BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Popularitas Program Perlu Diikuti Kualitas

KESEJAHTERAAN SOSIAL
Popularitas Program Perlu Diikuti Kualitas
30 Juli 2015

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan dalam bidang kesejahteraan sosial, terutama pendidikan dan kesehatan yang bersifat membuka, mempermudah, dan memperluas akses bagi masyarakat terhadap pelayanan, memang populer dan langsung dirasakan masyarakat. Kebijakan yang demikian juga telah ada sebelumnya dengan nama-nama berbeda.

Akan tetapi, untuk pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan yang terkait erat dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia masa depan, masih diharapkan kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan mendasar serta menghasilkan cetak biru pembangunan dan peningkatan kualitas.

Berdasarkan hasil survei periodik kinerja sembilan bulan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla oleh Litbang Kompas, kepuasan publik terhadap kinerja di bidang kesejahteraan sosial terbilang tinggi. Kepuasan itu terutama terkait kinerja di bidang pendidikan dan kesehatan.

Bagi masyarakat, bantuan langsung berupa beasiswa bagi murid tidak mampu sudah meringankan beban dan membuat mereka mengecap pendidikan. Pepen Supendi, murid kelas IX SMP PGRI 2 Ciputat, Tangerang Selatan, misalnya, Rabu (29/7), mengatakan bersyukur mendapat bantuan siswa miskin dari pemerintah Rp 575.000 per semester. Orangtua Pepen bekerja sebagai petugas kebersihan di Tangerang Selatan yang hanya mendapat Rp 150.000 per minggu. Hal serupa diungkapkan Melinda (19), siswa SMA Pusaka Nusantara, Jakarta Utara. Ia bertekad menyelesaikan pendidikan hingga SMA karena kedua orangtuanya hanya lulusan SMP.

Dalam bidang kesehatan, perluasan akses juga diapresiasi. Wahyu Hidayat (53), pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok, dapat bernapas lega karena akan menjalani operasi ringan kelenjar telinga secara gratis. Fasilitas itu ia dapatkan karena telah menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak enam bulan lalu. "Saya harus membayar iuran Rp 42.000 setiap bulan. Namun, dengan fasilitas yang saya terima sekarang ini, iuran itu tidak masalah," katanya.

Belum substansial

Dalam pandangan Direktur Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen, perluasan akses, terutama lewat bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar dan bantuan operasional sekolah, akan populer.

"Bantuan itu memang terasa bagai angin surga. Namun, yang dibutuhkan di Indonesia ialah arah pendidikan yang jelas," katanya. Hal-hal substansial belum tampak dalam rencana pembangunan jangka menengah.
content

Ia menerangkan, Indonesia membutuhkan cetak biru pendidikan yang didasari dua aspek, yakni revolusi mental dan arah pembangunan ekonomi baru. Target pembangunan menentukan jenis pendidikan yang perlu diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak sekadar sekolah, tetapi juga dipastikan bisa memanfaatkan ilmu yang mereka pelajari. Hal itu merupakan penerapan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilakukan berdasarkan kenyataan dan kebutuhan di lapangan.

M Qudrat Nugraha, ahli pendidikan dari Universitas Bina Nusantara yang juga Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), beranggapan bahwa program-program populer pemerintah sekarang, yaitu wacana wajib belajar 12 tahun, Kartu Indonesia Pintar, dan bantuan operasional sekolah, sebenarnya merupakan program-program lama yang dikemas baru. Beberapa daerah, seperti DKI Jakarta dan Surabaya, sudah menerapkan program serupa sebelum masa pemerintahan sekarang dimulai.

Setelah pemerataan akses, pemerintah harus memikirkan cara agar pendidikan itu bermutu. Dia juga mempertanyakan strategi pemerintah dalam itu. Sejauh ini, pemerintah masih berkutat pada upaya memberikan akses, tetapi belum menjamin mutu.

UN dan kurikulum

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menilai, persepsi masyarakat positif mengenai isu-isu pendidikan karena ada kebijakan mengubah ujian nasional (UN) dan mengevaluasi Kurikulum 2013. Dua hal itu yang selama ini dinilai Anies menghambat atau mengganggu peningkatan kualitas pendidikan sehingga ketika keduanya dihilangkan, ada kelegaan di masyarakat.

Anies tidak yakin persepsi masyarakat terhadap isu pendidikan positif karena Kartu Indonesia Pintar. Target penerima kartu itu terbatas dari jumlah peserta didik di seluruh Indonesia yang mencapai 57 juta jiwa. "Kedua masalah itu sudah dibereskan. Sekarang kita tata lagi dengan memperbaiki kurikulum, meningkatkan kualitas guru, dan membangun kultur sekolah yang baik," ujarnya.

Selain UN dan Kurikulum 2013, ada kemungkinan persepsi masyarakat positif karena dibuatnya gerakan penumbuhan budi pekerti. Namun, ia mengatakan, masih perlu melihat dampak dari gerakan-gerakan itu terlebih dahulu.
Berita Terkait
Pembangunan Sosial Menopang Apresiasi [Konten premium] Cetak | 30 Juli 2015

Jangan cepat puas

Terkait dengan pembangunan kesehatan, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menyatakan, pemerintah jangan puas dulu dengan hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan kepuasan di bidang kesehatan. Kepuasan masyarakat tidak menggambarkan masalah sesungguhnya di lapangan. "Masyarakat tidak melihat potensi masalah di bidang kesehatan," ujarnya.

Melalui Program Indonesia Sehat dengan Kartu Indonesia Sehat, masyarakat yang awalnya tidak bisa berobat karena alasan ekonomi jadi bisa mengakses layanan kesehatan. Hal itu yang barangkali dipahami masyarakat sehingga mereka merasa puas.

Sesungguhnya Program Indonesia Sehat hanya penamaan baru oleh pemerintah terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diimplementasikan sejak 2014, termasuk di dalamnya program BPJS bidang kesehatan.

Di samping itu, kualitas layanan JKN juga belum baik. Masih banyak masalah yang harus pemerintah benahi dalam JKN, seperti ketersediaan fasilitas layanan, kualitas layanan, serta besaran kapasitas dan tarif.

(DNE/B03/B08/LUK/ADH/B12)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/30/Popularitas-Program-Perlu-Diikuti-Kualitas

Related-Area: