Masalah Gizi Jadi Prioritas
Perlu Pendekatan Berbasis Komunitas Agama
Ikon konten premium Cetak | 24 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 37 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Masalah gizi kurang jadi prioritas dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG). Salah satu dampak gizi kurang ialah tubuh pendek atau stunting. Untuk itu, selain penempatan tenaga gizi di puskesmas, sosialisasi tentang gizi perlu digalakkan dengan melibatkan semua pihak, termasuk pendekatan berbasis komunitas agama.
"Masyarakat, khususnya di pedesaan, lebih mudah didekati lewat hukum agama. Jadi, dalam pengajian, kami turut memotivasi warga agar menyajikan makanan dengan menu seimbang kepada keluarga," kata Supervisor Program Gerakan Anti Stunting di Pengurus Pusat Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (PPLKNU) Anggia Ermarini, Sabtu (22/8), di Jakarta.
Aspek yang ditekankan pada masyarakat tentang pemenuhan gizi itu ialah gizi ibu hamil, inisiasi menyusui dini, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan pemenuhan makanan pendamping ASI. Itu untuk memenuhi kebutuhan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi yang dihitung sejak sel telur mulai dibuahi sperma di dalam rahim.
Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono sebelumnya menyatakan, penuntasan masalah gizi jadi target dunia.
" Pada 2030, tak boleh lagi ada kemiskinan yang menyebabkan kelaparan hingga kekurangan gizi. Karena itu, pengetahuan gizi berimbang tak boleh ketinggalan dalam masyarakat," ujarnya.
Menurut Anung, kaum ibu berperan penting dalam memenuhi gizi keluarga. Tiga hal harus diperhatikan dalam menyiapkan makanan, yakni memilih kadar bahan makanan, pengolahan, dan penyajian. Misalnya, sayur dianjurkan tak dimasak terlalu panas atau terlalu lama agar kandungan gizinya tak rusak.
Namun, tradisi sebagian masyarakat dalam penyajian makanan kurang tepat. "Gizi terbanyak diberikan pada kepala keluarga, yakni ayah. Padahal, anak dan ibu hamil lebih butuh asupan gizi memadai," ujarnya.
Tenaga gizi
Maka dari itu, Anung memaparkan, keberadaan tenaga gizi di puskesmas diperlukan untuk mengedukasi warga dalam praktik pemenuhan gizi berimbang. Namun, cakupan tenaga gizi di puskesmas belum mencapai 60 persen, terutama di daerah timur Indonesia. Untuk itu, pemerintah akan menempatkan tenaga gizi di 10.000 puskesmas.
Anggia menambahkan, pendekatan lewat jalur agama dalam sosialisasi tentang pemenuhan gizi dinilai efektif. Untuk itu, kini 120 ustaz dan ustazah diberi pelatihan dan penyuluhan pentingnya memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Materi itu disampaikan dalam pengajian rutin setiap pekan.
Metode itu, lanjut Anggia, cukup efektif, apalagi ada jutaan jemaah Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia. "Kadang masyarakat lebih menurut kalau kiai yang bicara dibandingkan dokter atau perawat," ujarnya.
Kegiatan sosialisasi itu sudah dilaksanakan sejak 2013 di lima kecamatan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Brebes dipilih karena status tubuh pendek atau stunting di wilayah itu menempati urutan kedua terbanyak di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pendekatan melalui jalur agama itu cukup berpengaruh karena sebagian warga Brebes merupakan jemaah NU. Itu dibuktikan dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Pada 2010, tingkat tubuh pendek di Brebes mencapai 47 persen. Artinya, dari 10 bayi yang dilahirkan, 4-5 di antaranya mengalami stunting. Pada 2015, angka tubuh pendek turun jadi 29,27 persen.
Pada akhir tahun ini, program serupa direncanakan dikembangkan ke tiga provinsi lain, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Selatan. Harapannya, masyarakat bisa disadarkan untuk membangun generasi penerus yang sehat.
Namun diakui, kegiatan itu mendapat tantangan di lapangan. Oleh karena, banyak warga beranggapan tubuh pendek bukan masalah penting. Ustazah dari Kecamatan Tonjong, Brebes, Ery Novalia, mengaku kesulitan saat harus menjelaskan masalah tubuh pendek kepada masyarakat.
"Mereka membutuhkan alat peraga atau media yang bisa menggambarkan masalah tubuh pendek itu dengan lebih sederhana. Namun, kami belum memilikinya," ujarnya. (B06)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Masalah-Gizi-Jadi-Prioritas
-
- Log in to post comments
- 207 reads