BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Rencana Aksi Perlu Segera Disiapkan

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Rencana Aksi Perlu Segera Disiapkan
Ikon konten premium Cetak | 22 Januari 2016 Ikon jumlah hit 22 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta segera menyiapkan rencana aksi untuk mewujudkan target penurunan kesenjangan ekonomi. Itu disertai dengan upaya konkret untuk meningkatkan mutu hidup masyarakat menengah ke bawah.

"Indonesia berkontribusi besar menggagas agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), terdiri dari 17 tujuan dan 169 program. Namun, Indonesia harus menyiapkan pelaksanaannya dengan melibatkan publik," kata Senior Program Officer International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Hamong Santono, saat memaparkan catatan awal tahun INFID, Rabu (20/1), di Jakarta.

Dalam rencana pembangunan nasional, pemerintah menargetkan penurunan indeks gini rasio (indikator ketimpangan ekonomi) 0,41 saat ini menjadi 0,36 tahun 2019. Pada 2016, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menyatakan target penurunan indeks gini 0,39.

Untuk mewujudkan SDG dan mengurangi kesenjangan ekonomi, pemerintahan perlu menyusun kerangka regulasi untuk penerapan, kelembagaan, dan akuntabilitas program SDG secara partisipatif. Rencana aksi itu diharapkan rampung pada 2016.

Lebih dari itu, menurut Manajer Program INFID Siti Khoiron Nikmah, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pendukung penurunan indeks gini, baik kebijakan fiskal maupun moneter. Kenyataannya, dalam 10 tahun terakhir, ada kenaikan indeks gini yang menunjukkan kesenjangan ekonomi kian besar.

Masyarakat amat kaya berpenghasilan pribadi lebih dari Rp 500 juta per tahun membayar pajak 30 persen, yang sama dengan masyarakat berpendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun. Sebaliknya, kelas menengah menyumbang pajak terbesar.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memprioritaskan kebijakan fiskal dan moneter untuk 40 persen warga berpenghasilan rendah, sulit mengakses sumber daya alam, dan sulit mengakses pendidikan layak. Pemerintah dapat menambah anggaran belanja sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Sejauh ini, menurut Direktur Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo, anggaran kesehatan Indonesia hanya 5 persen dari APBN. Itu seharusnya naik bertahap. Di negara-negara maju, anggaran kesehatan 15 persen dari APBN.

Untuk menekan pengangguran dan mendorong produktivitas, pemerintah bisa menyiapkan program magang dan latihan melalui balai latihan kerja (BLK). Masalahnya, anggaran BLK di Kementerian Ketenagakerjaan rendah, sebaliknya anggaran Kementerian Pendidikan dan kebudayaan tidak bisa untuk BLK. Oleh karena itu, perlu realokasi anggaran.

Jadi, menurut Sugeng, ada ketimpangan target pengurangan orang miskin dan mengganggur dengan anggaran dan kapasitas prasarana. Jika serius menyiapkan dana, pelatih, dan pelatihan, pemerintah bisa menghasilkan sejuta alumni BLK per tahun.

Kebijakan moneter yang mendorong usaha kecil menengah dan mikro juga diperlukan demi mencapai target penurunan indeks gini dan SDG. Sejauh ini, pemerintah merealisasikan kredit usaha rakyat (KUR) dengan suku bunga 9 persen. Pada 2016, penyerapan KUR ditargetkan Rp 100 triliun, tetapi pada Agustus-Desember 2015 penyaluran KUR hanya Rp 22,7 triliun (Kompas, 19 Januari 2016).

Pemerintah juga perlu membenahi mekanisme pembayaran pajak dan mengatasi penghindaran pajak dari perusahaan Indonesia serta multinasional. Menurut Nikmah, dari kajian Global Finance Integrity 2003-2012, potensi pajak tak dibayar sekitar Rp 2.000 triliun. (INA)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/22/Rencana-Aksi-Perlu-Segera-Disiapkan