BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Desa Didorong Jadi Badan Hukum Publik

PENGUASAAN LAHAN
Desa Didorong Jadi Badan Hukum Publik
Ikon konten premium Cetak | 30 Januari 2016 Ikon jumlah hit 199 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mewacanakan reforma agraria desa. Reforma agraria itu dengan mendorong desa menjadi badan hukum publik.

Desa yang menjadi badan hukum publik akan mempunyai kewenangan sebagai pemangku hak atas tanah.

"Saat ini Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi sedang mempersiapkan sejumlah peraturan terkait posisi desa sebagai pemangku hak atas sumber daya alam," kata Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas, Jumat (29/1).

Menurut Marwan, desa didorong agar mempunyai kewenangan mengatur, mengelola, dan mengawasi sumber daya alam, termasuk lahan. Landasan hukumnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pemberian kewenangan untuk desa ini menjadi salah satu bagian dari penguatan kewenangan berdasarkan hak asal-usul atau kewenangan desa skala lokal. "Ketimpangan penguasaan lahan di pedesaan yang terjadi saat ini harus segera diakhiri dengan menata ulang pemilikan dan penguasaan lahan di desa atau yang sering disebut dengan reforma agraria," ujarnya.

Menurut Marwan, selama ini desa tidak mempunyai kewenangan terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk lahan. Pengurusan dan penataan lahan ditentukan terpusat.

Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Budiman Sudjatmiko, menyatakan, gagasan membuat desa menjadi badan hukum reforma agraria bisa dilakukan. Namun, semua harus dikembalikan ke dalam musyawarah desa.

"Jadi, wakil-wakil masyarakat dan pemerintah desa yang memutuskan," kata Budiman.

Di lain pihak, ujar Budiman, tiga kementerian terkait urusan agraria juga harus bersinergi. Tiga kementerian itu adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang; Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi; serta Kementerian Kehutanan.

"Kementerian Agraria dan Kementerian Desa pada era Presiden Joko Widodo sebenarnya merupakan langkah maju untuk mulai fokus menangani soal ini. Sebelum terlambat dan kita menyesal karena terlalu banyak main-main, segera lakukan pembaruan desa dan agraria," katanya.

Saat menelusuri sejumlah daerah di Provinsi Banten, Lampung, dan Sulawesi Selatan, Kompas menjumpai persoalan penguasaan lahan di desa oleh pemodal dari luar daerah. Ekspansi lahan ini memarjinalkan masyarakat setempat.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengatakan, pengendalian pengalihan fungsi lahan pertanian yang paling ampuh melalui peraturan presiden. Tanpa aturan kuat, lahan pertanian kian tergerus. Di Jawa Timur, 1.500-2.000 hektar lahan berubah fungsi setiap tahun.

Menurut Saifullah, pengurangan luas lahan pertanian semakin meresahkan. Saat ini lahan pertanian milik petani dan kelompok tani rata-rata kurang dari 2 hektar per orang. Padahal, hampir 31 juta jiwa atau 75 persen dari total penduduk Jawa Timur bertani.

Di Lampung, Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan belum diterapkan secara efektif. Luas area persawahan di Lampung tetap makin berkurang. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, lahan sawah pada 2012 seluas 456.635 hektar. Namun, pada 2013 berkurang menjadi 396.702 hektar. (LAS/ETA/ODY/VIO)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/30/Desa-Didorong-Jadi-Badan-Hukum-Publik

Related-Area: