RI Minta Bantuan Asing
Bencana Asap Kembali Memakan Korban Jiwa
9 Oktober 2015
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia membuka pintu untuk bantuan asing. Bantuan itu diharapkan memperkuat penanganan asap akibat kebakaran lahan yang sedang dilakukan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Mursidah (34) saat menemui tim Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan Dinas Kesehatan Kota Palembang, Kamis (8/10), terkait kematian bayinya, Muhammad Husen Saputra (27 hari). Husen meninggal dengan diagnosis bronchopneumonia atau radang paru-paru yang diperparah paparan kabut asap disertai abu akibat kebakaran lahan.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUMMursidah (34) saat menemui tim Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan Dinas Kesehatan Kota Palembang, Kamis (8/10), terkait kematian bayinya, Muhammad Husen Saputra (27 hari). Husen meninggal dengan diagnosis bronchopneumonia atau radang paru-paru yang diperparah paparan kabut asap disertai abu akibat kebakaran lahan.
Penegasan itu disampaikan Presiden Joko Widodo sebelum terbang ke Padang, Sumatera Barat, seusai melihat perkembangan pengeboran proyek angkutan massal cepat (MRT) di Jakarta.
"Sementara bantuan yang masih dalam proses pembicaraan datang dari Rusia, Malaysia, dan Jepang," kata Jokowi.
Menurut Presiden, penanganan kebakaran harus lebih serius. Mengatasi kebakaran di lahan gambut berbeda dengan cara memadamkan api di lahan hutan. Lantaran berbeda kondisi, teknik penanganan dan peralatannya pun berbeda.
Bantuan dari Singapura, kata Presiden, datang pada Kamis. Bantuan itu berupa helikopter Chinook untuk pengeboman zat cair, satu pesawat Hercules untuk modifikasi hujan buatan, dan dua pesawat Hercules untuk mengangkut petugas pemadaman.
"Yang kita butuhkan pesawat-pesawat yang bisa mengangkut air 12-15 ton. Bukan hanya 2-3 ton saja, tidak berdampak besar nanti," kata Presiden.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengatakan, semua bantuan asing itu akan dikendalikan BNPB.
Kepastian itu juga disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir lewat pesan tertulisnya, Kamis (8/10), mengenai rencana kunjungan bilateral Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ke Malaysia menemui Menlu Malaysia Nifah Aman. Salah satu tujuan pertemuan tersebut adalah membahas penanganan masalah kabut asap dan kebakaran lahan.
Pertemuan rutin Komisi Bersama untuk Kerja Sama Bilateral (JCBC) itu dilakukan pada Jumat ini. "Isu penanganan kebakaran hutan dan kabut asap menjadi salah satu dari tiga agenda pembahasan dalam JCBC," ujarnya.
Selain dengan Malaysia, ujar Arrmanatha, Menlu juga sudah berkomunikasi dengan beberapa negara lain, seperti Singapura, Australia, Tiongkok, dan Rusia, untuk menanyakan bantuan apa yang bisa mereka tawarkan kepada Indonesia.
KOMPASTVAkibat sesak napas, pasien anak-anak di Rumah Sakit Awal Bros Panam, Pekanbaru, harus mendapatkan bantuan pernapasan dengan tabung oksigen. Selain dua pasien anak-anak, ada sembilan pasien lainnya yang harus menjalani rawat inap akibat kabut asap. Sejak tiga bulan terakhir, jumlah pasien penderita infeksi saluran pernapasan meningkat hingga 40 persen, terutama pasien anak anak dan lansia.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta agar negara tetangga, Malaysia dan Singapura, jangan hanya menghujat saja, tetapi silakan membantu dengan ikhlas jika mereka merasa peduli sebagai negara tetangga.
"Kepada Malaysia dan Singapura jangan complaint dan menghujat semata. Toh, Malaysia punya banyak kebun di sini. Kami membuka diri untuk menerima bantuan mereka," kata Tjahjo ketika membuka acara Pekan Inovasi Perkembangan Desa/Kelurahan Nasional I dan Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional XVII di Banda Aceh, Kamis.
Kembali memakan korban
Asap di Palembang kembali memakan korban jiwa. Bayi berusia 27 hari, Muhammad Husen Saputra, meninggal setelah menderita sesak napas di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa malam.
Bayi mungil itu didiagnosis menderita radang paru-paru yang diduga diperparah oleh paparan asap. Husen adalah putra pasangan Hendra Saputra (34) dan Mursidah (34) yang tinggal di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan. Bayi itu lahir pada 11 September saat Palembang sedang diselimuti kabut asap.
"Ia lahir sehat, bobotnya 2,7 kilogram. Waktu terakhir bobotnya sudah lebih dari 3 kilogram," kata Mursidah yang masih berduka karena kehilangan putra bungsunya itu.
Menurut Mursidah, Husen sakit panas selama tiga hari, tetapi tidak disertai gejala batuk, pilek, ataupun sesak napas. Keluarga hanya menduga bayi tersebut menderita panas biasa seperti bayi lain pada umumnya. Ia dirawat dengan kompres dan asupan air susu ibu sesuai anjuran dokter.
Baru pada Selasa subuh, suhu tubuh Husen naik tinggi. Keluarga memutuskan membawanya berobat ke dokter pada pagi hari. Saat keluar dari rumah, Husen langsung sesak napas.
Bidan langsung menganjurkan Husen dibawa ke rumah sakit. "Setiba di rumah sakit langsung diberi oksigen dan infus. Sampai pukul 09.00, kondisinya memburuk. Dokter lalu memasukkan selang ke paru-paru. Kondisinya begitu sampai meninggal malamnya sekitar pukul 20.00," tutur Hendra.
Berita Terkait
Merindukan Beriev Be-200 [Konten premium] Cetak | 9 Oktober 2015
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Lesty Nurainy mengatakan, berdasar pemeriksaan, Husen didiagnosis menderita bronchopneumonia atau radang paru-paru.
"Jelas penyakit ini bisa diperparah oleh paparan asap, tetapi tidak disebabkan oleh asap," katanya.
Kondisi bayi sesak napas juga terjadi di Padang, Sumatera Barat. Bayi berusia 14 bulan di Kota Padang itu dibawa ke rumah sakit karena diduga terkena ISPA. Kedua orangtua bayi meyakini hal itu sebagai dampak dari kabut asap.
Esha Tegar Putra, ayah bayi tersebut, mengatakan, anaknya, Dendang Jarek Samato, sebenarnya sudah mulai batuk-batuk sejak sebulan terakhir, bersamaan dengan kabut asap yang menyelimuti Sumatera Barat.
Menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Bencana Dinas Kesehatan Sumbar dr Irene, jika pun bayi itu terkena ISPA, penyebabnya tidak selalu karena asap. Meskipun demikian, ISPA memang lebih membahayakan anak-anak. "Anak-anak yang paling rentan terhadap dampak kabut asap," katanya.
Mencegah kebakaran
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR bersama lembaga masyarakat sipil, Kamis, disampaikan, mencegah kebakaran adalah langkah paling realistis menghentikan kebakaran lahan di Indonesia.
Hal ini disebabkan sebagian besar lahan terbakar merupakan lahan gambut sehingga upaya pemadaman tidak akan berdampak signifikan jika lahan telanjur terbakar. Namun, porsi anggaran pemerintah selama ini untuk pemadaman ternyata lebih besar dibandingkan dengan pencegahan.
"Anggaran Rp 650 miliar untuk pembelian helikopter sebaiknya dialihkan saja ke kegiatan pencegahan kebakaran lahan," kata Herry Purnomo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sekaligus ilmuwan pada Center for International Forestry Research.
(IRE/DRI/ITA/DKA/ZAK/RWN/
DWA/NUT/NDY/ONG/AGE/JOG)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/10/09/RI-Minta-Bantuan-Asing
- Log in to post comments
- 381 reads