasi permasalahan ini. Ada contoh baik yang bisa kita pelajari dari Muryani, warga Blitar, Jawa Timur. Bersama warga lain dia menginisiasikan kelompok usaha bernama BBM Plast. Inovasi yang dilakukan kelompok ini adalah mengolah sampak plastik menjadi bahan bakar untuk kendaraan.
Dalam sekali produksi Muryani mampu menghasilkan 6 enam liter solar, 2,5 liter premium, dan 1.55 liter minyak tanah. Ketiga jenis bahan bakar tersebut dihasilkan dengan menggunakan bahan baku sampah plastik yang diolah dengan destilator.
Inovasi yang dilakukan Muryani bisa menjadi solusi permasalahan tata kelola sampah yang mencemari lingkungan. Memanfaatkan plastik sebagai bahan baku pembuatan BBM menjadi langkah strategis dan inovatif untuk menghemat sumber bahan bakar fosil dan melestarikan lingkungan.
Inovasi yang dilakukan kelompok usaha BBM Plast ini layak ditiru guna mengurangi populasi sampah plastik. Menurut data INAPLAS (2019), dalam sehari saja jumlah plastik yang dihasilkan masyarakat Indonesia mencapai 64 juta ton. Jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, BBM Plast bisa menjadi investasi masa depan lingkungan kita.
Lahirnya inovasi sosial yang diinisiasi oleh masyarakat bisa menjadi jawaban atas banyaknya permasalahan lingkungan dan perubahan iklim yang kita hadapi saat ini. Menurut data dari Forbil Institute (2022), di dua daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat setidaknya 200 inovasi yang lahir yang bergerak di sektor energi terbarukan dan lingkungan.
Data tersebut menjadi bukti bahwa potensi inovasi sosial di Indonesia sangat menjanjikan, terutama dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Kabar baiknya lagi ialah Inovasi sosial tersebut tidak hanya berdampak baik terhadap lingkungan, tapi juga turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan membuka peluang investasi yang lebih berkelanjutan.
Inovasi sosial di Indonesia, khususnya di sektor energi terbarukan sebenarnya sudah mendapat dukungan dari pemerintah dengan lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan, seperti UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, UU Nonor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hiduo, hingga yang terbaru Peraturan Menteri Keuangan 756-2017 tentang National Designeted Authority. Bermodalkan peraturan-peraturan tersebut, inovasi sosial di Indonesia punya modal payung hukum yang kuat untuk dilakukan.
Tantangan Inovasi Sosial di Indonesia
Mengharapkan perbaikan iklim hanya pada peraturan perundang-undangan saja tentu tidak cukup. Perlu ada upaya lebih agar inovasi sosial di Indonesia meningkat dan membawa perubahan. Minimnya pemahaman mengenai isu lingkungan di masyarakat menjadi kendala lahirnya inovasi sosial sektor perubahan iklim.
Situasi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, institusi pendidikan, kelompok masyarakat, dan NGO untuk mengkampanyekan dampak perubahan iklim dan kenapa kita perlu mencegahnya. Pelibatan multi pihak bisa melahirkan solusi yang holistik.
Berbicara mengenai inovasi sosial, kita perlu belajar banyak dari Mayalsia. Negara tetangga kita sudah memiliki strategi nasional untuk inovasi sosial. Pada 2018 Uni Eropa bahkan sudah berinvestasi besar untuk meningkatkan inovasi sosial. Mereka percaya bahwa inovasi masa depan tidak lagi pada teknologi dan sains, tapi pada inovasi sosial.
Inovasi sosial mengajarkan kita bahwa perubahan tidak hanya terjadi karena peran pemerintah, tapi juga butuh peran nyata masyarakat. Mencegah perubahan iklim tidak lagi mengandalkan kebijakan dari atas ke bawa, tapi justru sebaliknya.
Referensi:
National Geoprahic Indonesia. 2020. Peneliti: Selain Teknologi, Perlu Inovasi Sosial untuk Atasi Krisis Iklim. https://nationalgeographic.grid.id/read/131977188/peneliti-selain-teknologi-perlu-inovasi-sosial-untuk-atasi-krisis-iklim?page=all
Muhammad Vicky Afris Suryono. 2022. Bagaimana Inovasi Sosial Melawan Perubahan Iklim. Forbil Institute. https://forbil.id/wp-content/uploads/2022/06/Bagaimana-Inovasi-Sosial-Melawan-Perubahan-Iklim-2.pdf
ASEAN. 2021. ASEAN State of Climate Change Report, Jakarta, October. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
Sumber: https://www.infid.org/publication/read/mengatasi-perubahan-iklim-dengan-inovasi-sosial
- Log in to post comments