BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menjawab Ketertinggalan Indonesia Timur

Winarni Monoarfa
Menjawab Ketertinggalan Indonesia Timur

Oleh: Nasrullah Nara

WINARNI Monoarfa (52) merasa gundah setiap kali melihat nelayan dibelit kemiskinan. Namun, dia pantang berkeluh kesah soal keterbelakangan masyarakat pesisir. Sebagai guru besar, aktivis perempuan, dan birokrat, dia ”merajut” berbagai inovasi kreatif untuk mengatasi ketertinggalan kawasan timur Indonesia.

Berlatar belakang ilmu kelautan dan perikanan, Winarni paham betapa masyarakat pesisir tertinggal dalam masalah sosial ekonomi bukan semata karena faktor pendidikan, permodalan, dan infrastruktur. Tak kalah penting adalah minimnya interaksi antarkomunitas karena faktor geografis.

”Masalah ini lekat dengan kawasan timur Indonesia (KTI) karena mayoritas wilayahnya berupa laut dan hamparan pulau,” ujar perempuan kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, ini.

Daripada meratapi keadaan, Winarni memilih berbuat lebih konkret. Dihimpunnya semua inovasi kreatif atau kiat sukses dari berbagai komunitas untuk dipertukarkan antardaerah. Upaya tersebut dia lakukan melalui Forum KTI.

Forum itu berasal dari akademisi, unsur pemerintah, legislatif, organisasi nonpemerintah, dan swasta. Semuanya mencakup 12 provinsi di wilayah Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Aktif sejak forum ini berdiri tahun 2004 hingga menjadi ketua kelompok kerja (Pokja KTI) dalam lima tahun terakhir, Winarni telah menggali dan menghimpun sekitar 300 inovasi kreatif. Kiat sukses tersebut direplikasi demi menjawab persoalan masyarakat.

Secara makro, kiat sukses itu mencakup bidang kesehatan, pendidikan, kesetaraan jender, pelestarian lingkungan, dan ekonomi masyarakat. Misalnya, Malaria Center di Halmahera, Maluku Utara. Di daerah kepulauan ini warga dan pemerintah menangani penyakit menular lewat pendekatan preventif.

Konsep ini direplikasi pemda setempat untuk menangani penyakit menular lainnya, seperti lepra, selain mendirikan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Contoh lain, Rumah Tunggu di Maluku Tenggara Barat Daya, Maluku. Program ini dikelola warga bersama mantri atau bidan. Rumah warga pun bisa menjadi rumah tempat ibu hamil menunggu masa bersalin, bersalin, dan mendapatkan perawatan setelah bersalin.

Ada juga Geng Motor iMuT. Solusi ini ditawarkan sekelompok alumnus Universitas Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang hobi otomotif dan gemar konvoi ke pelosok pulau Timor dan ke pulau-pulau lainnya.

Geng itu memperkenalkan cara membuat biogas untuk membantu warga mengatasi tantangan minimnya pasokan bahan bakar minyak. Mereka juga membantu warga mengatasi krisis air bersih.

Adapun ibu-ibu di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, lewat Kelompok Tani Tapawala Badi, menyiasati perubahan iklim dengan beragam cara. Mereka antara lain mengelola bersama kebun hidroponik, kebun benih tanaman pangan lokal (sorgum, jelai), kebun tanaman pengawet alami (untuk usaha tenun ikat), dan kelompok tenun ikat. Dari usaha itu terhimpun tabungan pendidikan, dana kesehatan, dana bagi anggota yang terkena musibah.
Bertukar info

Setiap tahun, melalui Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), anggota forum berkumpul untuk memaparkan praktik kreatif dari daerah masing-masing. Bahkan, pada momen tertentu, inspirator dan para tokoh yang peduli KTI diundang untuk bertukar pengalaman.

Hal itu seperti yang dihelat akhir September 2014 dalam serangkaian peringatan 10 tahun BaKTI. Informasi tentang berbagai inovasi, misalnya, bisa diakses lewat situs internet dan Youtube.

Sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo dan pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Riset Nasional, Winarni memahami inovasi kreatif itu belakangan ini kian mendapat tempat sebagai model pembangunan sosial. Model ini membangkitkan antusiasme warga untuk menularkan gagasan inovatif mereka.

Pengalaman dan pemahamannya dalam hal pengentasan rakyat miskin, misalnya, terlegitimasi lewat penghargaan Wibawa Seroja Nugraha dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) tahun 2007. Kala itu, saat mengikuti pendidikan di Lemhannas, dia menjadi perempuan pertama yang meraih penghargaan tersebut.

Bersaing dengan peserta yang mayoritas perwira TNI/Polri, Winarni fasih bicara seputar ketahanan nasional. Topik ketahanan nasional antara lain dia kaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam, khususnya kelautan.
Berbagai forum

Terlepas dari aktivitas kolektifnya pada Forum KTI, Winarni aktif berbicara pada berbagai forum nasional maupun internasional. Beragam topik materi yang dia bawakan, mulai soal kelautan/perikanan, lingkungan hidup, jender, hingga manajemen proyek. Kepiawaiannya berbicara di depan forum terasah sejak masa mahasiswa. Ia aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Oleh karena itulah, sebagian orang pun menjuluki Winarni sebagai ”singa podium”. Perempuan dengan tiga anak dan dua cucu ini juga menyandang predikat mahasiswa teladan Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 1984 dan wisudawan terbaik Program Pascasarjana Unhas tahun 1992.

Kemampuannya mengonstruksikan gagasan tak lepas dari gemblengan ayahnya, H Dien Monoarfa. Sang ayah yang bekerja sebagai wartawan Tanah Air dan Mercu Suar era 1960-an kerap mengikutsertakan anak sulungnya ini meliput berbagai forum.

Sepulang dari liputan, Winarni kecil diminta ayahnya untuk duduk di depan mesin ketik, lalu mengarahkannya menuliskan poin-poin penting dari acara tersebut. Setelah ketikan rampung, sang ayah menyuruhnya berdiri membaca naskah ketikan itu. Ibunya, Hj Nursiah Nadjamuddin Daeng Malewa, pun sesekali ikut mengoreksi.

”Suara saya harus lantang, artikulasi jelas, dan logika berpikir pun jalan. Ini penting agar semua yang mendengar bisa mengerti isi naskah tersebut,” ujar Winarni mengenang masa kecilnya.

Kiprahnya di dunia birokrat berawal saat ia dipanggil Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad untuk menjadi Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah pada 2003. Kala itu Gorontalo sebagai provinsi yang baru berdiri membutuhkan pejabat berlatar belakang akademisi.

Tahun 2005 dia menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Percepatan Ekonomi Daerah. Tujuh tahun berselang, ia dipromosikan menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo. Ini posisi yang relatif langka bagi perempuan di Tanah Air.

Seperti air mengalir, Winarni melintas batas, dari akademisi, penggiat jender, birokrat, hingga ”pejuang” KTI....
—————————————————————————
WINARNI  MONOARFA
♦ Lahir: Makassar,  21 November 1962
♦ Suami: Ir H Meagaung Amin Daud (57)
♦ Anak: 
- dr Pratiwi Qur’anita (28)
- Taufik Akbar ST (27) 
- Zulfikar Yahya (15)
 
♦ Pendidikan:
- S-1 Fakultas  Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, 1984
- S-2 bidang Perikanan  Unhas, 1992
- S-3 bidang Perikanan Unhas-IPB, 2000
 
♦ Jabatan/Aktivitas:
- Guru Besar Universitas Hasanuddin
- Ketua Kelompok Kerja Kawasan Timur Indonesia    
- Sekretaris Daerah  Provinsi Gorontalo
♦ Penghargaan, antara lain:
- CIDA Champion Awards dari Kanada, 2010
- Wibawa Seroja Nugraha dari Lemhannas, 2007



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009465510

Related-Area: