Menteri Kesehatan Dukung Peran Masyarakat Sipil dalam SDG
Siang | 19 Agustus 2015 15:45 WIB Ikon jumlah hit 205 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 300-an aktivis dari 16 provinsi mengikuti Simposium Praktik Cerdas untuk memperingati lima tahun Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak yang digelar pada Rabu dan Kamis (19-20/8) di Balai Kartini, Jakarta. Dalam simposium itu dibahas berbagai isu kesehatan yang kemudian dirumuskan untuk direkomendasikan dalam penyusunan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada September 2015.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek melihat boneka peraga untuk pembelajaran kesehatan reproduksi di stan pameran dalam kegiatan Simposium Praktik Cerdas di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (19/8).
MARDHO TILLAMenteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek melihat boneka peraga untuk pembelajaran kesehatan reproduksi di stan pameran dalam kegiatan Simposium Praktik Cerdas di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (19/8).
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek, yang hadir sebagai pembicara kunci pada kegiatan tersebut, mengatakan, peran masyarakat sipil dalam pembangunan kesehatan ibu dan anak sangat penting. "Selama ini, organisasi masyarakat sipil banyak membantu dalam mengedukasi masyarakat, khususnya dalam penyuluhan kesehatan ibu dan anak. Seorang perempuan, khususnya ibu, adalah orang yang memegang peranan penting dalam membentuk pertumbuhan anak," kata Nila, Rabu (19/8).
Sayangnya, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) selama lima tahun terakhir masih tinggi. Menurut Nila, AKI selama 2007-2012 mencapai 259 orang per 100.000 kelahiran hidup. Angka itu meningkat dari periode sebelumnya, yaitu 228 orang per 100.000 kelahiran hidup.
Melihat fenomena itu, Kementerian Kesehatan berusaha mencari penyebabnya. "Ternyata beberapa waktu terakhir angka pernikahan dini juga tinggi. Mungkin banyak di daerah-daerah, seorang perempuan yang tidak melanjutkan sekolah akan langsung dinikahkan," ujarnya.
Padahal, kata Nila, seorang ibu memiliki lima tugas penting, yaitu mendidik anak, menjaga kesehatan anak, menjaga kesehatan diri sendiri, mengatur keuangan keluarga, dan menyediakan lingkungan yang sehat untuk keluarga. Jadi, seorang perempuan harus berpendidikan dan sudah matang, baik fisik maupun mental ketika berkeluarga.
"Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat harus berjalan bersama," ujar Nila. Apalagi, organisasi masyarakat jauh lebih aktif menyosialisasikan gerakan kesehatan ke daerah-daerah dibandingkan dengan pemerintah.
Ketua panitia Simposium Praktik Cerdas, Asteria Aritonang, mengatakan, Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) digagas oleh Wahana Visi Indonesia bersama Kementerian Kesehatan, Unicef, dan WHO dengan cita-cita terkoordinasinya masyarakat sipil di bidang kesehatan dan gizi di Indonesia untuk mendukung pencapaian SDG.
Hasil dari kegiatan itu akan diserahkan kepada Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri dan Dirjen Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan sebagai "suara masyarakat" untuk dibawa dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pertengahan September 2015 di New York, Amerika Serikat.
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/19/Menteri-Kesehatan-Dukung-Peran-Masyarakat-Sipil-da
-
- Log in to post comments
- 119 reads