Pembangunan Kawasan
Transmigrasi Diusulkan Berbasis Keterampilan
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pendekatan program transmigrasi dilakukan dengan berbasis keterampilan karena tuntutan dunia industri. Ke depan, transmigrasi tidak hanya keluar dari Pulau Jawa, tetapi juga transmigrasi lokal dalam provinsi.
”Pola transmigrasi berubah karena terjadi perubahan sistem pemerintahan dari terpusat menjadi otonomi daerah. Selain itu, saat ini kebutuhan industri yang mensyaratkan keterampilan,” ujar Wapres Jusuf Kalla dalam sambutannya pada acara Penghargaan Transmigrasi 2014 yang diadakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Senin (15/12), di Jakarta.
Menurut Kalla, saat ini transmigrasi formal tidak lagi terjadi. Namun, transmigrasi swadaya, atau perpindahan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil, terus berlangsung. Misalnya, perpindahan penduduk karena pembukaan perkebunan oleh suatu perusahaan atau pembangunan industri di luar Pulau Jawa.
”Karena itu, butuh pendekatan yang berbeda. Saat ini, di desa yang dibutuhkan adalah peningkatan keterampilan,” tutur Kalla. Dengan perubahan tersebut, lanjut Kalla, menyebabkan pola transmigrasi pun ikut berubah. Pada 1960-an hingga 1970-an, ketika transmigrasi mencapai puncaknya, sekitar 300.000-400.000 penduduk dipindahkan dalam jangka waktu satu tahun.
”Sekarang hal itu sudah tidak mungkin dilakukan. Sekarang, mencari lahan bagi transmigran di daerah tujuan transmigrasi sudah tidak mudah,” ujar Kalla.
Kalla mengatakan, program transmigrasi tetap relevan hingga saat ini karena bertujuan mengangkat kesejahteraan penduduk dari kemiskinan. Saat ini, kantong kemiskinan sebagian besar berada di desa. Di desa, satu keluarga rata-rata hanya memiliki lahan 0,3 hektar yang tidak akan dapat memenuhi kebutuhan satu keluarga.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, program transmigrasi berpotensi mempercepat pengembangan wilayah dan pembangunan daerah.
Menurut Marwan, program transmigrasi sejak 1950 hingga 2014 telah dirasakan manfaatnya oleh sekitar 2,2 juta keluarga, atau sekitar 8,8 juta masyarakat berpenghasilan rendah yang secara langsung memperoleh peluang berusaha.
”Meskipun tidak semua permukiman transmigrasi mampu berkembang menjadi sentra produksi pangan, mesti diakui, sentra produksi pangan di luar Jawa-Bali sebagian besar terdapat di permukiman transmigrasi,” kata Marwan.
Kemudian, tercatat 104 permukiman transmigrasi telah berkembang menjadi ibu kota kabupaten/kota, 382 permukiman menjadi ibu kota kecamatan, dan 1.183 permukiman transmigrasi menjadi desa definitif. Selain itu, dua ibu kota provinsi, yakni ibu kota Provinsi Sulawesi Barat dan ibu kota Provinsi Kalimantan Utara, berasal dari lokasi transmigrasi. (NAD/NDY)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010682628
-
- Log in to post comments
- 372 reads