BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pengelolaan Perikanan Perlu Ditata

KEMARITIMAN
Pengelolaan Perikanan Perlu Ditata
Ikon konten premium Cetak | 6 Januari 2016 Ikon jumlah hit 113 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan perikanan nasional perlu lebih ditata guna mengoptimalkan pertumbuhan sektor pangan tersebut.

Hal itu mengemuka dalam diskusi "Refleksi 2015 dan Proyeksi 2016" yang diselenggarakan Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim (IK2MI), di Jakarta, Selasa (5/1).

Sekretaris Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Djoko Tjahyo Purnomo mengemukakan, konsumsi ikan nasional setiap tahun terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan.

Tahun 2014, tingkat konsumsi ikan nasional rata-rata mencapai 38 kg per kapita, sedangkan tahun 2015 ditargetkan 40 kg per kapita. Tahun ini, konsumsi ikan ditargetkan 43,88 kg per kapita. Tahun 2019, pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai 50 kg per kapita.

Ketua IK2MI Didik Heru Purnomo mengemukakan, kenaikan konsumsi ikan nasional membutuhkan kepastian pasokan dan peningkatan produksi ikan. Pasca moratorium dan tindakan pemerintah untuk menindak praktik pencurian ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis hasil tangkapan ikan melimpah.

"Hasil tangkapan ikan yang melimpah perlu diimbangi dengan lancarnya distribusi dan keterjangkauan harga oleh masyarakat," ujarnya.

Hambatan produksi

Djoko mengemukakan, masih ditemukan sejumlah hambatan dalam produksi.

Kendala hulu itu antara lain prosedur perizinan kapal yang lamban hingga tiga bulan. Informasi kapal yang termuat dalam buku pelaut (log book) juga belum menyeluruh, misalnya terkait nama kapal, alat tangkap dan izin lokasi penangkapan. Hal itu dinilai belum sejalan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan kapal ikan ilegal.

Sementara itu, kenaikan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) hingga 1.000 persen yang tidak transparan dan membebani pelaku usaha. Sejumlah ketentuan PHP juga dinilai bertentangan dengan UU Perikanan dan berbenturan dengan kebijakan pemerintah terkait larangan penggunaan pukat ikan.

Ketentuan PHP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk perikanan tangkap skala besar, PHP dinaikkan dari 2,5 persen menjadi 25 persen, usaha kecil naik dari 1,5 persen menjadi 5 persen, sedangkan PHP untuk skala menengah ditetapkan sebesar 10 persen.

Kriteria skala usaha didasarkan pada ukuran kapal, yakni skala kecil untuk kapal berukuran di atas 30 GT hingga 60 GT, skala menengah untuk kapal berukuran di atas 60 GT hingga 200 GT, sedangkan skala besar untuk kapal berukuran di atas 200 GT.

Djoko mengingatkan, ketentuan PHP memungkinkan pungutan bagi kapal dengan alat tangkap pukat hela, padahal pukat telah dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik.

Selain itu, kenaikan tarif PHP hanya untuk kapal ikan berukuran 30 GT ke atas juga menyalahi UU Perikanan. Dalam UU Perikanan telah diatur bahwa pembebasan PHP hanya diberikan untuk kapal berukuran 5 GT ke bawah.

"Kebijakan PHP yang tumpang-tindih menunjukkan inkonsistensi kebijakan pemerintah," kata Djoko. (LKT)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/06/Pengelolaan-Perikanan-Perlu-Ditata

Related-Area: