Lindungi Anak dari Kekerasan
Rencana Aksi Nasional Diluncurkan
Ikon konten premium Cetak | 28 Januari 2016 Ikon jumlah hit 44 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat memiliki peran penting dalam upaya melindungi anak dari kekerasan. Karena itu, untuk memastikan perlindungan terhadap anak berjalan dengan baik, masyarakat harus memiliki kesadaran dan mau bersikap aktif.
Sayangnya, menurut Direktur Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia Irwanto, di tengah masyarakat Indonesia sekarang, empati sosial memudar. Sebagai contoh, tetangga tidak mengintervensi ataupun melaporkan kasus anak yang dianiaya keluarganya kepada pihak penegak hukum, padahal mereka mengetahuinya.
"Kalaupun ingin melapor, sistem pelaporan yang ada belum menjangkau wilayah permukiman ataupun masih berbelit-belit. Bahkan, ada yang harus membayar di fasilitas kesehatan, seperti visum," tutur Irwanto dalam acara peluncuran Rencana Aksi Nasional (RAN) Perlindungan Anak dan Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak, Rabu (27/1), di Jakarta. Irwanto adalah salah satu penyusun RAN tersebut.
Menurut dia, dokumen RAN memanfaatkan undang-undang menyangkut pemerintahan daerah serta desa. "Karena itu aparat pemerintahan di daerah, mulai dari gubernur hingga ketua RT/RW harus memahami tugas mereka di dalam melindungi anak-anak," ujar Irwanto.
Untuk itu, diperlukan sosialisasi mengenai perlindungan anak kepada masyarakat, terutama di pedesaan, karena hampir tidak ada lembaga swadaya masyarakat yang bisa mengawasi kinerja pemerintah dan memberikan masukan yang membangun. Kondisi berbeda ditemui di perkotaan yang memiliki banyak lembaga swadaya masyarakat yang kritis terhadap pemerintah dalam upaya perlindungan anak.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan terkait erat dengan keberlangsungan pembangunan bangsa. "Menurut survei Badan Pusat Statistik 2013, sebanyak 26 persen anak mengalami kekerasan fisik. Pelakunya adalah orangtua, guru, dan teman. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan, pada Desember 2015, ada 149 kasus perundungan di sekolah," katanya.
Ia menjelaskan, perlindungan anak merupakan kepentingan lintas sektor yang diayomi oleh 19 kementerian/lembaga. Kementerian Dalam Negeri, misalnya, akan menginstruksikan aparat pemerintah daerah untuk memasukkan perlindungan anak dalam prioritas pembangunan. Dengan cara ini, program perlindungan anak bisa memiliki dana.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise menjelaskan, salah satu bentuk kekerasan terhadap anak adalah memperdagangkannya untuk bekerja di luar negeri. Karena itu, Gugus Tugas Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang serta Perlindungan Anak memiliki tugas mengawasi dan memberikan pemahaman kepada kepala desa atau ketua RT/RW agar tidak mengeluarkan surat izin pembuatan kartu tanda penduduk palsu demi keperluan mengirim anak bekerja ke luar negeri.
Dalam kesempatan tersebut, diluncurkan empat dokumen terkait perlindungan perempuan dan anak. Selain RAN Perlindungan Anak 2015-2019, dokumen yang diluncurkan adalah Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020, RAN Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Peta Jalan Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah.
Turut hadir dalam acara itu antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
(DNE)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/28/Lindungi-Anak-dari-Kekerasan
-
- Log in to post comments
- 99 reads