BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Yang Berdetak dari Desa

PROFIL CEO BRI
Yang Berdetak dari Desa
Agustinus Handoko
Ikon konten premium Cetak | 24 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 100 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Bank Rakyat Indonesia, yang tumbuh dari bisnis inti melayani nasabah di perdesaan, berhasil masuk ke pangsa pasar di perkotaan. Tak hanya berhenti di kota, bank yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah itu telah melebarkan sayap ke sejumlah negara. Bahkan, tahun depan, BRI menjadi bank pertama yang memiliki dan mengoperasikan satelit untuk layanan perbankannya.
Asmawi Syam
KOMPAS/HENDRA A SETYAWANAsmawi Syam

Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada Maret 2015 menunjuk Asmawi Syam menjadi direktur utama untuk menggantikan Sofyan Basir. Ia sudah lolos uji kepatutan dan kelayakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berikut petikan wawancara Kompas dengan Asmawi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebagai pegawai yang meniti karier dari bawah, apa nilai perusahaan yang selama ini dominan dirasakan dan menjadi pendorong keberhasilan BRI?

Kami memiliki kultur kerja yang kuat dengan bertumpu pada sumber daya manusia dengan ditopang teknologi informasi yang andal. Kami juga orang-orang yang bangga pernah berkarier di desa. Bisnis inti BRI itu melayani nasabah di desa-desa, baru kemudian ke kota. Jadi, saya selalu katakan bahwa kalau ingin mengenal BRI, rasakan detak jantung kehidupan BRI di desa-desa. Saya juga berkali-kali mengatakan kepada para pegawai yang baru masuk, kalau mau merasakan langsung detak jantung BRI, mintalah penugasan di unit kerja yang ada di pedesaan.

BRI tidak menutup mata bahwa bisnis yang berkembang itu tidak hanya bisnis mikro yang selama ini berangkat dari desa. Sektor bisnis lain juga ikut berkembang sehingga BRI juga melayani kredit untuk segmen ritel, komersial, dan korporat. Dengan perkembangan bisnis itu, para bankir BRI justru berkembang menjadi bankir yang makin andal karena memahami dan menguasai kemampuan mengelola semua jenis bisnis perbankan, mulai dari mikro sampai korporat.

Saya juga selalu tekankan kepada para bankir BRI bahwa persaingan yang mereka hadapi di desa tidak terlalu besar karena kami masih menguasai pangsa pasar kredit mikro di desa. Namun, begitu mereka mendapat promosi dan berkarier di kota, ditarik ke kantor pusat, bahkan ditempatkan di kantor cabang di luar negeri, persaingan sesungguhnya dengan bankir dari bank lain akan sangat kelihatan. Justru di situ, sumber daya manusia yang berkarier di BRI teruji.

Kami juga memiliki kebijakan mengirim para pegawai baru untuk melanjutkan studi hingga gelar doktor, terutama untuk para pegawai yang masih memiliki masa kerja minimal 20 tahun. Mereka ini yang akan menjadi nakhoda BRI pada masa mendatang sehingga kami benar-benar berinvestasi secara serius untuk mereka.

Selain pada sumber daya manusia, BRI juga berinvestasi besar pada teknologi. Apa pertimbangan BRI untuk berinvestasi dalam bentuk satelit?

Salah satu pertimbangannya, tentu efisiensi. BRI harus mengalokasikan dana sekitar Rp 600 miliar tahun lalu dan terus meningkat sekitar 10 persen setiap tahun untuk membayar layanan komunikasi dan data kepada penyedia layanan. Kami membeli satelit dengan biaya investasi sekitar Rp 2,6 triliun dengan masa pakai 15 tahun, yang bisa diperpanjang menjadi 17 tahun. Dari sisi biaya, jelas akan sangat ekonomis dengan mengoperasikan satelit sendiri.

Kami juga memiliki 128.000 pegawai yang tersebar di 10.496 unit kerja di berbagai wilayah. Pegawai sebanyak itu secara berkala mendapatkan pelatihan peningkatan kemampuan di Balai Pendidikan dan Latihan yang ada di Jakarta. Ongkos untuk melakukan itu sangat besar. Namun, dengan mengoperasikan satelit sendiri, kami bisa mendesain pendidikan dan latihan yang tidak perlu tatap muka, tetapi bisa menggunakan video streaming atau teknologi sejenis. Ini juga akan makin menekan biaya.

Dengan pengoperasian satelit, kami juga bisa menjamin layanan anjungan tunai mandiri (ATM). Selama ini, ada kalanya nasabah komplain mengenai layanan ATM. Setelah dicek, ternyata persoalan ada di jaringan yang diperasikan oleh penyedia layanan (profider). Namun, yang nasabah tahu adalah layanan ATM bermasalah. Mereka tak tahu kalau masalah ada di jaringannya.

Pelambatan pertumbuhan kredit bank secara langsung menekan pertumbuhan pendapatan. Bagaimana upaya BRI mengoptimalkan pendapatan nonbunga?

Ke depan, bank memang tidak bisa lagi terlalu bergantung pada pendapatan bunga. Perkembangan belakangan ini menunjukkan bahwa bank harus serius mengoptimalkan layanan jasa yang kemudian akan mendorong pertumbuhan pendapatan nonbunga. Layanan jasa akan menarik kalau ditunjang oleh teknologi yang canggih. BRI sudah melangkah ke sana. Dengan pengoperasian satelit, teknologi untuk layanan perbankan akan semakin bagus.

Pertumbuhan pendapatan berbasis biaya BRI selalu di atas 15 persen. Ke depan, pertumbuhan pendapatan berbasis biaya ini kemungkinan akan lebih baik lagi. Apalagi, pengoperasian bank nirkantor yang kami targetkan hingga 50.000 agen pada akhir tahun ini akan mendorong layanan perbankan yang makin luas.

Bagaimana prospek bisnis bank dalam kondisi ekonomi yang tumbuh melambat?

Hingga akhir semester I-2015, tantangan yang dihadapi bank cukup berat karena ekonomi tumbuh melambat. Namun, kami yakin, mulai semester II-2015, perekonomian akan membaik karena serapan anggaran oleh pemerintah meningkat. Kalau ekonomi membaik, para debitor akan menarik pinjaman yang sudah disetujui bank untuk berinvestasi.

Perbaikan kondisi perekonomian juga akan mendorong permintaan peningkatan transaksi keuangan melalui bank. Dengan begitu, pendapatan bunga akan pulih. Selain itu, pendapatan nonbunga juga bisa meningkat lagi.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Yang-Berdetak-dari-Desa

Related-Area: