KEBERAGAMAN
Tradisi Lisan Selalu Mengajarkan Kebersamaan dan Kerukunan
Ikon konten premium Cetak | 6 Februari 2016 Ikon jumlah hit 109 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Tradisi yang muncul di Nusantara ?dan memiliki kekhasan di setiap daerah selalu menonjolkan komunitas atau kebersamaan di dalam makna dan pelaksanaannya. Di dalam tradisi-tradisi itu terungkap pentingnya menjaga kebersamaan meski berbeda-beda keyakinan. Nilai kerukunan ini selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Demikian dikatakan peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Katubi, Jumat (5/2), di Jakarta. Katubi mencontohkan tradisi-tradisi di Nusa Tenggara Timur yang mencerminkan kerukunan itu, yakni lego-lego.
"Lego-lego di Alor, Nusa Tenggara Timur, mengandung ajaran pentingnya kerukunan antarumat beragama dan antarkelompok etnis," ujar Katubi. Namun, menurut dia, dalam pelaksanaannya, tradisi itu bisa jadi dinilai bertentangan dengan ajaran agama tertentu karena dalam lego-lego, semua orang harus bergandengan tangan.
Lego-lego merupakan tradisi yang diwariskan secara turun- temurun secara lisan dari generasi ke generasi dan masih terjaga hingga kini di masyarakat pendukungnya, yakni di Alor. Tradisi yang berwujud tarian dan nyanyian ini merupakan bentuk doa serta rasa syukur atas berbagai nikmat dalam kehidupan.
Dalam lego-lego, orang-orang berdiri melingkar, berpegangan tangan, lalu mulai menari dan melantunkan lagu pujian. Biasanya mereka mengenakan pakaian adat yang terbuat dari kulit kayu.
Tarian lego-lego mirip dengan tradisi talandek di masyarakat suku Dayak Lundayeh yang banyak menghuni wilayah Kalimantan Utara. Bedanya, dalam talandek, seseorang memegang bahu ?teman di depannya sehingga bentuknya berderet ke belakang.
Kemudian, seseorang bernyanyi diiringi dengan sampe, alat musik petik yang biasa dimainkan warga Dayak. Gerakan tarian mengikuti orang di posisi paling depan, entah mau dibawa ke mana. Di sini, ada nilai kebersamaan dan saling percaya.
Menurut Katubi, tradisi-tradisi lisan di NTT pada umumnya menyuarakan pentingnya mengingat asal-usul. Manusia harus ingat pada akarnya sendiri.
Hal ini sebetulnya penting dibahas berkaitan dengan konstruksi identitas. "Kalau ditarik kaitannya dengan nilai-nilai keagamaan jadi sangat paralel, apalagi kalau sudah terkait? dengan wahana untuk mengakhiri konflik. Sangat terkait," tutur Katubi.
Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Tety Pudentia mengatakan, pada dasarnya, semua tradisi lisan di Nusantara sangat religius. Semuanya mengajak pada keselarasan bersama alam dan sesama manusia.
Banyak pesan untuk menjaga kejujuran, sama seperti yang diajarkan oleh agama. Tidak ada tradisi lisan yang mengajak manusia berkonflik. Sebaliknya, tradisi lisan justru mampu menjadi resolusi konflik.
Seperti diwartakan, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Kementerian Agama pada Februari 2016 memulai penelitian mengenai nilai-nilai keagamaan dan kerukunan dalam tradisi lisan Nusantara. ?Penelitian dilakukan di tujuh wilayah, yakni Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Riau, Banten, Bandung, dan Cirebon, Jawa Barat ?(Kompas, 5/2).
Selalu aktual
Menurut Ketua Umum Masyarakat ?Sejarawan Indonesia Mukhlis Paeni, tradisi lisan sesungguhnya adalah tradisi terbarukan, selalu aktual pada setiap pengulangan. Tradisi ini juga dinamis mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya serta memberikan solusi dan wacana baru pada setiap zamannya.
Tradisi lisan mampu pula mengoreksi dirinya dan peka pada perubahan di sekelilingnya. Jadi, masyarakat pendukung tradisi lisan sebetulnya sangat bisa menyesuaikan diri.
Ketua Balitbang Agama Jakarta Kementerian Agama Anik Farida berharap, penelitian nilai kerukunan dan keagamaan dalam tradisi lisan bisa memberikan manfaat terhadap upaya pemerintah dan masyarakat untuk menjaga harmoni. (IVV)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/06/Tradisi-Lisan-Selalu-Mengajarkan-Kebersamaan-dan-K
-
- Log in to post comments
- 289 reads