Perempuan dan Anak Rentan Terdampak
Pemenuhan Kebutuhan Khusus Saat Bencana Terabaikan
Ikon konten premium Cetak | 7 Juli 2015
JAKARTA, KOMPAS — Upaya penanganan tanggap darurat bencana dinilai belum responsif terhadap kelompok penduduk rentan terdampak, termasuk perempuan dan anak. Padahal, mereka memiliki kebutuhan khusus yang mesti dipenuhi dalam situasi setelah bencana.
Hal tersebut mengemuka saat pembukaan seminar bertema "Melindungi Penduduk Rentan dalam Situasi Bencana", yang digelar dalam peringatan Hari Kependudukan Dunia 2015, Senin (6/7), di Jakarta.
Jose Ferraris, Kepala Perwakilan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) di Indonesia, mengatakan bahwa manajemen bencana di banyak negara, termasuk Indonesia, belum memprioritaskan kebutuhan kelompok penduduk rentan terdampak bencana. Kelompok penduduk rentan terdampak itu meliputi perempuan, anak perempuan, anak-anak, remaja, bayi dan anak balita, disabilitas, serta warga lanjut usia.
Tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan, dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, kawin paksa, penyakit terkait kesehatan reproduksi, kematian akibat kurangnya perlindungan, dan tidak ada bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 1.559 bencana di Indonesia tahun 2014 yang menimbulkan 490 korban jiwa dan memengaruhi kehidupan 2 juta orang. Ribuan warga mengungsi, sebagian dari mereka kehilangan keluarga, rumah, dan harta.
Perempuan
Di Indonesia, diperkirakan 25 persen warga yang terkena bencana adalah perempuan usia subur. Selain itu, diperkirakan 4 persen dari perempuan usia subur tersebut hamil dan 15-20 persen di antaranya mengalami komplikasi kehamilan.
Menurut Jose, kebutuhan warga rentan saat tanggap darurat bencana belum menjadi prioritas karena yang pertama dipikirkan masyarakat setelah bencana adalah tempat tinggal, air bersih, makanan, dan obat-obatan. Setelah itu terpenuhi, kebutuhan penduduk rentan baru muncul.
"Kesehatan reproduksi adalah masalah kesehatan setelah bencana yang perlu diperhatikan, terutama pada bencana yang berlangsung lama," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty.
Layanan kesehatan reproduksi dalam situasi tanggap darurat bencana kerap tidak tersedia karena tidak dianggap sebagai kebutuhan mendesak. Padahal, pada situasi darurat, tetap ada ibu hamil butuh pertolongan, kelahiran mendadak dan tidak bisa ditunda, serta layanan keluarga berencana (KB).
Mengutip sebuah studi, Chandra mencontohkan, setelah gempa 2006 di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mereka yang memakai alat kontrasepsi suntik dan implan menurun. Sebaliknya, mereka yang menggunakan pil KB dan metode pantang berkala meningkat. Prevalensi kehamilan tak direncanakan lebih tinggi pada mereka yang sulit mengakses pelayanan KB dibandingkan dengan mereka yang tak ada kendala.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memaparkan, ada 148,4 juta jiwa penduduk Indonesia terpapar risiko gempa, dan 4,2 juta warga terpapar risiko tsunami. Selain itu, ada 3,9 juta orang terpapar risiko bencana erupsi gunung api, sekitar 63,7 juta orang terpapar risiko bencana banjir, dan 40,8 juta jiwa berisiko terdampak bencana tanah longsor.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Andi Zainal Abidin Dulung mengakui, baru beberapa tahun terakhir pemerintah memperhatikan kebutuhan kelompok rentan dalam penanggulangan bencana. Itu dilakukan dengan pendekatan kluster nasional dalam tanggap darurat bencana.
Harapannya, penanganan tanggap darurat bencana bisa terkoordinasi dengan baik di tiap kluster. Kini ada delapan kluster yang dibentuk, yakni kluster kesehatan, pencarian dan penyelamatan, logistik, pengungsian dan perlindungan, pendidikan, sarana dan prasarana, ekonomi, serta pemulihan dini.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Andi ZA Dulung, menyampaikan, amat penting untuk tak melupakan kebutuhan perempuan dan anak perempuan saat terjadi bencana. Lebih dari itu, perlindungan bagi penduduk rentan di Indonesia dalam situasi bencana merupakan prioritas bagi Kementerian Sosial. (ADH)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/07/Perempuan-dan-Anak-Rentan-Terdampak
-
- Log in to post comments
- 461 reads