BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pendekatan Baru Lewat Kolaborasi Partisipatif

Pendekatan Baru Lewat Kolaborasi Partisipatif
Luki Aulia
Siang | 23 Februari 2016 15:58 WIB Ikon jumlah hit 98 dibaca Ikon komentar 0 komentar

DEPOK, KOMPAS — Pelibatan publik dalam berbagai kebijakan pemerintah kini menjadi kebutuhan. Publik bukan lagi ditempatkan sebagai obyek, melainkan diharapkan ikut menjadi subyek dalam penyusunan atau perumusan kebijakan. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui kolaborasi partisipatif antara pemerintah dan publik.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memberikan sambutan sekaligus menutup Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Pusdiklat Kemendikbud, Depok, Selasa (23/2/2016). Kegiatan bertema
KOMPAS/HERU SRI KUMOROMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memberikan sambutan sekaligus menutup Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Pusdiklat Kemendikbud, Depok, Selasa (23/2/2016). Kegiatan bertema "Meningkatkan Pelibatan Publik dalam Membangun Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat dan Daerah" tersebut diikuti antara lain oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dari seluruh Indonesia.

Melalui kolaborasi diharapkan bisa menciptakan solusi alternatif atas persoalan pendidikan yang kompleks hingga menyusun rencana aksinya.

Hal ini dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada akhir Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2016, Selasa (23/2/2016). "Selama ini yang ada adalah sosialisasi kebijakan. Artinya keputusan sudah dibuat dan publik tinggal manut dan tidak bisa mengambil peran ikut merumuskan dan melaksanakan," ujarnya.

Anies memastikan, ruang kolaborasi yang saat ini tersedia sangat luas. Kolaborasi itu tidak hanya diharapkan datang dari lembaga swadaya masyarakat, tetapi juga dari setiap individu yang ingin ikut berpartisipasi menangani pendidikan. Berbagai bentuk kegiatan pendidikan dan kebudayaan, kata Anies, bisa dikerjakan secara kolaboratif sehingga ada rasa memiliki dan tercipta ekosistem pendidikan.

Pendidikan menengah

Dalam rembuk nasional pendidikan dan kebudayaan juga dibahas mengenai pengalihan wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan jenjang pendidikan menengah dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi. Ini dinilai Kemdikbud bukan persoalan besar. Langkah ini semata-mata untuk memastikan agar anggaran fungsi pendidikan di kabupaten/kota bisa lebih difokuskan untuk peningkatan kualitas jenjang pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan masyarakat. Begitu pula dengan anggaran fungsi pendidikan di provinsi yang diharapkan bisa lebih fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan menengah.

Ini dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad, Senin (21/2/2016) malam. "Masing-masing harus menyelesaikan tugas pokoknya. Kabupaten/kota bertanggung jawab pada pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan masyarakat. Sementara itu, provinsi di pendidikan menengah. Kalau masih ada anggaran sisa, baru boleh membantu jenjang pendidikan di luar tanggung jawabnya," kata Hamid.

Bagi daerah yang merasa tidak mampu atau tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menangani pendidikan menengah, Hamid berjanji, pihaknya akan membantu dan mendampingi. Misalnya, untuk biaya operasional personel seperti tunjangan profesi guru. Mulai 2017, gaji dan tunjangan profesi guru untuk pendidikan menengah akan otomatis ditransfer ke provinsi.

Khusus untuk biaya investasi yang dimanfaatkan antara lain untuk membangun unit sekolah baru atau ruang kelas baru, Kemdikbud akan bekerja sama dengan pemerintah provinsi. Penyebabnya, ada program wajib belajar 12 tahun yang menjadi program wajib dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan harus diselesaikan. Hamid yakin biaya investasi ini tidak akan bermasalah karena sudah ada dana alokasi khusus.

Meski mengaku secara umum tidak ada masalah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin mengingatkan nasib guru non pegawai negeri sipil (PNS) di pendidikan menengah yang bertugas di kabupaten/kota, apakah akan ikut diambil alih oleh provinsi atau tidak. Ia berharap guru-guru non PNS itu bisa masuk dalam tanggung jawab provinsi karena masih banyaknya masalah kekurangan guru di daerah. "Saya harap provinsi mau mengampu mereka karena siapa yang akan mengurus belum jelas," ujarnya.

Menurut Hamid, persoalan seperti itu akan dibahas lebih lanjut seiring proses penyelesaian serah terima personel, prasarana, dan dokumen pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi. Hingga saat ini, Hamid menegaskan tidak ada satu pun kabupaten/kota yang tidak mau menyerahkan aset atau sumber daya manusianya. Meski sudah ada ketentuan pengalihan ini, pemerintah kabupaten/kota tetap diberi peluang untuk mengelola pendidikan menengah. Syaratnya, jika tugas pokok sudah selesai, yakni meningkatkan kualitas pendidikan dasar, PAUD, dan Dikmas.

"Selesaikan itu dulu. Kalau sudah selesai, ajukan ke gubernur untuk minta ikut mengelola pendidikan menengah. Keputusannya tergantung pada masing-masing gubernur," kata Hamid.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/23/Pendekatan-Baru-Lewat-Kolaborasi-Partisipatif

Related-Area: