oleh M Ambari
19 February 2020
- Produksi sub sektor perikanan budi daya selama ini selalu bergantung kepada hasil budi daya rumput laut yang mendominasi produksi hingga lebih dari 60 persen. Produksi tersebut, berasal dari berbagai daerah, utamanya sentra produksi rumput laut
- Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah ketersediaan bibit rumput laut dengan kualitas tinggi yang bisa tahan terhadap serangan penyakit. Bibit seperti itu bisa dihasilkan melalui pengembangan dengan teknologi kultur jaringan
- Saat ini, daerah yang sudah berhasil memproduksi rumput laut kultur jaringan dengan standar nasional tercatat baru dilakukan Lampung. Keberhasilan tersebut ingin ditularkan Pemerintah ke berbagai daerah lain, terutama sentra produksi rumput laut
- Salah satu yang diharapkan berkembang itu, adalah Kabupaten Sumba Timur yang kini sudah memiliki sentra kelautan dan perikanan (SKPT) dengan mengandalkan rumput laut sebagai komoditas utama. Di sana, juga menjadi percontohan untuk industrialisasi rumput laut secara nasional
Satu per satu, Pemerintah Pusat mulai mengoperasikan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) yang menyebar di berbagai provinsi yang menjadi batas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kehadiran SKPT diharapkan bisa menghidupkan perekonomian daerah yang menjadi ujung batas Negara selama ini.
Selain menjadi pusat pengembangan ekonomi yang baru, kehadiran SKPT juga diharapkan bisa menjadi pusat pertahanan Negara yang kuat. Dengan demikian, akan muncul manfaat ganda yang bisa dirasakan oleh masyarakat setempat dan Negara.
Terbaru, Pemerintah meresmikan operasional SKPT Sumba Timur yang berlokasi di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mendorong perekonomian warga lokal yang ada di sekitar SKPT, Pemerintah memutuskan rumput laut sebagai komoditas andalan.
Hal tersebut dijabarkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto saat berada di Sumba Timur, Senin (17/2/2020). Menurut dia, sebagai komoditas andalan untuk SKPT Sumba Timur, rumput laut didorong bukan hanya dari segi produktivitas saja, namun juga dari bagian hilir agar bisa mencetak rumput laut berkualitas ekspor.
“Komoditas rumput laut selama ini mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Sumba Timur,” ucap dia dalam keterangan resmi kepada Mongabay, Senin.
Menurut Slamet, dalam kurun waktu 2015-2019, masyarakat Sumba Timur yang berprofesi sebagai pembudi daya rumput laut bisa mendapatkan penghasilan bersih hingga dua kali lipat. Dari sebelumnya Rp53,3 juta per tahun pada 2015, masyarakat di sana secara drastis mendapatkan penghasilan bersih menjadi Rp105,3 juta per 2019.
Dengan potensi yang besar seperti itu, Slamet optimis kalau kehadiran SKPT di Sumba Timur akan segera mengangkat perekonomian masyarakat setempat yang sejak lama sudah bergantung pada komoditas rumput laut. Tetapi, semua itu harus didukung melalui penggunaan bibit unggul rumput laut seperti hasil teknologi kultur jaringan.
Jika itu sudah dilakukan, dia sangat optimis Sumba Timur akan bisa menyediakan kebutuhan bahan baku industri yang berkualitas untuk percepatan industrialisasi rumput laut yang menjadi bagian dari program Pemerintah Pusat. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021
“Oleh itu, kehadiran SKPT Sumba Timur bisa menjadi percontohan industrialisasi rumput laut nasional,” tutur dia.
Bagi Slamet, industrialisasi rumput laut nasional menjadi langkah strategis yang bisa menjembatani keterlibatan lintas sektoral dari mulai proses produksi di hulu, sampai ke proses pengolahan dan pemasaran yang ada di hilir. Konsep tersebut juga diterapkan di SKPT Sumba Timur yang menjadi percontohan secara nasional.
Terbaik
Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Sri Yanti pada kesempatan yang sama di Sumba Timur mengatakan bahwa SKPT Sumba Timur menjadi pembuktian bahwa pusat ekonomi baru bisa berdiri megah dan indah di wilayah perbatasan Negara. Bahkan, SKPT Sumba Timur menurutnya menjadi yang terbaik di Indonesia.
Penasbihan gelar tersebut diberikan kepada Sumba Timur, karena SKPT di sana melibatkan berbagai faktor, seperti Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan masyarakat setempat, perencanaan yang matang, dan juga ketepatan Pemerintah Pusat dalam memberikan bantuan kepada yang memerlukan.
“Sehingga itu bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” jelas dia.
Untuk menyerap seluruh produksi rumput laut yang berasal dari masyarakat setempat, SKPT Sumba Timur bekerja sama dengan badan usaha milik daerah (BUMD) Kabupaten Sumba Timur, PT Algae Sumba Timur Lestari (ASTIL). Kehadiran BUMD tersebut menjadi elemen yang penting dalam menjalankan roda usaha budi daya rumput laut di sana.
Kehadiran SKPT Sumba Timur, diharapkan bisa mendorong percepatan peningkatan produksi rumput laut hingg lebih baik lagi. Upaya itu juga akan ikut mendongkrak produktivitas sub sektor perikanan budi daya secara nasional, karena rumput laut selama ini mendominasi total produksi perikanan budi daya nasional hingga 60,7 persen.
Dengan keunggulan tersebut, pada 2020 KKP menargetkan produksi rumput laut secara nasional bisa mencapai angka 10,99 juta ton atau naik 1 juta ton dari produksi 2019 yang mencapai angka 9,9 juta ton. Angka tersebut diharapkan naik rerata 2,92 persen selama periode 2020-2024.
Diketahui, keunggulan Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, adalah menjadi bagian dari segi tiga karang dunia, di mana sebanyak 550 jenis rumput laut diketahui ada di perairan laut Indonesia. Termasuk, salah satunya adalah jenis rumput laut bernilai tinggi, Eucheuma cottoni yang diperkirakan nilai total potensinya di Indonesia mencapai USD10 miliar per tahun.
Merujuk pada data yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2019, Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia untuk jenis Eucheuma cottoni dan menguasai lebih dari 80 persen pasokan untuk dunia.
Untuk jenis tersebut, Indonesia sudah berhasil melakukan pengembangan dengan teknologi kultur jaringan melalui kerja sama antara KKP dengan Seameo Biotrop Bogor. Dengan kultur jaringan, jenis rumput laut unggulan tersebut, diharapkan akan bisa stabil dan tahan terhadap serangan penyakit.
Unggulan
Walau sudah menghasilkan produksi kultur jaringan untuk Eucheuma cottoni, namun KKP sebenarnya sedang menghadapi tantangan ketersediaan bibit rumput laut yang berkualitas baik dan tahan terhadap serangan penyakit untuk seluruh Indonesia. Tantangan itu muncul, karena produksi kultur jaringan sampai sekarang baru terbatas berhasil dilakukan di Lampung.
Untuk itu, KKP saat ini terus bekerja keras untuk mengembangkan penggunaan indukan rumput laut hasil kultur jaringan yang sudah memenuhi standar nasional di berbagai daerah yang menjadi sentra rumput. Selain di Lampung, ada juga Lombok (Nusa Tenggara Barat), Situbondo (Jawa Timur), dan Takalar (Sulawesi Selatan).
Berdasarkan Perpres 33/2019, rumput laut Indonesia diharapkan bisa menjadi pemimpin untuk pasar global pada 2021, khususnya industri karagenan dan agar-agar. Target itu diharapkan bisa berjalan baik, seiring dengan pengembangan rumput laut sebagai komoditas andalan di banyak daerah.
Di sisi lain, walau rumput laut menjadi komoditas andalan untuk produksi perikanan budi daya secara nasional, Slamet Soebjakto memastikan bahwa proses produksi akan tetap mengadopsi prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan demikian, budi daya rumput laut bisa beriringan dengan upaya konservasi di laut yang sedang berjalan.
Agar bisa tetap melaksanakan secara berkelanjutan, dia mengungkap langkah dan tips yang bisa dilakukan oleh pembudi daya. Di antaranya, menggunakan bibit dari thallus (daun) yang terbaik; disiplin melakukan panen pada usia 40-45 hari; dan tidak menggunakan pupuk/probiotik/bahan pemacu pertumbuhan.
Berikutnya, adalah mencari kawasan budi daya yang baru untuk rotasi penanaman; menjaga lingkungan pantai dari sampah seperti plastik, pencemaran, dan lain-lain; tidak menjemur rumput laut di pasir dan dijaga dari bahan-bahan yang menempel lainnya dan yang terakhir.
“Juga, menutup rumput laut yang sedang dijemur dengan plastik atau terpal ketika hujan turun,” bebernya.
Ketua Kelompok Tangar Mahamu yang ada di Desa Kaliuda, Kecamatan Pahunga Lodu, Kabupaten Sumba Timur Sonia Tapar Kupung saat bertemu dengan Slamet Soebjakto dan Sri Yanti mengatakan, rumput laut memang telah menjadi sumber penghidupan masyarakat di Sumba Timur.
Dia berharap Pemerintah bisa terus hadir memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat setempat yang berprofesi sebagai pembudi daya rumput. Cara tersebut diharapkan akan terus meningkatkan kapasitas para pembudi daya rumput laut yang ada di Sumba Timur.
Sumber: https://www.mongabay.co.id/2020/02/19/rumput-laut-sumber-penghidupan-masyarakat-sumba-timur/
- Log in to post comments