BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pelatihan Tenaga Kerja untuk Hadapi Persaingan

KOMPETISI GLOBAL
Pelatihan Tenaga Kerja untuk Hadapi Persaingan
Ikon konten premium Cetak | 17 Februari 2016 Ikon jumlah hit 35 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan formal tidak bisa diandalkan untuk menaikkan kualitas tenaga kerja dalam waktu dekat. Padahal, rendahnya kualitas angkatan kerja menjadi penyebab utama rendahnya daya saing nasional. Untuk itu, pelatihan tenaga kerja menjadi cara untuk meningkatkan kapasitas mereka.

"Pendidikan formal tidak bisa menjawab kebutuhan peningkatan kualitas tenaga kerja dalam waktu dekat. Solusinya adalah penguatan akses dan mutu pelatihan kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam diskusi yang digelar Keluarga Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada di Jakarta, Selasa (16/2).

Diskusi itu bertema "Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN". Hadir pula dalam kesempatan itu Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Menteri Perindustrian Saleh Husin.

Hanif menekankan konteks tingginya persaingan pada era liberalisasi ini. Indonesia telah mengikatkan diri dalam sejumlah perjanjian internasional. Terakhir adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan berikutnya adalah Trans-Pacific Partnership.

Artinya, persaingan sudah di depan mata. Persoalannya, daya saing nasional masih rendah. Salah satu yang paling mencolok adalah menyangkut kualitas tenaga kerja.

Menurut Hanif, angkatan kerja Indonesia berjumlah 122 juta orang. Sekitar 90 persen di antaranya adalah lulusan SMA ke bawah. Sebanyak 66-68 persen di antaranya bahkan hanya lulusan SD-SMP.

"Maka pilihan kita adalah memperkuat kualitas sumber daya manusia. Kalau disederhanakan, caranya adalah melalui percepatan penguatan akses dan mutu pendidikan formal dan pelatihan kerja," kata Hanif.

Lebih panjang

Pendidikan formal memerlukan waktu lebih panjang untuk menghasilkan tenaga kerja berkualitas tinggi. Sementara dengan profil tenaga kerja yang ada saat ini, solusinya adalah meningkatkan tenaga kerja yang sudah ada melalui pelatihan kerja.

Dari aspek politik anggaran, Hanif melanjutkan, anggaran pendidikan yang porsinya mencapai 20 persen dari total belanja negara hampir semuanya diarahkan untuk pendidikan formal. Alokasi untuk pelatihan kerja hanya 0,1 persen dari total belanja pemerintah pusat. Sementara alokasi di sejumlah negara bisa sampai 1-2 persen.

Swasta, Hanif menambahkan, bisa didorong untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Namun, pemerintah tetap harus menjadi motor dengan menjadikan isu tersebut sebagai prioritas.

Sementara Rizal Ramli melontarkan kritik terhadap pemerintah sendiri. Menurut dia, pemerintah sibuk dengan rencana bergabung dengan sejumlah perjanjian perdagangan bebas. Namun, ini tidak didahului oleh kajian mendalam atas untung ruginya.

"Tidak pernah ada kejelasan mana-mana sektor unggulan. Mana sektor yang lemah. Apa strateginya. Bagaimana kerangka kerjanya. Senang mau ikut ini, ikut itu, tapi strateginya tidak pernah didefinisikan dengan baik," kata Rizal. (LAS)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/17/Pelatihan-Tenaga-Kerja-untuk-Hadapi-Persaingan

Related-Area: