BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mencoba Memulihkan Gizi Anak

Dana Kemanusiaan Kompas
Mencoba Memulihkan Gizi Anak
30 Juli 2015

Margareta Amfotis (8 bulan) dengan berat 3 kilogram menangis histeris ketika neneknya, Anastasia Naif (64), membaringkannya di tempat tidur Puskesmas Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Sabtu (11/7). Korban gizi buruk itu datang ke puskesmas bersama puluhan anak lain, menerima bantuan bahan makanan dari pembaca Kompas yang disalurkan melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas. Kasus gizi ini selalu berulang, tetapi belum ada solusi yang tepat.

Sekitar 630 anak balita, termasuk korban gizi buruk dan gizi kurang, tersebar di 68 desa, dibawa layanan 10 dari 26 puskesmas di Timor Tengah Utara, NTT, mendapatkan bantuan bahan pangan darurat berupa beras 8 ton, telur 9.000 butir, makanan bayi 7.200 kotak, dan minyak goreng 720 kantong. Selain itu juga susu bayi 840 kantong, biskuit 1.248 dus, air mineral 60 dus, dan mi instan 1.440 bungkus.

Menurut Anastasia Naif, cucunya itu lahir dengan berat badan 3 kg. Namun, saat berusia dua bulan, ibunya, Matildis Naif (27), jadi TKW di Malaysia. Margareta diasuh Anastasia. Suami Matildis, Bernad Amfotis, telah meninggal. Anastasia dan suaminya, Gerardus Naif (67), tak punya pekerjaan tetap.

"Menurut perawat di Puskesmas Sasi, berat normal Margareta seharusnya 8 kg, tetapi saat ini hanya 3 kg. Setiap hari, dia makan nasi putih campur air. Itu pun kalau ada. Jika tak ada nasi, dia makan ubi atau pisang," kata Anastasia.

Puskesmas Sasi berada di dalam kota kabupaten. Di wilayah itu, ada 23 anak gizi kurang dan dua anak balita menderita gizi buruk. Para korban selalu diberikan makanan tambahan sebagai upaya memulihkan gizi.

Di Puskesmas Bijaepasu, Kecamatan Miomafo Tengah, 16 km dari Puskesmas Sasi, Jefrianta Sau (13 bulan) dengan berat 5,1 kg juga menangis kelaparan. Ibunya, Wilfrida Peka (34), yang tengah sakit, berupaya menenangkannya tapi gagal.

Dua anak Wilfrida juga pernah menderita gizi buruk, yakni Maria Sau (4 tahun), dan Markus Sau (6 tahun). Maria mengalami gizi buruk di usia 9 bulan, dan Markus saat berusia 1 tahun 2 bulan. Berkat upaya petugas gizi di puskesmas itu melalui pemberian makanan tambahan di posyandu, gizi kedua anaknya berhasil diselamatkan.
content

"Kami lima orang dalam keluarga, tak satu pun punya kartu BPJS Kesehatan karena tak punya uang untuk bayar iuran meski hanya Rp 25.500 per bulan. Kartu Jamkesda pun kami tak punya. Ketiga anak saya dan suami terjangkit TBC. Menurut perawat, penyakit itu bersumber dari saya," kata Wilfrida.

Di Puskesmas Tasinifu, sekitar 24 km dari Kefamenanu, yang berbatasan dengan negara Timor Leste, ada 54 anak gizi kurang dan 2 gizi buruk. Meski hanya 24 km dari Kefamenanu, tetapi ruas jalan itu ditempuh 2 jam perjalanan karena kondisi jalan menuju ke puskesmas itu sangat buruk. Jalan berlubang, becek, dan ada tumpukan batu yang melintang di sejumlah lokasi. Hanya mobil dengan mal ban di atas 18 cm yang mampu melewati ruas jalan itu.

Ketika musim hujan, sekitar 7.230 warga di Desa Tasinifu itu terisolasi. Mereka tak bisa ke Kefamenanu untuk belanja bahan makanan atau merujuk pasien ke rumah sakit. Di desa itu tidak ada listrik, toko atau kios yang menjual bahan pokok, televisi, dan jaringan telepon termasuk Telkomsel. Warga setempat hanya mendapatkan sinyal ponsel dari Timor Leste.

Redaktur Senior Harian Kompas, St Sularto, selaku Dewan Pengawas DKK, didampingi Direktur DKK Moh Nasir, mengatakan, pembaca Kompas melalui DKK berusaha mengambil bagian untuk mengatasi penderitaan anak-anak balita di wilayah perbatasan ini meski sifatnya darurat. Ke depan, DKK akan memberikan perhatian yang sifatnya memberdayakan masyarakat secara permanen.

"Semoga bantuan ini bisa meningkatkan gizi dan berat badan anak-anak. Bantuan ini murni kemanusiaan. DKK telah memberikan bantuan tak hanya di NTT, tetapi juga hampir di seluruh daerah, dari Aceh sampai Papua," kata Sularto.

Wakil Bupati TTU Aloysius Kobes mengatakan, pemda dan masyarakat TTU berterima kasih kepada para pembaca Kompas. Kasus gizi buruk dan kurang gizi di TTU bahkan di NTT merupakan masalah klasik, dari tahun ke tahun. "Kasus ini harus ditangani lintas sektor, dari hulu sampai ke hilir," ujarnya.

(KORnelis Kewa Ama)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/30/Mencoba-Memulihkan-Gizi-Anak