BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pungutan Dana Ketahanan Energi Harus Disosialisasikan

Pungutan Dana Ketahanan Energi Harus Disosialisasikan
Aris Prasetyo
Siang | 16 Februari 2016 14:34 WIB Ikon jumlah hit 172 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Rencana penghimpunan dan pungutan dana ketahanan energi harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat. Sosialisasi ini menyangkut pentingnya dana ketahanan energi bagi pengembangan energi terbarukan di dalam negeri.
toto s

Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, mengatakan, sebaiknya pemerintah mulai menyosialisasikan rencana penghimpunan dana ketahanan energi baik yang berasal dari APBN maupun masyarakat secara masif. Jika tidak ada informasi yang lengkap mengenai penghimpunan dana tersebut, dikhawatirkan rawan penolakan.

"Sosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat bahwa pengembangan energi terbarukan butuh pendanaan. Salah satunya adalah bisa bersumber dari APBN dan pungutan masyarakat. Hanya saja, pemerintah perlu payung hukum jika akan memungut dana dari masyarakat," kata Satya, Selasa (16/2/2016), di Jakarta.

Menurut Satya, dasar hukum penghimpunan dana ketahanan energi dari APBN sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Adapun payung hukum pungutan dana ketahanan energi perlu disiapkan oleh pemerintah.

Secara terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, apabila pemerintah memungut dana ketahanan energi dari masyarakat tanpa ada payung hukum yang jelas, itu sama saja dengan pungutan liar. Pemerintah juga sebaiknya memperkuat perangkat lain terkait dana ketahanan energi tersebut, seperti lembaga pengelola ataupun peta jalan energi terbarukan.

"Yang tak kalah penting adalah masyarakat belum punya banyak pilihan untuk memakai energi terbarukan. Sebelum seluruh perangkat itu siap, sebaiknya pungutan itu ditunda dulu," ucap Tulus.

Sebelumnya, pemerintah berencana memungut dana ketahanan energi sebesar Rp 200 per liter dari penjualan premium dan Rp 300 per liter dari solar. Pungutan itu mulai berlaku pada 5 Januari 2016 atau bertepatan dengan harga baru premium dan solar. Namun, rencana pungutan dibatalkan menyusul masukan dari sejumlah pihak yang mempertanyakan dasar hukum pungutan.

Pungutan dana ketahanan energi, menurut pemerintah, berdasarkan UU No 30/2007 tentang Energi. Adapun turunan UU yang dijadikan dasar adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Hanya saja, tidak ada pasal dalam PP tersebut yang menyatakan pungutan diperbolehkan dari penjualan premium dan solar.

Dana yang dihimpun, menurut rencana, akan dimanfaatkan untuk pengembangan energi terbarukan, pengembangan sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur pendukung. Di samping itu, dana juga dipakai untuk membiayai eksplorasi minyak dan gas bumi.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/16/Pungutan-Dana-Ketahanan-Energi-Harus-Disosialisasi

Related-Area: