BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menteri PPPA: Praktik Sunat Perempuan di Indonesia Tinggi

Momentum Penegakan Kesetaraan Jender
Menteri PPPA: Praktik Sunat Perempuan di Indonesia Tinggi
Ikon konten premium Cetak | 16 Februari 2016 Ikon jumlah hit 34 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Komitmen para pemimpin dunia untuk menyepakati dan menjalankan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDG menjadi momentum positif bagi penegakan kesetaraan jender. Hingga sekarang, ketimpangan jender masih menjadi persoalan besar di Indonesia.

Berdasarkan catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2015, dalam kurun waktu 2004-2014, terjadi kekerasan terhadap perempuan sebanyak 293.220 kasus. Hal ini dinilai merupakan "gunung es" karena diduga kuat masih banyak perempuan korban kekerasan yang tak mengungkapkan kasus kekerasan yang dialaminya.

Dari data kasus kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan bahkan menyebut tahun 2014 sebagai masa darurat kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual. Banyak dari para korban yang akhirnya mencari jalan keluar dengan bercerai. Ironisnya, sidang perceraian di Pengadilan Agama tidak mempersoalkan aspek pidana tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami.

"Jumlahnya terus meningkat setiap tahun dan belum pernah turun. Indonesia sudah menjadi pionir penegakan hak asasi manusia di ASEAN, kita pun mengusulkan agar semua indikator jender masuk dalam SDG guna memastikan hak-hak perempuan tidak akan terabaikan lagi," kata komisioner Komnas Perempuan sekaligus anggota Gerakan Perempuan Peduli Indonesia (GPPI), Adriana Venny Aryani, Senin (15/2), di Jakarta.

Hal itu disampaikan dalam acara Diskusi dan Peluncuran Indikator Gender dalam Pelaksanaan SDG di Indonesia yang digagas GPPI dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Sesuai kesepakatan para pemimpin negara pada Sidang PBB di New York, tahun lalu, hingga tahun 2030, ada 17 tujuan dan 169 indikator SDG yang harus dipenuhi. Bidang itu antara lain kesehatan, lingkungan, energi, kesetaraan jender, perdamaian dan keadilan, serta pendidikan.

Menurut Venny, pencapaian SDG harus berkaca dari kegagalan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). "MDG lebih banyak gagalnya, terutama pada aspek ketimpangan jender, seperti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, banyaknya kasus kematian ibu melahirkan, rendahnya partisipasi politik perempuan, dan masih banyaknya peraturan daerah yang diskriminatif," paparnya.

Hingga saat ini, perdebatan di level internasional terkait SDG terus berkembang, termasuk pembahasan isu-isu kesetaraan jender. Di Indonesia, indikator jender masih terus disusun secara lebih detail guna memastikan keadilan jender.

Kasus sunat perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise mencontohkan salah satu isu sensitif yang dibahas dalam sidang PBB tahun lalu, yaitu persoalan sunat perempuan. Menurut Yohana, dari sekitar 300 juta praktik sunat perempuan di seluruh dunia, sekitar 150 juta di antaranya diperkirakan terjadi di Indonesia.

"Kampanye global menyerukan pentingnya perlindungan hak tumbuh anak-anak perempuan. Kami akan terus berdiskusi dengan banyak pihak karena ini isu yang terkait dengan tradisi dan kepercayaan," kata Yohana.

Menurut dia, semua negara kini berlomba-lomba untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Alasannya, negara dianggap tidak maju jika perempuan dan anak tidak aman. (ABK)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/16/Momentum-Penegakan-Kesetaraan-Jender

Related-Area: